Jumat, 17 Desember 2010

Askep Jiwa Defisit Perawatan Diri

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA PASIEN
DENGAN DEFISIT PERAWATAN DIRI

Disusun untuk memenuhi tugas mata Keperawatan Jiwa
Dosen pengampuh : Ns. Sri Nyumirah, S.Kep




Disusun oleh
Kelompok I :
Dewi Fatmawati


PROGAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
CENDIKIA UTAMA
2010

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Pemeliharaan hygiene perorangan diperlukan untuk kenyamanan individu, keamanan, dan kesehatan. Seperti pada orang sehat dapat memenuhi kebutuhan personal hygienenya sendiri. Cara perawatan diri menjadi rumit dikarenakan kondisi fisik atau keadaan emosional klien. Selain itu,beragam faktor pribadi dan sosial budaya mempengaruhi praktik hygiene klien.
Karena perawatan hygiene seringkali memerlukan kontak yang dekat dengan klien maka perawat menggunakan ketrampilan komunikasi untuk meningkatkan hubungan terapeutik dan belajar tentang kebutuhan emosional klien.
Oleh karena itu penulis membahas makalah ini untuk mempelajari tentang defisit perawatan diri dan mengkaji pasien dengan gangguan perawatan diri.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah membuat dan mempresentasikan makalah ini diharapkan mahasiswa mengerti dan mengetahui tentang gangguan halusinasi.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mengetahui dan memahami defisit perawatan diri.
b. Mahasiswa mengetahui dan memahami etiologi defisit perawatan diri.
c. Mahasiswa mengetahui manifestasi klinis defisit perawatan diri.
d. Mahasiswa mengetahui mekanisme koping defisit perawatan diri.
e. Mahasiswa mengetahui dan memahami intervensi dari defisit perawatan diri dan dapat mengimplementasikannya.

BAB II
TINJAUAN TEORI


A. Pengertian
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi kebutuhannya guna mempertahankan kehidupannya, kesehatan dan kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien dinyatakan terganggu keperawatan dirinya jika tidak dapat melakukan perawatan diri (Depkes, 2000).
Deficit perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas perawatan diri (mandi, berhias, makan, toileting) (Nurjanah, 2004).
Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis (Potter Perry, 2005).
Kurang perawatan diri adalah kondisi di mana seseorang tidak mampu melakukan perawatan kebersihan untuk dirinya (Tarwoto dan Wartonah, 2000).
Jenis - jenis kurang perawatan diri :
1. Kurang perawatan diri = mandi / kebersihan
Gangguan kemampua untuk melakukan aktivitas mandi / kebersihan diri.
2. Kurang perawatan diri = mengenakan pakaian / berhias
Gangguan kemampuan memakai pakaian dan aktivitas berdandan diri.
3. Kurang perawatan diri = makan
Gangguan kemampuan untuk menunjukkan aktivitas makan.
4. Kurang perawatan diri = toileting
Gangguan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas toileting sendiri.

B. Etiologi
Menurut Tarwoto dan Wartonah (2000) penyebab kurang perawatan diri adalah sebagai berikut :
1. Kelelahan fisik
2. Penurunan kesadaran
Menurut Depkes (2002:20), penyebab kurang perawatan diri adalah :
1. Faktor predisposisi
a. Perkembangan
Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga perkembangan inisiatif terganggu.
b. Biologis
Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan perawatan diri.
c. Kemampuan realistis turun
Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang kurang menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk perawatan diri.
d. Sosial
Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri lingkungannya situasi lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan dalam perawatan diri.
2. Faktor presipitasi
Yang merupakan faktor presipitasi deficit perawatan diri adalah kurang penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas, lelah / lemah yang dialami individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu melakukan perawatan diri.
Menurut Depkes (2000 : 59) faktor – faktor yang mempengaruhi personal hygiene adalah :



1. Body image
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri, misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli dengan kebersihan dirinya.
2. Praktik sosial
Pada anak – anak selalu dimanja dalam kebersihan diri maka kemungkinan akan terjadi perubahan pada personal hygiene.
3. Status sosial ekonomi
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi, shampoo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk menyediakannya.
4. Pengetahuan
Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien diabetes mellitus ia harus menjaga kebersihan kakinya.
5. Budaya
Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh dimandikan.
6. Kebiasaan seseorang
Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam perawatan diri seperti penggunaan sabun, shampoo dan lain – lain.
7. Kondisi fisik atau psikis
Pada keadaan tertentu / sakit kemampuan untuk merawat diri berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya.
Dampak yang sering timbul pada masalah personal hygiene :
1. Dampak fisik
Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik, gangguan fisik yang sering terjadi adalah gangguan integritas kulit, gangguan membrane mukosa mulut, infeksi pada mata dan telinga dan gangguan fisik pada kuku.
2. Dampak psikososial
Masalah sosial yang berhubungan dengan personal hygiene adalah kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai, kebutuhan harga diri, aktualisasi diri dan gangguan interaksi sosial.

C. Manifestasi Klinis
Menurut Depkes (2000:20) tanda dan gejala klien dengan deficit perawatan diri adalah :
1. Fisik
a. Badan bau, pakaian kotor
b. Rambut dan kulit kotor
c. Kuku panjang dan kotor
d. Gigi kotor disertai mulut bau
e. Penampilan tidak rapi
2. Psikologis
a. Malas, tidak ada inisiatif
b. Menarik diri, isolasi diri
c. Merasa tak berdaya, rendah diri dan merasa hina
3. Sosial
a. Interaksi kurang
b. Kegiatan kurang
c. Tidak mampu berperilaku sesuai norma
d. Cara makan tidak teratur BAK dan BAB disembarang tempat, gosok gigi dan mandi tidak mampu mandiri.
D. Mekanisme Koping
1. Regresi
2. Penyangkalan
3. Isolasi diri, menarik diri
4. Intelektualisasi


E. Rentang respond Kognitif
Asuhan yang dapat dilakukan keluarga bagi klien yang tidak dapat merawat diri sendiri :
1. Meningkatkan kesadaran dan kepercayaan diri :
a. Bina hubungan saling percaya
b. Bicarakan tentang pentingnya kebersihan
c. Kuatkan kemampuan klien merawat diri
2. Membimbing dan menolong klien merawat diri :
a. Bantu klien merawat diri
b. Ajarkan keterampilan secara bertahap
c. Buatkan jadwal kegiatan setiap hari
3. Ciptakan lingkungan yang mendukung
a. Sediakan perlengkapan yang diperlukan untuk mandi
b. Dekatkan peralatan mandi biar mudah dijangkau oleh klien
c. Sediakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi klien
F. Pohon Masalah
















Tanggal No. DX Diagnosa keperawatan Perencanaan Intervensi Rasional
Tujuan Kriteria hasil
Deficit perawatan diri TUM : klien dapat meningkatkan minat dan motivasinya untuk memperlihatkan kebersihan diri
TUK I : klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat Dalam berinteraksi klien menunjukkan tanda – tanda percaya pada perawat
Wajah cerah, tersenyum
Mau berkenalan
Ada kontak mata
Menerima kehadiran perawat
Bersedia mencentakkan perasaannya. Bina hubungan saling percaya dengan mengungkapkan prinsip komunikasi terapeutik
a. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun nonverbal.
b. Perkenalkan diri dengan sopan.
c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien.
d. Jelaskan tujuan pertemuan
e. Jujur dan menepati janji
f. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya.
g. Beri perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar klien. Hubungan saling percaya merupakan dasar untuk kelancaran hubungan interaksi selanjutnya.
Deficit perawatan diri TUK II : klien dapat mengenal tentang pentingnya kebersihan diri Klien dapat menyebutkan kebersihan diri pada waktu 2 kali pertemuan, mampu menyebutkan kembali kebersihan untuk kesehatan seperti mencegah penyakit dan klien dapat meningkatkan cara merawat diri. Berikan salam setiap berinteraksi
a. Diskusikan bersama klien pentingnya kebersihan diri dengan cara menjelaskan pengertian tentang arti bersih dan tanda – tanda bersih.
b. Dorong klien untuk menyebutkan 3 dari 5 tanda kebersihan diri.
c. Diskusikan fungsi kebersihan diri dengan menggali pengetahuan klien terhadap hal yang berhubungan dengan kebersihan diri.
d. Bantu klien mengungkapkan arti kebersihan diri dan tujuan memelihara kebersihan diri.
e. Beri reinforment positif setelah klien mampu menggunakan arti kebersihan diri.
f. Ingatkan klien untuk memelihara kebersihan diri seperti : mandi 2 x, pagi dan sore, sikat gigi minimal. Mempertahankan BHPS dengan klien.

Mengevaluasi pemahaman klien mengenai tanda – tanda bersih.
Reinforcement akan meningkatkan harga diri pasien / klien.

Deficit perawatan diri TUK III : klien dapat melakukan kebersihan diri. Klien berusaha untuk memelihara kebersihan diri seperti mandi pakai sabun dan disiram pakai air sampai bersih. Mengganti pakaian bersih sehari hari dan merapikan penampilan. a. Motivasi klien untuk mandi
b. Beri kesempatan untuk mandi beri klien untuk mendemonstrasikan cara memelihara kebersihan diri yang benar.
c. Anjurkan klien untuk mengganti baju setiap hari.
d. Kaji keinginan klien untuk memotong kuku dan merapikan rambut.
e. Kolaborasi dengan perawat ruangan untuk pengelolaan fasilitas perawatan kebersihan diri setiap mandi dan kebersihan kamar mandi.
f. Bekerja sama dengan keluarga untuk mengadakan fasilitas kebersihan diri.
Deficit perawatan diri TUK IV : klien dapat melakukan kebersihan perawatan diri Setelah 1 minggu klien dapat melakukan perawatan kebersihan diri secara rutin dan teratur tanpa anjuran seperti : mandi pagi / sore, ganti baju setiap hari, penampilan bersih dan rapi Monitor klien dalam melakukan kebersihan diri secara teratur, ingatkan untuk mencucui rambut, menyisir gosok gigi, ganti baju dan pakai sandal.
TUK V : klien dapat mempertahankan kebersihan diri secara mandiri Klien selalu tampak bersih dan rapi Beri reinforcement positif jika berhasil melakukan kebersihan diri.
Deficit perawatan diri TUK VI : klien dapat dukungan keluarga dalam meningkatkan kebersihan diri Keluarga selalu meningkatkan hal – hal yang berhubungan dengan kebersihan diri. Keluarga menyiapkan sarana untuk membantu klien atau menjaga kebersihan diri dan keluarga membantu dan membimbing klien dalam menjaga kebersihan diri. a. Jelaskan pada keluarga tentang penyebab kurang minatnya klien menjaga kebersihan diri.
b. Diskusikan bersama keluarga tentang tindakan yang telah di lakukan klien selama di RS atau menjaga kebersihan dan kemajuan yang telah di alami di RS
c. Anjurkan keluarga untuk memutuskan memberi stimulasi terhadap kemajuan yang telah dialami di RS
d. Jelaskan pada keluarga tentang manfaat sarana yang lengkap atau menjaga kebersihan diri klien.
e. Anjurkan keluarga untuk menyiapkan sarana dalam menjaga kebersihan diri.
f. Diskusikan bersama keluarga cara membantu klien dalam menjaga kebersihan diri.
g. Diskusikan dengan keluarga mengenai hal yang dilakukan misal : mengingatkan pada waktu mandi, sikat gigi, keramas, dll.

Askep Dekubitus Pada Lansia

ASKEP DEKUBITUS
PADA LANSIA
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Gerontik
Dosen pengampu : Anita Dyah Listiyani, S.Kep, Ns.




Disusun oleh
Kelompok I :

Dewi Fatmawati


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
CENDIKIA UTAMA KUDUS
2010

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Kita kehilangan sekitar satu gram sel kulit setiap harinya karena gesekan kulit pada baju dan aktivitas higiene yang dilakukan setiap hari seperti mandi.
Dekubitus dapat terjadi pada setiap tahap umur, tetapi hal ini merupakan masalah yang khusus pada lansia. Khsusnya pada klien dengan imobilitas.
Seseorang yang tidak im-mobil yang tidak berbaring ditempat tidur sampai berminggu-minggu tanpa terjadi dekubitus karena dapat berganti posisi beberapa kali dalam sejam. Penggantian posisi ini, biarpun hanya bergeser, sudah cukup untuk mengganti bagian tubuh yang kontak dengan alas tempat tidur.
Sedangkan im-mobilitas hampir menyebabkan dekubitus bila berlangsung lama. Terjadinya ulkus disebabkan ganggual aliran darah setempat, dan juga keadaan umum dari penderita.
Dekubitus adalah kerusakan/kematian kulit sampai jaringan dibawah kulit, bahkan menembus otot sampai mengenai tulang akibat adanya penekanan pada suatu area secara terus menerus sehingga mengakibatkan gangguan sirkulasi darah setempat.
Walaupun semua bagian tubuh mengalami dekubitus, bagian bawah dari tubuhlah yang terutama beresiko tinggi dan membutuhkan perhatian khusus.
Area yang biasa terjadi dekubitus adalah tempat diatas tonjolan tulang dan tidak dilindungi oleh cukup dengan lemak sub kutan, misalnya daerah sakrum, daerah trokanter mayor dan spina ischiadica superior anterior, daerah tumit dan siku.
Dekubitus merupakan suatu hal yang serius, dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi pada penderita lanjut usia. Dinegara-negara maju, prosentase terjadinya dekubitus mencapai sekitar 11% dan terjadi dalam dua minggu pertama dalam perawatan.
Usia lanjut mempunyai potensi besar untuk terjadi dekubitus karena perubahan kulit berkaitan dengan bertambahnya usia antara lain; berkurangnya jaringan lemak subkutan; berkurangnya jaringan kolagen dan elastin; dan menurunnya efesiensi kolateral kapiler pada kulit sehingga kulit menjadi lebih tipis dan rapuh.

B. Tujuan
1. Tujuan umum
Setelah membuat dan mempresentasikan makalah ini diharapkan mahasiswa mengerti dan mengetahui tentang asuhan keperawatan pada pasien lansia dengan gangguan dekubitus.
2. Tujuan khusus
a. Mahasiswa mengetahui dan memahami definisi dari dekubitus.
b. Mahasiswa mengetahui dan memahami etiologi dekubitus.
c. Mahasiswa mengetahui manifestasi klinis dekubitus
d. Mahasiswa mengetahui patofisiologi dekubitus.
e. Mahasiswa mengetahui dan memahami penatalaksanaan medis dekubitus.
f. Mahasiswa mengetahui dan memahami proses asuhan keperawatan dekubitus mulai dari tahap pengkajian sampai tahap evaluasi.

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Dekubitus merupakan nekrosis jaringan local yang cenderung terjadi ketika jaringan lunak tertekan di antara tonjolan tulang dengan permukaan eksternal dalam jangka waktu lama (National Pressure Ulcer Advisory Panel [NPUAP], 1989a, 1989b).
Sebuah definisi baru telah diajukan di Konferensi Nasional NPUAP ke-4 (1995a).Margolis (1995) menyebutkan “definisi dekubitus adalah kerusakan struktur anatomis dan fungsi kulit normal akibat dari tekanan eksternal yang berhubungan dengan penonjolan tulang dan tidak sembuh dengan urutan dan waktu biasa. Selanjutnya, gangguan ini terjadi pada individu yang berada di atas kursi atau di atas tempat tidur, sering kali pada inkontinensia dan malnutrisi ataupun individu yang mengalami kesulitan makan sendiri, serta mengalami gangguan tingkat kesadaran.”
Ulkus Dekubitus (Luka akibat penekanan, Ulkus kulit, Bedsores) adalah kerusakan kulit yang terjadi akibat kekurangan aliran darah dan iritasi pada kulit yang menutupi tulang yang menonjol, dimana kulit tersebut mendapatkan tekanan dari tempat tidur, kursi roda, gips, pembidaian atau benda keras lainnya dalam jangka panjang (Anonim, 2009).
Dekubitus sering disebut ulkus dermal / ulkus dekubitus atau luka tekan terjadi akibat tekanan yang sama pada suatu bagian tubuh yang mengganggu sirkulasi (Harnawatiaj, 2008).
Dekubitus adalah Kerusakan lokal dari kulit dan jaringan dibawah kulit yang disebabkan penekanan yang terlalu lama pada area tersebut (Ratna Kalijana, 2008).
Bagian tubuh yang sering mengalami ulkus dekubitus adalah bagian dimana terdapat penonjolan tulang, yaitu bagian siku, tumit, pinggul, pergelangan kaki, bahu, punggung dan kepala bagian belakang. Walaupun semua bagian tubuh beresiko mengalami dekubitus, bagian bawah dari tubuhlah yang terutama beresiko tinggi dan membutuhkan perhatian khusus.
Area yang biasa terjadi dekubitus adalah tempat diatas tonjolan tulang dan tidak dilindungi oleh cukup dengan lemak sub kutan, misalnya daerah sakrum, daerah trokanter mayor dan spina ischiadica superior anterior, daerah tumit dan siku.
Dekubitus merupakan suatu hal yang serius, dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi pada klien lanjut usia. Di negara-negara maju, prosentase terjadinya dekubitus mencapai sekitar 11% dan terjadi dalam dua minggu pertama dalam perawatan.
Dekubitus dapat terjadi pada setiap tahap umur, tetapi hal ini merupakan masalah yang khusus pada lansia. Khususnya pada klien dengan imobilitas.Usia lanjut mempunyai potensi besar untuk terjadi dekubitus karena perubahan kulit berkaitan dengan bertambahnya usia antara lain:
1. Berkurangnya jaringan lemak subkutan
2. Berkurangnya jaringan kolagen dan elastin
3. Menurunnya efesiensi kolateral kapiler pada kulit sehingga kulit menjadi lebih tipis dan rapuh.

B. Etiologi
1. Faktor Ekstrinsik
a. Tekanan
b. Kelembaban
c. Gesekan
2. Faktor intrinsic
a. Usia
b. Temperatur
c. Nutrisi
3. Adapun factor lainnya adalah :
a. Menurunnya persepsi sensori
b. Immobilisasi, dan
c. Keterbaasan aktivitas
Ketiga faktor ini adalah dampak dari pada lamanya dan intensitas tekanan pada bagian permukaan tulang yang menonjol.

C. Manifestasi klinis dan Komplikasi
a. Tanda cidera awal adalah kemerahan yang tidak menghilang apabila ditekan ibu jari.
b. Pada cidera yang lebih berat dijumpai ulkus dikulit.
c. Dapat timbul rasa nyeri dan tanda-tanda sistemik peradangan, termasuk demam dan peningkatan hitung sel darah putih
d. Dapat terjadi infeksi sebagai akibat dari kelemahan dan perawatan di Rumah Sakit yang berkepanjangan bahkan pada ulkus kecil.

D. Patofisiologi
Tekanan imobilisasi yang lama akan mengakibatkan terjadinya dekubitus, kalau salah satu bagian tubuh berada pada suatu gradient (titik perbedaan antara dua tekanan). Jaringan yang lebih dalam dekat tulang, terutama jaringan otot dengan suplai darah yang baik akan bergeser kearah gradient yang lebih rendah, sementara kulit dipertahankan pada permukaan kontak oleh friksi yang semakin meningkat dengan terdapatnya kelembaban, keadaan ini menyebabkan peregangan dan anggulasi pembuluh darah (mikro sirkulasi) darah yang dalam serta mengalami gaya geser jaringan yang dalam, ini akan menjadi iskemia dan dapat mengalami nekrosis sebelum berlanjut ke kulit.
Immobilisasi/terpancang pada tempat tidurnya secara pasif dan berbaring (lebih dari 2 jam),tekanan daerah sakrum akan mencapai 60-70 mmHg dan daerah tumit mencapai 30-45 mmHg (normal: tekanan daerah pada kapiler berkisar antara 16 mmHg-33 mmHg), Iskemik, nekrosis jaringan kulit selain faktor tegangan, ada faktor lain yaitu: Faktor teregangnya kulit misalnya gerakan meluncur ke bawah pada penderita dengan posisi dengan setengah berbaring. Faktor terlipatnya kulit akibat gesekan badan yang sangat kurus dengan alas tempat tidur, sehingga seakan-akan kulit “tertinggal” dari area tubuh lainnya (Heri Sutanto, 2008).
Tekanan daerah pada kapiler berkisar antara 16 mmHg-33 mmHg. Kulit akan tetap utuh karena sirkulasi darah terjaga, bila tekanan padanya masih berkisar pada batas-batas tersebut. Tetapi sebagai contoh bila seorang penderita immobil/terpancang pada tempat tidurnya secara pasif dan berbaring diatas kasur busa maka tekanan daerah sakrum akan mencapai 60-70 mmHg dan daerah tumit mencapai 30-45 mmHg.
Tekanan akan menimbulkan daerah iskemik dan bila berlanjut terjadi nokrosis jaringan kulit. Percobaan pada binatang didapatkan bahwa sumbatan total pada kapiler masih bersifat reversibel bila kurang dari 2 jam. Seorang yang terpaksa berbaring berminggu-minggu tidak akan mengalami dakubitus selama dapat mengganti posisi beberapa kali perjamnya.
Selain faktor tekanan, ada beberapa faktor mekanik tambahan yang dapat memudahkan terjadinya dekubitus;
• Faktor teregangnya kulit misalnya gerakan meluncur ke bawah pada penderita dengan posisi dengan setengah berbaring.
• Faktor terlipatnya kulit akiab gesekan badan yang sangat kurus dengan alas tempat tidur, sehingga seakan-akan kulit “tertinggal” dari area tubuh lainnya.
Faktor teragannya kulit akibat daya luncur antara tubuh dengan alas tempatnya berbaring akan menyebabkan terjadinya iskemia jaringan setempat.
Keadaan ini terjadi bila penderita immobil, tidak dibaringkan terlentang mendatar, tetapi pada posisi setengah duduk. Ada kecenderungan dari tubuh untuk meluncur kebawah, apalagi keadaannya basah. Sering kali hal ini dicegah dengan memberikan penhalang, misalnya bantal kecil/balok kayu pada kedua telapak kaki. Upaya ini hanya akian mencegah pergerakan dari kulit, yang sekarang terfiksasi dari alas, tetapi rangka tulang tetap cederung maju kedepan. Akibatnya terjadi garis-garis penekanan/peregangan pada jaringan subkutan yang sekan-akan tergunting pada tempat-tempat tertentu, dan akan terjadi penutupan arteriole dan arteri-arteri kecil akibat terlalu teregang bahkan sampai robek. Tenaga menggunting ini disebut Shering Forces.
Sebagai tambahan dari shering forces ini, pergerakan dari tubuh diatas alas tempatnya berbaring, dengan fiksasi kulit pada permukaan alas akan menyebabkan terjadinya lipatan-lipatan kulit (skin folding). Terutama terjadi pada penderita yang kurus dengan kulit yang kendur. Lipatan-lipatan kulit yang terjadi ini dapat menarik/mengacaukan (distorsi) dan menutup pembuluh-pembuluh darah.
Sebagai tambahan dari efek iskemia langsung dari faktor-faktor diatas, masih harus diperhatikan terjadinya kerusakan edotil, penumpukan trombosit dan edema. Semua inidapat menyebabkan nekrosis jarigan akibat lebih terganggunya aliran darah kapiler. Kerusakan endotil juga menyebabkn pembuluh darah mudah rusak bila terkena trauma.

E. Penatalaksanaan Medis
a. Perawatan luka decubitus
b. Terapi fisik, dengan menggunakan pusaran air untuk menghilangkan jaringan yang mati.
c. Terapi obat :
1. Obat antibacterial topical untuk mengontrol pertumbuhan bakteri
2. Antibiotik prupilaksis agar luka tidak terinfeks
d. Terapi diet
Agar terjadi proses penyembuhan luka yang cepat, maka nutrisi harus adekuat yang terdiri dari kalori, protein, vitamin, mineral dan air.
Penatalaksanaan klien dekubitus memerlukan pendekatan holistic yang menggunakan keahlian pelaksana yang berasala dari beberapa disiplin ilmu kesehatan (AHCPR, 1994; Olshansky, 1994)
Gambaran keseluruhan dekubitus akan menjadi dasar pembuatan pohon pengangambilan keputusan yang digunakan untuk menentukan rencana tindakan (AHCPR, 1994, Maklebust dan Siegreen, 1991).

F. Pengelolaan Dekubitus
Pengelolaan dekubitus diawali dengan kewaspadaan untuk mencegah terjadinya dekubitus dengan mengenal penderita risiko tinggi terjadinya dekubitus, misalnya pada penderita yang immobil dan konfusio.
Usaha untuk meremalkan terjadinya dekubitus ini antara lain dengan memakai sistem skor Norton. Skor dibawah 14 menunjukkan adanya risiko tinggi untuk terjadinya dekubitus. Dengan evaluasi skor ini dapat dilihat perkembangan penderita.
Tindakan berikutnya adalan menjaga kebersihan penderita khususnya kulit, dengan memandikan setiap hari. Sesudah keringkan dengan baik lalu digosok dengan lotion, terutama dibagian kulit yang ada pada tonjolan-tonjolan tulang. Sebaiknya diberikan massase untuk melancarkan sirkulasi darah, semua ekskreta/sekreta harus dibersihkan dengan hati-hati agari tidak menyebabkan lecet pada kulit penderita.
Tindakan selanjutnya yang berguna baik untuk pencegahan maupun setelah terjadinya dekubitus adalah:
1. Meningkatkan status kesehatan penderita; umum; memperbaiki dan menjaga keadaan umum penderita, misalnya anemia diatasi, hipoalbuminemia dikoreksi, nutirisi dan hidarasi yang cukup, vitamin (vitamin C) dan mineral (Zn) ditambahkan khusus; coba mengatasi/mengoabati penyakit-penyakit yang ada pada penderita, misalnya DM.
2. Mengurangi/memeratakan faktor tekanan yang mengganggu aliran darah;
a. Alih posisi/alih baring/tidur selang seling, paling lama tiap dua jam. Keberatan pada cara ini adalah ketergantungan pada tenaga perawat yang kadang-kadang sudah sangat kurang, dan kadang-kadang mengganggu istirahat penderita bahkan menyakitkan.
b. Kasur khusus untuk lebih memambagi rata tekan yang terjadi pada tubuh penderita, misalnya; kasur dengan gelembung tekan udara yang naik turun, kasur air yang temperatur airnya dapat diatur. (keberatan alat canggih ini adalah harganya mahal, perawatannya sendir harus baik dan dapat rusak).
c. Regangan kulit dan lipatan kulit yang menyebabkan sirkulasi darah setempat terganggu, dapat dikurangi antara lain;
• Menjaga posisi penderita, apakah ditidurkan rata pada tempat tidurnya, atau sudah memungkinakan untuk duduk dikursi.
• Bantuan balok penyangga kedua kaki, bantal-bantal kecil utuk menahan tubuh penderita, “kue donat” untuk tumit,
• Diluar negeri sering digunakan kulit domba dengan bulu yang lembut dan tebal sebagai alas tubuh penderita. Begitu tampak kulit yang hiperemis pada tubuh penderita, khsusnya pada tempat-tempat yang sering terjadi dekubitus, semua usaha-usahan diatas dilakukan dengan lebih cermat untuk memperbaiki iskemia yang terjadi, sebab sekali terjadi kerusakan jaringa upaya penyembuhan akan lebih rumit.
Bila sudah terjadi dekubitus, tentukan stadium dan tindakan medik menyesuaikan apa yang dihadapi:
1. Dekubitus derajat I
Dengan reaksi peradangan masih terbatas pada epidermis;
kulit yang kemerahan dibersihkan hati-hati dengan air hangat dan sabun, diberi lotion, kemudian dimassase 2-3 kali/hari.
2. Dekubitus derajat II
Dimana sudah terjadi ulkus yang dangkal; Perawatan luka harus memperhatikan syarat-syarat aseptik dan antiseptik. Daerah bersangkutan digesek dengan es dan dihembus dengan udara hangat bergantian untuk meransang sirkulasi. Dapat diberikan salep topikal, mungkin juga untuk meransang tumbuhnya jaringan muda/granulasi, Penggantian balut dan salep ini jangan terlalu sering karena malahan dapat merusakkan pertumbuhan jaringan yang diharapkan.

3. Dekubitus derajat III
Dengan ulkus yang sudah dalam, menggaung sampai pada bungkus otot dan sering sudah ada infeksi; Usahakan luka selalu bersih dan eksudat disusahakan dapat mengalir keluar. Balut jangan terlalu tebal dan sebaliknya transparan sehingga permeabel untuk masukknya udara/oksigen dan penguapan. Kelembaban luka dijaga tetap basah, karena akan mempermudah regenarasi sel-sel kulit. Jika luka kotor dapat dicuci dengan larutan NaCl fisiologis. Antibiotik sistemik mungkin diperlukan.
4. Dekubitus derajat IV
Dengan perluasan ulkus sampai pada dasar tulang dan sering pula diserta jaringan nekrotik; Semua langkah-langkah diatas tetap dikerjakan dan jaringan nekrotik yang adal harus dibersihkan, sebab akan menghalangi pertumbuhgan jaringan/epitelisasi.
Beberapa preparat enzim coba diberikan untuk usaha ini, dengan tujuan mengurangi perdarahan, dibanding tindakan bedah yang juga merupakan alternatif lain. Setelah jaringan nekrotik dibuang danluka bersih, penyembuhan luka secara alami dapat diharapkan.
Beberapa usaha mempercepat adalah antara lain dengan memberikan oksigenisasi pada daerah luka, Tindakan dengan ultrasono untuk membuka sumbatan-sumbatan pembuluh darah dan sampai pada transplantasi kulit setempat.
Angka mortalitas dekubitus derajat IV ini dapat mencapai 40%.


BAB III
PROSES ASUHAN KEPERAWATAN PADA
PASIEN DENGAN DEKUBITUS

A. Pengkajian
1. Aktivitas/ istirahat
Tanda : penurunan kekuatan, ketahanan, keterbatasan rentang gerak.pada area yang sakit gangguannya misalnya otot perubahan tunas.
2. Sirkulasi
Tanda : hipoksia, penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas yang cidera, vasokontriksi perifer umum dengan kehilangan nadi, kulit putih dan dingin, pembentukan edema jaringan.
3. Eleminasi
Tanda : keluaran urin menurun adalah tidak adanya pada fase darurat, warna mungkin hitam kemerahan , bila terjadi, mengidentifiasi kerusakan otot.
4. Makanan/cairan
Tanda : edema jaringan umum, anoreksia, mual dan muntah.
5. Neurosensori
Gejala : area kebas/kesemutan
6. Pernapasan
Gejala :menurunnya fungsi medulla spinalis, edema medulla, kerusakan neurology, paralysis abdominal dan otot pernapasan.
7. Integritas ego
Gejala : masalah keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan.
Tanda : ansietas, menangis, ketergantungan, mmenarik diri, marah.
8. Keamanan
Tanda : adanya fraktur akibat dilokasi (jatuh, kecelakaan, kontraksi otot tetanik, sampai dengan syok listrik).

B. Diagnosa Keperawatan
1. Kerusakan integritas jaringan kulit berhubungan dengan destruksi mekanis jaringan sekunder terhadap tekanan, gesekan dan fraksi.
2. Kerusakan mobilisasi fisik berhubungan dengan pembatasan gerak yang diharuskan, kehilangan control motorik.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan pemasukkan oral,anoreksia.
4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pemajanan dasar dekubitus, penekanan respons inflamasi.
5. Nyeri berhubungan dengan proses peradangan di area dekubitus.
C. Intervensi dan Rasional
1. Kerusakan integritas jaringan kulit berhubungan dengan destruksi mekanis jaringan sekunder terhadap tekanan, gesekan dan fraksi.
Kriteria hasil : Menunjukan regenerasi jaringan
Intervensi
a. Terapkan prinsip pencegahan luka dekubitus.
R : prinsip pencegahan luka dekubitus, meliputi mengurangi atau merotasi tekanan dari jaringan lunak.
b. Atur posis pasien senyaman mungkin.
R : meminimalkan terjadinya jaringan yang terkena dekubitus.
c. Balut luka dengan balutan yang mempertahankan kelembaban lingkungan diatas dasar luka.
R : luka yang lembab dapat mempercepat kesembuhan.
2. Kerusakan mobilisasi fisik berhubungan dengan pembatasan gerak yang diharuskan, kehilangan control motorik.
Kriteria hasil :
 Menyatatkan dan menunjukan keinginan berpartisipasi dalam aktivitas
 Menunjukan teknik/perilaku yang memampukan melakukan aktivitas



Intervensi
a. Dukungan mobilisasi ketingkat yang lebih tinggi.
R : gerakan teratur menghilangkan tekanan konsisten diatas tonjolan tulang.
b. Bantu/dorong perawatan diri/kebersihan, seperti mandi.
R : meningkatkan kekuatan otot dan sirkulasi, meningkatkan control pasien dalam situasi dan peningkatan kesehatan lingkungan.
c. Berikan perhatian khusus pada kulit.
R : penelitian menunjukkan bahwa kulit sangat rentan untuk mengalami kerusakan karena konsentrasi berat badan.
d. Dorong dukungan dan bantuan keluarga/orang terdekat pada latihan rentang gerak.
R/memampukan keluarga/orang terdekat untuk aktif dlam perawara pasien dan memberikan terapi lebih konstan/konsisten
e. Dorong partisipasi pasien dalam semua aktivitas sesuai kemapuan individual
R/meningkatkan kemandirian, meningkatkan harga diri,dan membantu proses perbaikan.
3. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pemajanan dasar dekubitus, penekanan respons inflamasi.
Kriteria hasil :
 Mengidentifikasi tindakan untuk mencegah/menurunkan risiko infeksi
 Menunjukan teknik, perubahan pola hidup untuk meningkatkan keamanan lingkungan, meningkatan penyembuhan.
Intervensi
a. Gunakan tehnik yang tepat selama mengganti balutan.
R : teknik yang baik mengurangi masuknya mikroorganisme pathogen kedalam luka.
b. Ukur tanda – tanda vital .
R : peningkatan suhu tubuh, takikardia menunjukkan adanya sepsis.
c. Gunakan sarung tangan steril setiap mengganti balutan.
R : setiap ulkus terkontaminasi oleh mikroorganisme yang berbeda, tindakan ini dapat mencegah infeksi.
d. Cuci dasar luka dengan larutan NaCl 0,9 %.
R : Dapat membuang jaringan yang mati pada permukaan kulit dan mengurangi mikroorganisme.
e. Berikan obat antibiotic sesuai indikasi.
R : antibiotic pilihanpada ulkus dekubitus berguna melawan organisme gram negative dan gram positif.
4. Nyeri berhubungan dengan peradangan di area dekubitus.
Kriteria hasil
 Melaporkan nyeri berkurang/terkontrol
 Menunjukan ekspresi waja yang rileks
Intervensi
a. Kaji tingkat nyeri,catat lokasi,karateristik,durasi,dan skala nyeri (0-10)
R/membantu mengkaji kebutuhan untuk intervensi,dan dapat mengidintifikasikan terjadinya komplikasi
b. Dorong ekspresi perasaan tentang nyeri
R/pernyataan memungkinkan pengungkapan emosi dan dapat meningkatkan mekanisme koping
c. Libatkan pasien dlam penentuan jadwal aktivitas ,pengobatan, pemberian obat.
R/meningkatkan rasa control pasien dan kekuatan mekanisme koping
d. Jelaskan prosedur/berikan informasi seiring dengan tepat.
R/mengetahui apa yang diharapkan memberikan kesempatan pada pasien untuk menyiapkan diri dan meningkatkan rasa kontrol
e. Ubah posisi dengan sering dan rentang gerak pasif dan aktif sesuai indikasi
R/gerakan dan latihan menurunkan kekakuan sendi dan kelelahan otot tetapi tipe latihan tergantung pada lokasi dan luas cedera
f. Dorong penggunaan teknik relaksasi,contoh pedoman imajinasi,visualisasi,aktivitas terapeutik
R/membantu pasien untuk istrahat lebih efektif dan memfokuskan kembali perhatian,dapat meningkatkan kemampuan koping, menurunkan nyeri dan ketidaknyamanan.

D. Evaluasi
Pasien dapat mencegah dan mengidentifikasi factor penyebab luka dekubitus; menunjukkan kemajuan penyembuhan.
1. Pasien mempunyai kulit tanpa eritema dan tidak pucat.
2. Pasien menunjukkan peningkatan berat badan dan massa otot.
3. Kulit tidak akan teritasi akibat pemajanan terhadap fekal atau urine drainage.
4. Pasien dapat mengidentifikasi penyebap nyeri dan cara penangulanganya
5. Menunjukkan hasil pembelajaran yang efektif untuk tujuan pemulangan dan perawatan pasien dirumah.

DAFTAR PUSTAKA


Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Keperawatan : Pedoman Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC.

http://asuhan-keperawatan-patriani.blogspot.com/2008/12/ulcus-dekubitus.html
http://www.trinoval.web.id/2010/04/dekubitus.html
http://www.scribd.com/doc/29487653/ASKEP-DEKUBITUS
http://hidayat2.wordpress.com/2009/07/05/askep-integumen-disorder-dekubitus/

PATHWAY

Askep Endometriosis

ASKEP ENDOMETRIOSIS
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Maternitas
Dosen pengampu : Biyanti Dwi W, S.Kep, Ns.




Disusun oleh
Kelompok I :
1. Nur Hindarsih
2. Mulyani
3. Ali Zubaidi
4. Amri Qisti
5. Ending Susilowati
6. Tupik
7. Tuntiana
8. Suyono

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
CENDIKIA UTAMA KUDUS
2010


BAB I
TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Endometriosis merupakan suatu kondisi yang dicerminkan dengan keberadaan dan pertumbuhan jaringan endometrium di luar uterus. Jaringan endometrium itu bisa tumbuh di ovarium, tuba falopii, ligamen pembentuk uterus, atau bisa juga tumbuh di apendiks, colon, ureter dan pelvis. ( Scott, R James, dkk. 2002. Buku Saku Obstetri dan Gynekologi. Widya Medica: Jakarta )

B. Etiologi
Ada beberapa faktor resiko penyebab terjadinya endometriosis, antara lain:
1. Wanita usia produktif ( 15 – 44 tahun )
2. Wanita yang memiliki siklus menstruasi yang pendek (<27 hari)
3. Menstruasi yang lama (>7 hari)
4. Spotting sebelum menstruasi
5. Peningkatan jumlah estrogen dalam darah
6. Keturunan : memiliki ibu yang menderita penyakit yang sama.
7. Memiliki saudara kembar yang menderita endometriosis
8. Terpapar Toksin dari lingkungan
Biasanya toksin yang berasal dari pestisida, pengolahan kayu dan produk kertas, pembakaran sampah medis dan sampah-sampah perkotaan. (Scott, R James, dkk. 2002. Buku Saku Obstetri dan Gynekologi. Widya Medica:Jakarta.)

C. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala endometriosis antara lain :
1. Nyeri :
a. Dismenore sekunder
b. Dismenore primer yang buruk
c. Dispareunia
Nyeri ovulasi
d. Nyeri pelvis terasa berat dan nyeri menyebar ke dalam paha, dan nyeri pada bagian abdomen bawah selama siklus menstruasi.
e. Nyeri akibat latihan fisik atau selama dan setelah hubungan seksual
f. Nyeri pada saat pemeriksaan dalam oleh dokter
2. Perdarahan abnormal
a. Hipermenorea
b. Menoragia
c. Spotting sebelum menstruasi
d. Darah menstruasi yang bewarna gelap yang keluar sebelum menstruasi atau di akhir menstruasi
3. Keluhan buang air besar dan buang air kecil
a. Nyeri sebelum, pada saat dan sesudah buang air besar
b. Darah pada feces
c. Diare, konstipasi dan kolik
(Scott, R James, dkk. 2002. Buku Saku Obstetri dan Gynekologi. Widya Medica : Jakarta)

D. Patofisiologi
Endometriosis dipengaruhi oleh faktor genetik. Wanita yang memiliki ibu atau saudara perempuan yang menderita endometriosis memiliki resiko lebih besar terkena penyakit ini juga. Hal ini disebabkan adanya gen abnormal yang diturunkan dalam tubuh wanita tersebut.
Gangguan menstruasi seperti hipermenorea dan menoragia dapat mempengaruhi sistem hormonal tubuh. Tubuh akan memberikan respon berupa gangguan sekresi estrogen dan progesteron yang menyebabkan gangguan pertumbuhan sel endometrium. Sama halnya dengan pertumbuhan sel endometrium biasa, sel-sel endometriosis ini akan tumbuh seiring dengan peningkatan kadar estrogen dan progesteron dalam tubuh.
Faktor penyebab lain berupa toksik dari sampah-sampah perkotaan menyebabkan mikroorganisme masuk ke dalam tubuh. Mikroorganisme tersebut akan menghasilkan makrofag yang menyebabkan resepon imun menurun yang menyebabkan faktor pertumbuhan sel-sel abnormal meningkat seiring dengan peningkatan perkembangbiakan sel abnormal.
Jaringan endometirum yang tumbuh di luar uterus, terdiri dari fragmen endometrial. Fragmen endometrial tersebut dilemparkan dari infundibulum tuba falopii menuju ke ovarium yang akan menjadi tempat tumbuhnya. Oleh karena itu, ovarium merupakan bagian pertama dalam rongga pelvis yang dikenai endometriosis.
Sel endometrial ini dapat memasuki peredaran darah dan limpa, sehingga sel endomatrial ini memiliki kesempatan untuk mengikuti aliran regional tubuh dan menuju ke bagian tubuh lainnya.
Dimanapun lokasi terdapatnya, endometrial ekstrauterine ini dapat dipengaruhi siklus endokrin normal. Karena dipengaruhi oleh siklus endokrin, maka pada saat estrogen dan progesteron meningkat, jaringan endometrial ini juga mengalami perkembangbiakan. Pada saat terjadi perubahan kadar estrogen dan progesteron lebih rendah atau berkurang, jaringan endometrial ini akan menjadi nekrosis dan terjadi perdarahan di daerah pelvic.
Perdarahan di daerah pelvis ini disebabkan karena iritasi peritonium dan menyebabkan nyeri saat menstruasi (dysmenorea). Setelah perdarahan, penggumpalan darah di pelvis akan menyebabkan adhesi/perlekatan di dinding dan permukaan pelvis. Hal ini menyebabkan nyeri, tidak hanya di pelvis tapi juga nyeri pada daerah permukaan yang terkait, nyeri saat latihan, defekasi, BAK dan saat melakukan hubungan seks.
Adhesi juga dapat terjadi di sekitar uterus dan tuba fallopii. Adhesi di uterus menyebabkan uterus mengalami retroversi, sedangkan adhesi di tuba fallopii menyebabkan gerakan spontan ujung-ujung fimbriae untuk membawa ovum ke uterus menjadi terhambat. Hal-hal inilah yang menyebabkan terjadinya infertil pada endometriosis.
(Scott, R James, dkk. 2002. Buku Saku Obstetri dan Gynekologi. Widya Medica: Jakarta Spero f, Leon. 2005) dan (Clinical Gynecologic Endocrinology and Infertility. Lippincot Williams & Wilkins : Philadelphia. )

E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang dilakukan untuk membuktikan adanya endometirosis ini antara lain:
1. Uji serum
a. CA-125
Sensitifitas atau spesifisitas berkurang
b. Protein plasenta 14
Mungkin meningkat pada endometriosis yang mengalami infiltrasi dalam, namun nilai klinis tidak diperlihatkan.
c. Antibodi endometrial
Sensitifitas dan spesifisitas berkurang
2. Teknik pencitraan
a. Ultrasound
Dapat membantu dalam mengidentifikasi endometrioma dengan sensitifitas 11%
b. MRI
90% sensitif dan 98% spesifik
c. Pembedahan
Melalui laparoskopi dan eksisi.
(Scott, R James, dkk. 2002. Buku Saku Obstetri dan Gynekologi. Widya Medica: Jakarta )

F. Diagnosis
Diagnosis biasanya dibuat atas dasar anamnesis dan pemeriksaan fisik, dipastikan dengan pemeriksaan laparoskopi. Kuldoskopi kurang bermanfaat terutama jika kavum douglasi ikut serta dalam endometriosis. Pada endometriosis yang ditemukan pada lokasi seperti forniks vaginae posterior, perineum, parut laparotomi dan sebagainya, biopsi dapat memberi kepastian mengenai diagnosis. Pemeriksaan laboratorium pada endometriosis tidak memberi tanda yang khas, hanya apabila ada darah dalam tinja atau air kencing pada waktu haid dapat menjadi petunjuk tentang adanya endometriosis pada rektosigmoid atau kandung kencing. Sigmoidoskopi dan sistoskopi dapat memperlihatkan tempat perdarahan waktu haid. Pembuatan foto rontgen dengan memasukkan barium dalam kolom dapat memberi gambaran dengan filling defect pada rektosigmoid dengan batas – batas yang jelas dan mukosa yang utuh. Laparoskopi merupakan pemeriksaan yang sangat berguna untuk membedakan endometriosis dari kelainan – kelainan di pelvis.
G. Terapi
Terapi yang dilakukan ditujukan untuk membuang sebanyak mungkin jaringan endometriosis, antara lain:
1. Pengobatan Hormonal
Pengobatan hormaonal dimaksudkan untuk menghentikan ovulasi, sehingga jaringan endometriosis akan mengalami regresi dan mati. Obat-obatan ini bersifat pseudo-pregnansi atau pseudo-menopause, yang digunakan adalah :
 Derivat testosteron, seperti danazol, dimetriose
 Progestrogen seperti provera, primolut
 GnRH
Pil kontrasepsi kombinasi
 Namun pengobatan ini juga mempunyai beberapa efek samping
2. Pembedahan
Bisa dilakukan secara laparoscopi atau laparotomi, tergantung luasnya invasi endometriosis.
(Scott, R James, dkk. 2002. Buku Saku Obstetri dan Gynekologi. Widya Medica: Jakarta)



H. Pencegahan
Meigs berpendapat bahwa kehamilan adalah cara pencegahan yang paling baik untuk endometriosis. Gejala – gejala endometriosis memang berkurang atau hilang pada waktu dan sesudah kehamilan karena regresi endometrium dalam sarang – sarang endometriosis. Oleh sebab itu hendaknya perkawinan diusahakan supaya mendapat anak – anak yang diinginkan dalam waktu yang tidak terlalu lama. Sikap demikian itu tidak hanya merupakan profilaksis yang baik terhadap endometriosis, melainkan menghindari terjadinya infertilitas sesudah endometriosis. Selain itu jangan melakukan pemeriksaan yang kasar atau melakukan kerokan pada waktu haid, oleh karena hal itu dapat menyebabkan mengalirnya darah haid dari uterus ke tuba dan ke rongga panggul.



BAB II
PROSES ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN ENDOMETRITIS

A. Pengkajian
1. Riwayat Kesehatan Dahulu
Pernah terpapar agen toksin berupa pestisida, atau pernah ke daaerah pengolahan katu dan produksi kertas, serta terkena limbah pembakaran sampah medis dan sampah perkotaan.
2. Riwayat kesehatan sekarang
 Dysmenore primer ataupun sekunder
 Nyeri saat latihan fisi
 Dispareun
 Nyeri ovulasi
 Nyeri pelvis terasa berat dan nyeri menyebar ke dalam paha, dan nyeri pada bagian abdomen bawah selama siklus menstruasi.
 Nyeri akibat latihan fisik atau selama dan setelah hubungan seksual
 Nyeri pada saat pemeriksaan dalam oleh dokter
 Hipermenorea
 Menoragia
 Feces berdarah
 Nyeri sebelum, sesudah dan saat defekasi.
 Konstipasi, diare, kolik
3. Riwayat kesehatan keluarga
Memiliki ibu atau saudara perempuan (terutama saudara kembar) yang menderita endometriosis.
4. Riwayat obstetri dan menstruasi
Mengalami hipermenorea, menoragia, siklus menstruasi pendek, darah menstruasi yang bewarna gelap yang keluar sebelum menstruasi atau di akhir menstruasi.

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul :
1. Gangguan rasa nyaman: nyeri b.d gangguan menstruasi, proses penjalaran penyakit.
2. Resiko gangguan harga diri b.d infertilitas
3. Resiko tinggi koping individu / keluarga tidak efektif b.d efek fisiologis dan emosional gangguan, kurang pengetahuan mengenai penyebab penyakit.
4. Resiko tinggi gangguan citra tubuh b.d gangguan menstruasi
(Bobak. 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. EGC : Jakarta)

C. Intervensi Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman: nyeri b.d gangguan menstruasi, proses penjalaran penyakit.
Tujuan: setelah diberikan asuhan keperawatan selama …..x 24 jam nyeri klien akan berkurang.
Kriteria evaluasi: klien mengatakan nyeri berkurang, klien tidak memegang punggung, kepala atau daerah lainnya yang sakit, keringat berkurang.
Intervensi ;
a. Pantau/ catat karakteristik nyeri ( respon verbal, non verbal, dan respon hemodinamik) klien.
R/ untuk mendapatkan indicator nyeri.
b. Kaji lokasi nyeri dengan memantau lokasi yang ditunjuk oleh klien.
R/untuk mendapatkan sumber nyeri.
c. Kaji intensitas nyeri dengan menggunakan skala 0-10.
R/ nyeri merupakan pengalaman subyektif klien dan metode skala merupakan metodeh yang mudah serta terpercaya untuk menentukan intensitas nyeri.
d. Tunjukan sikap penerimaan respon nyeri klien dan akui nyeri yang klien rasakan.
R/ ketidakpercayaan orang lain membuat klien tidak toleransi terhadap nyeri sehingga klien merasakan nyeri semakin meningkat.
e. Jelaskan penyebab nyeri klien.
R/dengan mengetahui penyebab nyeri klien dapat bertoleransi terhadap nyeri.
f. Bantu untuk melakukan tindakan relaksasi, distraksi, massage.
R/ memodifikasi reaksi fisik dan psikis terhadap nyeri.
g. Berikan pujian untuk kesabaran klien.
R/meningkatkan motivasi klien dalam mengatasi nyeri.
h. Kolaborasi pemberian analgetik ( ibuprofen, naproksen, ponstan) dan Midol.
R/ analgetik tersebut bekerja menghambat sintesa prostaglandin dan midol sebagai relaksan uterus.
2. Resiko gangguan harga diri berhubungan dengan infertile pada endometriosis
a) Berikan motivasi kepada pasien
R/; meningkatkan harga diri klien dan merasa di perhatikan.
b) Bina hubungan saling percaya
R /: hubungan saling percaya memungkinkan klien terbuka pada perawat dan sebagai dasar untuk intervensi selanjutnya.
c) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang di miliki
R /: mengidentifikasi hal – hal positif yang masih di miliki klien.
3. Resiko gangguan citra tubuh berhubungan dengan gangguan menstruasi
Tujuan: setelah diberikan asuhan keperawatan …..x 24 citra diri klien akan meningkat.
Kriteria evaluasi: klien mengatakan tidak malu, merasa berguna, penampilan klien rapi, menerima apa yang sedang terjadi.
a. Bina hubungan saling percaya dengan klien.
R/klien dengan mudah mengungkapkan masalahnya hanya kepada orang yang dipercayainya.
b. Dorong klien untuk mengekspresikan perasaan, pikiran, dan pandangan tentang dirinya.
R/meningkatkan kewaspadaan diri klien dan membantu perawat dalam membuat penyelesaian.
c. Diskusikan dengan system pendukung klien tentang perlunya menyampaikan nilai dan arti klien bagi mereka.
R/ penyampaian arti dan nilai klien dari system pendukung membuat klien merasa diterima.
d. Gali kekuatan dan sumber-sumber yang ada pada klien dan dukung kekuatan tersebut sebagai aspek positif.
R/ mengidentifikasi kekuatan klien dapat membantu klien berfokus pada karakteristik positif yang mendukung keseluruhan konsep diri.
e. Libatkan klien pada setiap kegiatan di kelompok
R/ Memungkinkan menerima stimulus social dan intelektual yang dapat meningkatkan konsep diri klien.
f. Informasikan dan diskusikan dengan jujur dan terbuka tentang pilihan penanganan gangguan menstruasi seperti ke klinik kewanitaan, dokter ahli kebidanan.
R/ Jujur dan terbuka dapat mengontrol perasaan klien dan informasi yang diberikan dapat membuat klien mencari penanganan terhadap masalah yang dihadapinya.


DAFTAR PUSTAKA


Bobak. Lowdermik. Jensen. 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta : EGC.

Doenges, Marilynn.E.2001.Rencana Keperawatan. Jakarta: EGC.


Scott, R James, dkk. 2002. Buku Saku Obstetri dan Gynekologi. Widya Medica: Jakarta.

Winkjosastro, Hanifa. 1999. Ilmu Kandungan. Jakarta : EGC.

http://asuhan-keperawatan-patriani.blogspot.com/2008/12/ulcus-endometriosis .html


PATHWAY

Sabtu, 28 Agustus 2010

Askep Perawatan Luka Selulitis

BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Penyembuhan luka yang terbaik adalah dengan membuat lingkungan luka tetap kering (Potter.P.1998 ), Perkembangan perawatan luka sejak tahun 1940. Hingga tahun 1970. Tiga peneliti telah memulai tentang perawatan luka. Hasilnya menunjukkan bahwa lingkungan yang lembab lebih baik dari pada lingkungan kering, Winter (1962 ) mengatakan bahwa laju epitelisasi luka yang ditutup polyetylen dua kali lebih cepat dari pada luka yang dibiarkan kering. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa migrasi epidermal pada luka superficial lebih cepat pada suasana lembab dari pada kering, dan ini merangsang perkembangan balutan luka modern ( Potter.P.1998 ). Perawatan luka lembab tidak meningkatkan infeksi, pada kenyataan tingkat infeksi pada semua jenis balutan lembab adalah 2,5% lebih baik dibandingkan 9% pada balutan kering (Thompson,J.2000). Rowel (1970) menunjukkan bahwa lingkungan lembab meningkatkan migrasi sel epitel ke pusat luka dan melapisinya sehingga luka lebih cepat sembuh, konsep penyembuhan luka dengan tehnik lembab ini merubah pelaksanaan luka dan memberikan rangsangan perkembangan balutan lengkap ( Potter.P.1998 ).
Penggantian balutan dilakukan sesuai kebutuhan, tidak hanya berdasarkan kebiasaan, melainkan disesuaikan terlebih dahulu dengan tipe dan jenis luka, penggunaan antiseptic hanya untuk yang memerlukan saja karena efek toksinnya terhadap sel sehat, untuk membersihkan luka hanya memakai normal saline (Dewi,1999 ). Citoxic agent seperti povidine iodine,asam asetat, seharusnya tidak secara sering digunakan untuk membersihkan luka Karena dapat menghambat penyumbatan dan mencegah recepitelisasi luka dengan sedikit debris dipermukaannya dapat dibersihkan dengan kassa yang dibasahi dengan NaCI dan tidak terlalu banyak manipulasi gerakan (Walker.D.1996 ).
Tepi luka seharusnya bersih,berdekatan dengan lapisan sepanjang tepi luka, tepi luka ditandai dengan kemerahan dan sedikit bengkak dan hilang kira-kira 1minggu, kulit menjadi tertutup hingga normal dan tepi luka menyatu.

B.TUJUAN
Perawatan luka yaitu Suatu penanganan luka yang terdiri dari membersihkan luka, menutup dan membalut luka sehingga dapat membantu proses penyembuhan luka.
1) Menjaga luka dari trauma
2) Imbolisasi luka
3) Mencegah perdarahan dan infeksi
4) Mencegah kontaminasi dengan kuman
5) Mengabsorbsi drainase
6) Meningkatkan kenyamanan fisik dan psikologis










BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
 Perawatan luka yaitu Suatu penanganan luka yang terdiri dari membersihkan luka, menutup dan membalut luka sehingga dapat membantu proses penyembuhan luka (Hidayat A.A.A dan Uliyah.2005 )
 Luka adalah suatu gangguan dari kondisi normal pada kulit(taylor,1997). Luka adalah kerusakan kontiyuitas kulit. Mukosa dan tulang atau organ tubuh lain(koizer,1995).

B. Tujuan
1. Menjaga luka dari trauma
2. Immobilisasi luka
3. Mencegah perdarahan dan infeksi
4. Mencegah kontaminasi oleh kuman
5. Mengabsorbsi drainase
6. Meningkatkan kenyamanan fisik dan psikologis

C. Indikasi perawatan luka
1. Balutan kotor dan basah akibat eksternal
2. Ada rembesan eksudat
3. Ingin mengkaji keadaan luka
4. Dengan frekuensi tertentu untuk mempercepat debridement jaringan nekrotik
D. Merawat luka terdiri dari :
1. Mengganti balutan kering
2. Mengganti balutan basah ke kering
3. Irigasi luka
4. Perawatan dekubitus (luka kotor)
1. Mengganti Balutan Kering (Luka jahit Post operasi)
Tujuan : Balutan kering melindungi luka dengan drainase minimal terhadap kontaminasi mikroorganisme.
Indikasi : Untuk luka bersih tak terkontaminasi dan luka steril
Persiapan Alat :
1. Set balutan steril dalam bak instrument kecil
• Sarung tangan steril
• Pinset 3 ( 2 anatomis,1 sirugis)
• Gunting ( Menyesuaikan kondisi luka)
• Balutan kasa dan kasa steril
• Kom untuk larutan antiseptic atau larutan pembersih
• Salep antiseptic
• Depress
• Lidi waten
2. Larutan pembersih yang diresepkan oleh dokter
3. Gunting perban
4. Larutan garam faal atau air
5. Sarung tangan sekali pakai
6. Plester, pengikat atau balutan sesuai kebutuhan
7. Bengkok 2 berisi lisol dan kosong ( kantung sampah)
8. Selimut mandi
9. Perlak pengalas
10. Alat pengukur luka
Prosedur Pelaksanaan
1. Jelaskan prosedur pada klien dengan menggambarkan langkah-langkah perawatan luka
2. Susun semua peralatan yang diperlukan dimeja dekat tempat tidur pasien ( jangan membuka peralatan)
3. Ambil kantung sekali pakai dan buat lipatan diatasnya, letakkan kantung dalam jangkauan area kerja atau dekatkan bengkok didekat pasien
4. Tutup ruangan dan tirai disekitar tepat tidur, tutup semua jendela yang terbuka
5. Bantu klien pada posisi nyaman dan selimut pasien hanya untuk memaparkan tempat luka. Intruksikan pasien untuk tidak menyentuh area luka atau peralatan steril
6. Cuci tangan
7. Pasang perlak pengalas
8. Gunakan sarung tangan bersih sekali pakai dan lepaskan plester, ikatan atau balutan dengan pinset
9. Lepaskan plester dengan melepaskan ujung dan menariknya dengan perlahan sejajar pada kulit dan mengarah pada balutan ( bila masih terdapat plester pada kulit,ini dapat dibersihkan dengan aseton atau bensin)
10. Dengan sarung tangan atau pinset angkat balutan pertahankan permukaan kotor jauh dari penglihatan pasien
11. Bila balutan lengket pada luka, lepaskan dengan memberikan larutan steril atau Nacl
12. Observasi karakter dan jumlah drainase pada balutan
13. Buang balutan kotor pada bengkok, lepaskan sarung tangan dengan menarik bagian dalam keluar, buang ditempat yang tepat( Bengkok lisol)
14. Buka bak instrument balutan steril atau secara individual tertutup bahan steril. Tempatkan pada meja disamping pasien balutan, gunting dan pinset harus tetap pada bak instrument steril atau dapat ditempatkan pada penutup steril yang terbuka digunakan sebagai area steril atau diatas kasa steril
15. Bila penutup atau kemasan kasa steril menjadi basah akibat larutan antiseptic ulangi persiapan bahan
16. Kenakan sarung tangan steril
17. Inspeksi luka, perhatikan kodisinya,letak drain, integritas jahitan atau penutupan kulit dan karakter drainase( palpasi luka bila perlu dengan bagian tangan non dominan yang tidak akan menyentuh bahan steril)
18. Bersihkan luka dengan larutan antiseptic yang diresepkan atau larutan garam fisiologis. Pegang kasa yang dibasahi dalam larutan dengan pinset, gunakan satu kasa untuk setiap kali usapan bersihkan dari area yang kurang terkontaminasi, gerakan dalam tekanan progresif menjauh dari insisi atau tepi luka.
19. Gunakan kasa baru untuk mengeringkan luka atau insisi, usap dengan cara seperti pada langkah 18
20. Berikan salep antiseptic bila dipesankan gunakan teknik seperti langkah pada pembersihan, jangan di oleskan ditempat drainase
21. Pasang kasa steril kering pada insisi atau letak luka
a) Pasang satu kasa setiap kali
b) Pasang kasa sebagai lapisan kontak
c) Bila terpasang drain,ambil gunting dan potong kasa kotak untuk dipasangkan disekitarnya.
d) Pasang kasa lapisan kedua sebagai lapisan absorben.
22. Gunakan plester diatas balutan,amankan dengan ikatan atau balutan
23. Lepaskan sarung tangan dan buang pada tempat yang telah disediakan
24. Buang semua bahan dan bantu klien kembali pada posisi nyaman
25. Cuci tangan
26. Dokumentasikan penggantian balutan, termasuk pernyataan respon klien, observasi luka, balutan dan drainase.



Hal yang perlu diperhatikan:
Saat mlepaskan atau memasang balutan,perhatikan untuk tidak mengubah posisi atau menarik drain
Bila lika kering atau utuh, penyembuhan mungkin optimal dengan pemaparannya atau menarik drain
Alat pelindng mata harus dipakai bila terdapat resiko kontaminasi okuler, seperti cipratan dari luka
Penyuluhan klien
Klien sering pulang dengan balutan yang mongering.klien atau keluarganya,diintruksikan tentang teknik mencuci tangan, pembersihan luka, dan pembuangan balutan kotor yang tepat. Tindakan ini memerlukan teknik steril.
Pertimbangan pediatri
Bila balutan memeng benar-benar diperlukan pada bayi atau anak kecil. Perawat harus memasukkan aktivitas bermain didalam rencana perawatannya sehingga kesempatan anan untuk melepaskan balutan akan minimal.
Pertimbangan giatri
Kulit klien lansia normalnya tidak elastic dan tipis. Oleh karenanya lakukan perawatan kusus, ketika melepaskan plaster.
2. Mengganti balutan basah ke kering
Pengertian:balutan basah kering adalah tindakan pilihan untuk luka yang memerlukan debridemen
Indikasi:
Luka bersih terkontaminasi dan luka luka infeksi yang memerlukan debridemen
Tujuan :
 Membersihkan luka terinfeksi dan nekrotin
 Mengabsorbsi semua eksudat dan debris luka
 Membantu menarikkelembaban dari luka kedalam balutan
Persiapan alat-alat:
- Set balutan steril krdalam bak instrument steril.
 Sarung tangan streril
 Gunting dan pinset stril(2 anatomis dan 1 sirugis)
 Depres
 Lidi waten
 Balutan kasa dan kasa steril
 Kom untuk larutan antiseptic atau pembersih
 Salep antiseptic(tidak menjadi keharusan)
- Larutan pembersih yang diresepkan oleh dokter
- Normal salin
- Sarung tangan sekali pakai
- Plester, pengikat atau perban sesui kebutuhan
- Kantung tanah air untuk sampah atau 2 bengkok ( 1 berisi lisol, 1 kosong )
- Selimut mandi
- Aseton atau bensin ( tidak menjadi keharusan)
- Perlak pengalas
- Gunting perban
Prosedur pelaksanaan:
1) Jelaskan prosedur pada klien dengan menggambarkan langkah-langkah perawatan luka
2) Susun semua perawatan yang diperlukan dimeja dekat tempat tidur(jangan membuka peralatan)
3) Ambil kantung sekali pakai dan buat lipatan diatasnya.letakkan kantung dalam jangkauan area kerja anda / letakkan bengkok didekat pasien
4) Tutup ruangan atau disekitar tempat tidur.tutup semua jendela yang terbuka
5) Bantu klien pada posisi nyaman dan selimut mandi pasien yang hanya untuk memeparkan tempat luka. Intrusikan pasien untuk tidur menyentuh area luka atau peralatan sterill
6) Cuci tangan secara menyeluruh
7) Letakkan bantalan tanah air dibawah klien / perlak pengalas
8) Kenakan sarung tangan bersih sekali pakai dan lepaskan plester,ikatan atau perban
9) Lepaskan plaster dengan melepaskan ujungnya dan menarik secara perlahan,sejajar dengan kulit kearah balutan.
10) Dengan tangan yang telah menggunakan sarung tangan atau pinset,angkat balutan, permukaan bawah balutan yang kotor jauhkan dari penglihatan klien
11) Bila balutan merekat pada jaringan dibawahnya, jangan dibasahi. Perlahan bebaskan balutan dari eksudat yang mongering. Ingatkan klien tentang penarikan dan ketidak kenyamanan
12) Observasi karakter dan jumlah drainase pada balutan
13) Buang balutan kotor pada wadah yang telah disediakan,hindari kontaminasi permukaan luar wadah.lepaskan sarung tangan sekali pakai dengan menarik bagian dalam keluar. Buang pada tempat yang telah disediakan
14) Siapkan peralatan balutan steril. Tuangkan larutan yang diresepkan kedalam kom steril dan tambahkan kasa berlubang kecil
15) Kenakan sarung tangan
16) Inspeksi luka. Perhatikanlah kondisinya,letak drain,integritas jahitan atau penutupan kulit dan karakteristik drainase
17) Bersihkan luka dengan larutan antiseptic atau larutan normal sain. Pegang kasa yang telah dibasahi dengan larutan menggunakan pinset. Gunakan satu kasa untuk setiap tekanan pembersihan. Bersihkan dari area yang kurang terkontaminasi keaarea yang paling terkontaminasi. Bergerak dalam tekanan progesif menjauh dari garis insisi ataupun tepi luka.
18) Pasang kasa yang basah tepat pada permukaan luka. Bila luka dalam dengan perlahan buat kasa seperti kemasan dengan menekuk tepi kasa dengan pinset. Secara perlahan masukkan kasa kedalam luka sehingga semua permukaan luka kontak dengan kasa basah.
19) Pasang kasa steril kering diatas kasa basah
20) Tutup dengan kasa,pasang plaster diatas bantalan atau amankan dengan perban ataupengikat
21) Bantu klien pada posisi nyaman
22) Cuci tangan
23) Catat pada catatan perawatan dari observasi luka, balutan,drainase, dan respon klien
Hal yang perlu diperhatikan oleh perawat:
Pengangkatan balutan dan pemasangan kembali balutan basah kering yang baru dapat menyebabkan klien merasa nyeri
Perawat harus memberikan analgesik dan waktu penggantian balutan sesuai dengan puncak efek obat
Pelindung mata harus digunakan bila terdapat resiko adanya kontaminasi okuter. Seperti percikan dari luka
Penyuluhan klien
Klien biasanya tidak dipulangkan kerumah semsentara masih diperlukan penggantian bahan balutan basah kering. Klien dapat diajarkan tentang perawatan luka untuk mengantisipasi penggunaan balutan bawah kering.

o Perkembangan pediatri
Ada baiknya untuk menguatkan balutan basah kering dengan gulungn kasa untuk mencegah lepas secara tidak sengaja oleh anak usia bermain yang efektif. Kapan mungkin kuatkan balutan tetapi tidak mengika anak.
o Pertimbangan geriatri
Kulit klien lensa normalnya tipis dan tidak elastic. Gunakan perawatan khusus, dalam melepaskan plaster.

3. IRIGASI LUKA
- Pengertian
Suatu tindakan pembersihan secara mekanis dengan larutan isotonik atau pengakuan fisik terhadap jaringan debris.
- Tujuan
• Menghilangkan eksudan dan debris,benda asing dari luka yang lambat sembuh
• Memberikan pada daerah luka yang sakit
• Untuk meningkatkan penyembuhan atau memudahkan pengolesan obat luka
- Peralatan
• Bak instrument steril berisi: pinset 2, kasa steril, gunting, lidi waten.
• Larutan irigasi (200 – 500 ml sesuai pesanan ) dihangatkan pada suhu tubuh ( 37 – 40 C)
• Spuit irigasi steril ( kateter karet merah steril sebagai penghubung untuk luka dalam lubang kecil )
• Kom balutan steril dan peralatan untuk mengganti balutan
• Perlak pengalas
• Jelly dan spatel lidah
• Bengkok
• Sarung tangan steril dan bersih

- Prosedur pelaksanaan
1. Jelaskan prosedur pada klien. Gambarkan sensasi yang akan dirasakan selama irigasi.
2. Susun peralatan disamping tempat tidur
3. Posisikan klien sehingga larutan irigasi akan mengalir dari bagian atas tepi luka kebagian dalam kom yang diletakkan dibawah luka.
4. Letakkan perlak pengalas dibawah luka pasien.
5. Cuci tangan
6. Kenakan sarung tangan bersih sekali pakai dan lepaskan plester, ikatan atau perban
7. Lepaskan plester dengan melepas ujungnya dan menariknya perlahan, sejajar dengan kulit dan kearah balutan
8. Dengan tangan yang telah menggunakan sarung tangan atau pinset, angkat balutan, pertahankan bagian bawah yang kotor jauh dari penglihatan klien. Lepaskan satu demi satu balutan
9. Bila balutan lengket ke luka, lepaskan dengan meneteskan normal salin steril
10. Obstervasi kateter dan jumlah drainase aa bautan
11. Buang balutan kotor pa dah yang telah dsaan, indar ominasi engan permukaan luar waa. Lepaskan sarung tangan dengan menarik bagian dalam keluar. Buang ditempat yang disediakan
12. Siapkan peralatan steril. Buka kom dan tuangkan larutan. Buka spuit dan siapkan bak instrument. Pakai sarung tangan steril
13. Letakkan bengkok bersih menempel kulit pasien dibawah insisi atau letak luka
14. Hisap larutan kedalam spuit. Saat memegang ujung spuit
15. Lanjutkan irigasi sampai larutan jernih yang mengalir kedalam bengkok
16. Dengan kasa steril. Keringkan tepi lka, bersihkan dari yang terkontaminasi sampai ke area yang terkontaminasi. Bergerak dengan progersif menekan dari garis insisi atau tepi luka
17. Pasang balutan steril
18. Bantu klien untuk posisi yang nyaman
19. Bereskan peralatan dan cuci tangan
20. Catat pada catatan perawat volume dan tipe larutan, karakteristik drainase, penampilan luka, dan respon klien
- Hal yang diperhatikan perawat
a) Bila terpasang drain, lepaskan lapisan balutan satu persatu sehingga tidak terjadi penarikan drain tidak disengaja
b) Jangan paksa menyemprotkan irigan kedalam luka yang tidak tampak
c) Pelindung mata harus dipakai bila terdapat resiko kontaminasi okuler
- Penyuluhan klien
Klien biasanya tidak dipulangkan kerumah bila masih diperlukan irigasi. Namun demikian, instruksikan klien tentang prosedur irigasi luka sehingga ia dapat memantau kemajuan penyembuhannya. Selain itu, instruksikan dini membantu klien dan keluarganya menyiapkan kepulangan dan keperawatan rumah yang diperlukan .



4. PERAWATAN LUKA KOTOR ( DECUBITUS)
Perawatan pada luka kotorterjadi karena tekananterus menerus pada bagian tubuh tertentu sehingga sirkuylasi darah kedaerah tersebut terganggu.
a. Tujuan
- Mempercepat penyembuhan luka
- Mencegah meluasnya infeksi
- Mengurangi gangguan rasa nyaman bagi pasien maupun orang lain
b. Peralatan
Alat steril :
- Pinset anatomis
- Pinset sirugis
- Gunting luka ( lurus dan bengkok )
- Kapas lidi
- Kasa steril
- Kasa penekan ( deppers )
- Sarung tangan ( handscoon )
- Mangkok atau kom kecil 2
Alat tidak steril :
- Gunting pembalut
- Plester
- Bengkok atau kantung plastic
- Pembalut
- Alcohol 70%
- Betadine 2%
- Obat antiseptic atau desinfektan
- NaCl 0,9%
c. Prosedur Pelaksana
1. Jelaskan prosedur perawatan pada pasien
2. Tempatkan alat yang sesuai
3. Cuci tangan dan gunakan sarung tangan ( mengurangi transmisi pathogen yang berasal dari darah ). Sarung tangan digunakan saat memegang bahan berair dari cairan tubuh.
4. Buka pembalut dan buang pada tempatnya dan pinset kotor tempatkan pada bengkok dengan larutan desinfektan
5. Bersihkan luka dengan NaCl 0,9% dan keringkan
6. Olesi luka dengan betadine 2% ( Sesuai advis dari doctor )dan tutup luka dengan kasa steril
7. Plester verban atau kasa
8. Rapikan pasien
9. Alat bereskan dan cuci tangan
10. Catat kondisi dan perkembangan luka
d. Hal-hal yang perlu diperhatikan
1. Cermat dalam menjaga kesterilan
2. Peka terhadap privasi pasien
3. Saat melepas atau memasang balutan, perhatikan tidak merubah posisi drain atau menarik luka
4. Alat pelindung mata harus dipakai bila terdapat resiko kontaminasi okuler seperti cipratan mata
Komplikasi penyembuhan luka
1. Infeksi
Infeksi bakteri pada luka dapat tejadi pada saat trauma, selama pembedahan atau setelah pembedahan. Gejala dari infeksi sering muncul dalam dua sampai empat hari setelah pembedahan. Gejalanya berupa infeksi termasuk adanya purulent. Peningkatan suhu dan peningkatan jumlah sel darah putih.
2. Perdarahan
Perdarahan dapat menyebabkan suatu pelapisan jahitan, membeku pada garis jahitan, infeksi atau erosi dari pembuluh darah oleh benda asing (seperti drain ). Hipovolomia mungkin tidak cepat ada tanda, sehingga balutan dan luka dibawah balutan jika mungkin harus sering dilihat selama 24jam pertama setelah pembedahann dan tiap 8jam setelah itu, jika perdarahan berlebih terjadi penambahan tekanan balutan luka steril mungkin diperlihatkan.
3. Dehiscence dan Efiserasi
Adalah komplikasi operasi yang paling serius. Dehiscence adalah terbekunya lapisan luka partial atau total. Efiserasi adalah keluarnya pembuluh melalui daerah irisan, sejumlah factor meliputi: kegemukan, kurang nutrisi, multlriple trauma, gagal untuk menyatu, batuk yang berlebihan, muntah dan dehidrasi, mempertinggi resiko klien mengalami dehiscence luka. Dehiscence luka dapat terjadi empat sampai lima hari setelah operasi sebelum kollagen meluas didaerah luka. Ketika dehiscence dan efiserasi terjadi luka harus segera ditutup dengan balutan steril yang lebar, kompres dengan normal saline, klien disiapkan untuk segera dilakukan insisi pada daerah luka.

PROSES PENYEMBUHAN LUKA
1. FASE INFLAMATORI (INFLAMSI)
Tahap inflamasi (peradangan) merupakan reaksi tubuh terhadap luka dan mulai dalam menit berakhir sekitar 3 hari. Proses perbaikan meliputi control of bleeding (hemostasis),mengirim darah dan sel pada aerea luka peradangan dan membentuk sel epitel pada wilayah luka atau epitilisasi. selama hemostasis,pembuluh darah yang terluka vasoconstriksi dan platelet bergabung utuk menghentikan perdarahan. Clots membentuk fibrin yang nantinya sebagai tempat untuk perbaikan sel. Jaringan yang rusak dan sel menyekresi histamine mengakibatkan vasodilatasi kapiler sekitar dan eksudasi serum dan sel darah putih kedalam jaringan yang rusak. Hal ini mengakibatkan kemerahan,edema, panas dan berdenyut disekitar. Respon peradanganmerupakan suatu keuntungan dan tidak ada arti jika kita berusaha untuk mendinginkan daerah tersebut atau mengurangi peradangan kecuali peradangan yang terjadi dalam lingkup yang tertutup (seperti pergelangan kaki atau leher)
Leukosit tiba dijaringan yang terluka dalam beberapa jam. Leukosit yang bertindak pertama kali yaitu neutrofil,yang mulai menghancurkan atau mematikan bakteri dan debris kecil. Neutrifil mati dalam beberapa hari dan meninggalkan enzim eksudat yang menyerang bakteri atau membantu dalam perbaikan jaringan. Pada peradangan yang kronik, neutrofil yang mati menghasilkan pus atau nanah. Leukosit yang ke-2 yaitu monosit yang berubah menjadi makrofag.makrofag merupakan pemakan sel yang membersihkan luka dari bakteri, sel yang telah mati dan debris melalui proses fagositosis. Makrofag juga menghancurkan dan mendaur ulang substansi seperti asam amino dan gula yangmembantu dalam perbaikan luka. Makrofag meneruskan proses pembersihan luka dengan debris dan merangsang pembentukan fibroblast yang akan mensintesis kolagen. Kolagen dapat ditemukan pada hari ke-2 dan merupakan komponen utama pada jaringan parut.
Setelah makrofag membersihakan luka dan mempersiapkan untuk perbaiakan jaringan sel epitel bergerak dari batas luka, dibawah dari clot atau scab. Sel epitel menyatu dibawah luka dalam waktu sekitar 48 jam. Lapisan tipis jaringan epitel terbentuk diatas luka sebagai barier terhadap organism penginfeksi dan bahan toksik. Hormone pertumbuhan dilepaskan oleh platelet dan makrofag. Factor inilah yang meningkatan proses penyembuhan. Fase peradangan merupakan fase yang lama dan proses perbaikan lebih lambat jika terjadi peradangan yanga kecil seperti pada penyakit yang melemahkan atau setelah pemberian steroid. Peradangan yang besar juga memperpanjang waktu penyembuhan karena sel berkompetisi untuk mendapatkan nutrisi yang tersedia. Peradangan akut adalah respon langsung dari tubuh terhadap cidera atau kematian sel. Gambaran makroskoapit perdangan yaitu kemerahan, panas, nyeri, pembekakan dan function laesa.
‘Rubor (kemerahan)
Rubor atau kemerahan biasanya merupakan hal pertama yang terlihat didaerah yang mengalami peradangan. Waktu reksi peradangan mulai timbul maka arteriol yang mensuplai daerah tersebut melebar,dengan demikian lebih banyak darah mengalir kedalam mikrosirkulasi local. Kapiler-kapiler yang sebelumnya kosong atau sebagian saja yang meregang dengan cepat terisi penuh dengan darah. Keadaan ini yang dinamakan hyperemia atu kongesti,menyebabkan warna merah local karena peradangan akut. Timbulnya hyperemia pada permulaan reksi peradangan diatur oleh tubuh baik secara neurogenik maupun secara kimia melalui pengeluaran zat seperti histamine.
Kalor (panas)
Kalor atau panas terjadi bersamaan dengan kemerahan dari reaksi peradangan akut. Sebenarnya panas merupakan sifat reaksi peradangan yang hanya terjadi pada permukaan tubuh, yang dalam keadan normal yang lebih dingin dari 37°c, yauti suhu didalam tubuh. Daerah peradangan pada kulit menjadi lebih panas dari sekelilingnya,sebab darah yang disalurkan tubuh kepermukaan yang terkenal lebih banyak dari pada yang disalurkan kedaerah normal. Fenomena panas local ini tidak terlihat pada daerah yang terkena radang jauh didalam tubuh, karena jaringan tersebut sudah mempunyai suhu inti 37°c dan hiperemial local tidak menimbulkan perubahan.
Dolor (rasa sakit)
Dolor atau rasa sakit darin reaksi peradangan dapat dihasilkan dengan berbagai cara.perubahan pH local atau konsentrasi local ion-ion tertentu dapat merangsang ujung-ujung saraf. Hal yang sama,pengeluaran zat kimia tertentu seperti histamine atau zat kimia bioaktif lainnya dapat merangsang saraf. Selain itu pembekakan jaringan yang meradang mengakibatkan peningkatan tekanan local yang tanpa diragukan lagi dapat menimbulkan rasa sakit.


Tumor (pembekakan)
Segi paling mencolok dari peradangan akut adalah pembekakan local (tumor).pembekakan ditimbulkan oleh pengiriman cairan dan sel dari sirkulasi darah ke jaringan interstisial. Campuran dari cairan dan sel yang tertimbun di daerah perdangan disebut eksudat. Pada keadaan dini reksi perdangan sebagian besar eksudat adalah cair, seperti yang terjadi pada lepuhan yang di sebabkan oleh luka bakar ringan. Kemudian leukosit meninggalkan aliran darah dan tertimbun sebagai bagian dari eksudat.
Fungsio laesa(perubahan fungsi)
Fungsio mlaesa atau perubahan fungsi adalah reaksi peradangan yang telah dikenal. Sebetulnya kita tidak mengetahui secara mendalam denga cara apa fungsi jaringan yang meradang itu terganggu. (Sylvia A.price, 1992)
2. FASE PROLIFERASI (RIGENERASI)
Dengan adanya pembentukan darah yang yang baru sebagai perkembangan dari rekonstruksi,fase proliferasi mulai dan berakhir sekitar 3-24 hari. Aktivitas utama selama fase regenerasi ini yaitu pengisian dalam luka dalam jaringan pengikat atau granulasi yang baru dan penutupan luka dengan epitilisasi. Fibroblas merupakan sel yang mensintesis kolagen yang akan menutup luka. Fibroblas merupakan sel yang mensintesis kolagen yang akan menutup luka. Fibroblast memerlukan vitamin B dan C,oksigen dan asam amino agar berfungsi sebagai semestinya. Kolagen memberikan kekuatan dan struktur integritas luka. Selama waktu ini luka mulai menutup dengan jaringan baru. Selama masa ini luka mulai menutupdengan jaringan baru. SEjalan dengan perkembangan perbaikan, kekuatan tensil luka meningkat dengan resiko rupture berkurang. Derajat dari stress atau tegangan pada luka mempengaruhi jumlah pembentukan jaringan parut. Contoh : lebih banyaknya jaringan parut yang terbentuk pada luka di ekstermitas dari pada wilayah yang kurang atau jarang untuk digerakkan seperti pada dada. Gangguan proses penyembuhan pada tahap ini biasanya diakibatkan oleh factor sistemik seperti umur,anemia,hypoproteinemia dan kekurangan zinc.
3. FASE MATURASI (REMODELLING)
Maturasi merupakan tahap akhir dari proses penyembuhan, hal ini mungkin membutuhkan waktu lebih dari satu tahun tergantung dari dalam dan panjangnya luka. Kolagen terus terbentuk. Bagaimanapun luka yang sudah sembuh biasanya tidak memiliki keuatan seperti pada jaringan yang lebih sedikit (melanosit) dan mempunyai warna yang lebih terang dari pada kulit normal. ( Sylvia A. Price,1992) dan ( Smelter 2002)










BAB III
TINJAUAN KASUS
Asuhan Kebidanan pada Tn.K Dengan Gangguan Rasa Nyaman dan Nyeri (Sellulitis )
I. PENGKAJIAN
Pengkajian dilakukan pada tanggal 21 juli 2010 jam 07.30 wib. Diruang cempaka 1 kamar D 1.
A . BIODATA
Identitas pasien
Nama : Tn.K
No. CM : 594.955
Umur : 65 th
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Undaan kidul RT 01/Rw 06 kudus
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Petani
Suku / bangsa : Jawa / Indonesia
Diagnosa : Selulitis
Tanggal masuk : 10 juli 2010


2. Identitas penanggung jawab
Nama :TN. M
Umur : 42 th
Jenis kelamin :Laki-laki
Agama :Islam
Alamat :Undaan kidul RT 01 / RW 06 kudus
Pendidikan :SMA
Pekerjaan :Swasta
Suku / bangsa :Jawa / Indonesia
Hubungan dengan pasien :Anak
B. RIWAYAT KASUS
1. Keluhan utama
Pasien merasakan nyeri pada tungkai kaki kiri.
P : Luka akibat terkena bendo (benda tajam)
Q : Terasa cekot-cekot
R : Nyeri pada bagian betis kaki kiri sampai lutut
S : 6
T : Nyeri terkadang dalam kurun waktu 3menit
2. Riwayat penyakit sekarang
Pasien sebelumnya dibawa kepuskesmas karena kaki terkena bendo, kemudian pasien mengatakan 3 hari tungkai kiri bengkak,kemerahan, nyeri, panas, pusing(+), mual(+), muntah(+).pasien datang ke rumah sakit lewat UGD
Therapy dari UGD:
- Infus RL 20 tts/mnt
- Cefotaxime 2x1 gr
- Ketorolac 1x30mg
Kemudian pasien dipindah diruang cempaka I untuk mendapat perawatan khusus.
3. Riwayat peyakit dahulu
Pasien mengatakan sebelumnya belum pernah mengalami penyakit seperti sellulitis ini. Pasien juga tidak mempunyai riwayat hipertensi, DM, jantung, dan ginjal.klien tidak memiliki riwayat alergi makanan
4. Riwayat penyakit keluarga
Penyakit yang diderita dalam keluarga : Di dalam keluarga tidak ada yang mempunyai riwayat penyakit hipertensi, DM, jantung, ginjal, TBC & asma.
5. Keadaan psikologi dan emosional
Pasien tampak tenang,dan emosional stabil
6. Keadaan social ekonomi
Pasien Berasal dari keluarga yang sederhana
7. Data spiritual
Keluarga pasien dan pasien beragama islam dan selalu berdoa untuk kesembuhannya serta pasien tidak pernah pergi ke dukun maupun ke tempat lainnya. Dan selama sakit pasien menjalankan sholatnya dengan cara tiduran di tempat tidur.
8. Pemenuhan kebutuhan sehari-sehari
a. Nutrisi
- Sebelum sakit : pasien mengatakan makan 3x sehari,nafsu makan baik (dengan porsi 1 piring habis).pasien minum air putih ±8 gelas / hari.
- Selama sakit : Pasien mengatakan makan 3x sehari,nafsu makan menurun (dengan porsi ½ piring)dengan menu bervariasi (nasi, lauk pauk, sayur). Pasien minum air putih ±6 gelas / hari.
b. Eliminasi
- Sebelum sakit : BAB 1x sehari dengan konsistensi feses lembek, warna kuning dengan bau khas,BAK 6-7 kali sehari dengan warna kuning jernih.
- Selama sakit : BAB 1x sehari dengan konsistensi feses lembek, warna kuning dengan bau khas, BAK lancar 4-5x sehari dengan warna urine kuning kemerahan.
c. Aktivitas
- Sebelum sakit :Keluarga pasien mengatakan sebelum sakit aktivitas sehari-hari dilakukan sendiri.
- Selama sakit :Keluarga pasien mengatakan aktivitas sehari-hari dilakukan denan bantuan orang lain,karena kaki kiri bila di gerakan terasa sakit.

d. Istirahat
- Sebelum sakit : Pasien dapat istirahat dan tidur malam 7-8 jam biasanya pukul 21.00-05.00 serta tidur siang 1 jam,pukul 11.00
- Selama sakit : Pasien dapat istirahat dan tidur malam 5-6 jam biasanya pukul 22.00-04.00.pasien tidak bisa istirahat dengan istirahat dengan istirahat dengan tenang karena merasakan nyeri pada kakinya.
e. Sexual
- Sebelum sakit : pasien mengatakan melakukan hubungan seksual 2 kali dalam seminggu.
- Selama sakit : pasien mengatkan tidak pernah sama sekali melakukan hubungan seksual.
f. Personal hygiene
- Sebelum sakit : Pasien mengatakan mandi 2x sehari, ganti baju setiap hari, gosok gigi 2x sehari serta keramas 3-4 x perminggu
- Selama sakit : Pasien mengatakan mandi 2x sehari dengan cara sibin,ganti baju setiap hari,gosok gigi 2x sehari serta keramas 2x seminggu

C. DATA OBYEKTIF
1) KU : Lemah
2) Kesadaran : CM
3) TB : 168 cm
4) BB : 56 kg
5) TTV
a) TD : 130/90 mmHg
b) Nadi : 80x/menit
c) Suhu : 36,3°c
d) Respirasi : 22x/menit
6) Pemeriksaan fisik
a. Kepala
 Bentuk : Mesosepal
 Rambut : Hitam beruban, ikal, tidak ada ketombe, bersih
 Muka
Cloasma : Tidak ada
Oedema : Tidak ada
Keadaan : Muka tidak anemis,bersih
b. Mata
 Konjungtiva : Merah muda (tidak anemis)
 Sklera : Putih
 Pupil : Reflek cahaya ( + )
c. Hidung
 Polip : Tidak ada
 Pernafasan cuping hidung : Tidak ada
d. Mulut
 Stomatitis : Tidak ada
 Karies gigi : Tidak ada
 Gusi berdarah : Tidak ada
 Warna bibir : Merah muda, tidak pucat
 Warna lidah : Merah muda
e. Telinga : Bersih, tidak ada serumen
f. Leher
 Kelenjar tiroid : Tidak ada pembesaran
g. Ketiak
 Kelenjar limfa :Tidak ada pembesaran
h. Dada
jantung
I : Ictus cordis tidak tampak
Pa : lctus cordis teraba pada sela iga ke-5
Pe : Pekak
A : Irama regular
Paru – paru
I : Simetris, gerakan paru kanan dan kiri sama
Pa : Vocal fremitus sama kuat
Pe : Sonor
A : Vesikuler
J. Abdomen
I : Datar
A : Terdengar bising usus 18 x/mnit
Pa : Nyeri tekan(-), benjolan(-), bengkak(-).
Pe : Timpani
K. Genetalia :
• Bersih dan tidak terpasang kateter
L. Ekstremitas atas :
• Simetris, tidak ada pembesaran getah bening, oedema(-), terpasang infuse RL 20 tts/mnit
M. Ekstremitas bawah :
• Kaki kanan tidak terdapat lesi(-),oedem(-).kaki kiri terdapat luka dari betis hingga tungkai serta oedem(+) dan terasa nyeri,luka basah warna kuning kemerahan dan terasa panas.


7. Pemeriksaan penunjang
 KIMIA DARAH
GDS 123mg/dl 70-150
Ureum 82,6mg/dl 11,0-55,0
Creatinin 1,5mg/dl 0,6-1,36
SGOT 25 u/I <37
SGPT 24 u/I <41
Kalsium 1,64 mmol/I 2,02-2,60
Calium 4,2mmol/I 3,6-5,5
Natrium 131mmol/I 135-155
Clorida 101mmol/I 75-108
Magnesium 1,1mmol/I 0,8-1,0

 RESULTS
WBC 15,3 H 10³/mm³ 3,5-10,0
RBC 4,52 10⁶/mm³ 3,80-5,80
HGB 12,8 α/dl 11,0-16,5
HCT 38,6 % 35,0-50,0
PLT 262 $ 10³/mm³ 150-390
PCT 176 $ % 100-500
MCV 85 4m³ 80-97
MCH 28,3 26,5-33,5
MCHC 33,1α/dl 31,5-35,0
RDW 14,5 % 10,0-15,0
MPV 6,7 $ pm³ 6,5-11,0
PDW 11,4 $ % 10,0-18,0


 WBC flaus :L1
DIFF
%LYM 7,7 L % 17,0-48,0
%MON 2,5 L % 4,0-10,0
%GRA 89,9 H % 43-76
#LYM 1,1 L 10³/mm³ 1,2-3,2
#MON 0,3 L 10³/mm³ 0,3-0,8
#GRA 13,9 H 10³/mm³ 1,2-6,8

Tanggal 12 juli 2010
GDP 123 mg/dl 80-100
GD 2 jam PP 101 mg/dl -150
Protein total 5,9 Gr/dl 6,2-8,0
Albumin 3,0 Gr/dl 3,8-5,4
Globulin 2,9 mg/dl 1,5-3,0
Tanggal 13 juli 2010
• Hematologi
Tanggal 14 Juli 2010
• Tranfusi darah sampai tanggal 27 juli 2010 masuk 8flash
• C albumin 100ml 1flas
Hb :8,3 gr/%



Tanggal 16 juli 2010
• Kimia darah
GDP 124 mg/dl 80-100
GDP 2jam PP 125 mg/dl -150

• Hb : 7,4 gr/dl (hematologi )
Tanggal 26 juli 2010
• Hematologi
Hb :9,4 gr/dl
• Kimia darah pada tanggal 27 juli 2010
Protein darah 6,2 gr/dl 6,2-8,0
Albumin 2,7 gr/dl 3,8-5,4
Globulin 3,5 mg/dl 1,5-3,0
• Hematologi
Hb : 13,3 gr/dl
II. THERAPY/ PENATALAKSANAAN
1. Pemasangan infus RL 20 tts/mnt
2. Pemberian terapi pengobatan
 Injeksi Cefotaxime 2 x 1000mg
 Injeksi Ketorolac 3 x 30mg
 Infuse Metro melalui infus 3 x 500mg
 Injeksi Furosemide 1 x 20mg
 Methyl prednisolone 1 x 125mg
III. DIIT
Diit nasi 1900 kalori dan tinggi protein.










ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN PERAWATAN LUKA PADA Tn.K DENGAN SELULITIS
NO Hari/
Tanggal Data
Dasar Diagnosa
Kebidanan Tujuan Rencana
Tindakan Waktu Implementasi Evaluasi TTD
1 Rabu
21 juli 2010 DS:pasien mengatakan bernama Tn.K usia 65thn telah dioperasi 8 hari yang lalu pasien merasakan nyeri pada daerah luka bekas operasi

DO:Tn.K hari ke VIII post operasi dengan luka basah.Hasil TTV
TD :160/90mmHg
N : 86 x/mnt
S : 36,2 C
RR : 22x/mnt
Tidak terdapat pus & luka terlihat masih basah.
Nyeri pada tungkai kaki kiri Nyeri berkurang setelah dilakukan perawatan luka 1hari sekali *Lakukan pengkajian & anamnesa
*Memonitor KU & TTV
*Memonitor tanda infeksi
*Rawat luka setiap hari *Ajarkan tehnik relaksasi
*Kolaborasi pemakaian obat
-Cefotaxim 2x1 gr
-Ketorilac 3x300 gr
-Infus metronidasole 3x500 gr
- Metilpredni 3x125mg 07.30








08.00














10.00 Anamnesa pasien







Mengganti balutan luka













TTV S: Pasien mengatakan Tn.K usia 65thn.
O: KU: baik, nyeri berkurang, nafsu makan juga berkurang.

S: Pasien mengatakan untuk diganti balut lukanya.
O:Membersihkan luka dengan menggunakan larutan NaCl &Gentamicin pada daerah luka, tidak ada pus & luka masih terlihat basah.

O :TD :130/100
mmHg
N :86 x/mnt
S :36,4 °C
RR :23 x/mnt
Mencegah terjadinya infeksi pada luka.tanda infeksi yaitu Rubor,Tumor,Dolor, Color,Functio Lessa 10.20













12.00









14.00







21.00 Mengajari pasien untuk relaksasi nyeri dengan cara tarik nafas dalam dan kompres dengan air hangat.





Menganjurkan pasien makan makanan yang bergizi dan minum banyak.





Memonitor TTV






Memberikan injeksi intra vena S: Pasien mengatakan setelah dilakukan tarik nafas dalam & kompres merasa enak, tapi kadang-kadang merasakan nyeri pada daerah luka.
O : pasien tampak tenang

S: Pasien mengatakan mau mengikuti anjuran dengan makan sering tapi sedikit & minum banyak.
O : pasien tampak mengerti

S: -
O: TD:160/100mmHg
N :86 x/mnt
S :36,2 °C
RR :22 x/mnt

S: Pasien mengatakan mau disuntik obat.
O: Ketorolac 1x30mg
Cefotaxime 1x1000mg
Obat masuk lewat selang infus
2. Kamis
22 juli 2010 DS :Pasien mengatakan bernama Tn.K usia 65thn telah dioperasi 9hari yang lalu. Nyeri pada luka bekas operasi.

DO:hari ke IX post operasi dengan luka yang masih keluar cairan darah pada churis+pedis juga oedem.
Hasil TTV :
TD :140/90mmHg
N :84 x/mnt
S :36,2 °C Nyeri pada tungkai kaki kiri,panas, bengkak dan lemas. Nyeri berkurang setelah dilakukan perawatan luka 1hari.
Mencegah terjadinya infeksi. *Lakukan pengkajian & anamnesa
*Memonitor KU & TTV
*Memonitor tanda infeksi
*Rawat luka setiap hari *Ajarkan tehnik relaksasi
*Kolaborasi pemakaian obat
-Cefotaxim 2x1 gr
-Ketorilac 3x300 gr
-Infuse metronidasole 3x500 gr
- Metilpredni 3x125mg 07.30










08.00







09.00






11.00















11.30














12.00













15.30






21.00 Anamnesa pasien









Memonitor TTV






Memberikan injeksi intra vena




Mengajari pasien untuk relaksasi nyeri dengan cara tarik nafas dalam.










Melakukan perawatan luka dengan mengganti balutan kotor ke bersih.









Menganjurkan pasien untuk makan makanan yang bergizi dan minum banyak.








Memonitor TTV





Memberikan injeksi intra vena S: Pasien mengatakan bernama Tn.K usia 65thn.
O: KU: baik
Nyeri pada churis bertambah.
Nafsu makan berkurang.

S: -
O: TD :150/100mmHg
N :80 x/mnt
S :36°C
RR :24 x/mnt


S: -
O: Ketorolac 1x30mg
Metro inf 1x1 fl obat melalui selang infus

S: Pasien mengatakan setelah dilakukan relaksasi nyeri merasa enakan tapi terkadang merasakan nyeri pada daerah luka.
O: keadaan pasien terlihat tenang setelah tarik nafas dalam.

S: Pasien mengatakan bersedia untuk diganti lukanya
O: Membersihkan balutan dengan menggunakan larutan NaCl&Gentamicin.Tidak ada pus,warna luka kuning kemerahan .


S: Pasien mengatakan mau mengikuti anjuran
O:Pasien mengikuti anjuran dengan makan makanan yang bergizi sedikit tapi sering dan banyak minum air putih.

S: -
O: TD :140/90mmHg
N :84 x/mnt
S :36,2°C
RR :22 x/mnt

S: -
O:Ketorolac 1x30mg
Cefotaxime 1x1000mg










EVALUASI
NO Hari/tanggal Diagnosa kebidanan Evaluasi TTD
1 Rabu/21 juli
2010 jam 21.15 Nyeri pada tungkai kaki kiri S :pasien mengatakan nyeri sudah mulai berkurang tapi kadang-kadang masih sedikit sakit.
O : P: Luka akibat terkena bendo (benda tajam)
Q : Terasa cekot-cekot
R : Nyeri pada bagian betis kaki kiri sampai lutut
S : skala 5
T : Nyeri terkadang dalam kurun waktu 3menit
A : masalah teratasi sebagian
P : lanjutkan intervensi no 1,2,3,4,5,7

2 Kamis 22 juli 2010 jam 21.15 Nyeri pada tungkai kaki kiri, panas, bengkak, dan lemas S :pasien mengatakan nyeri sudah mulai berkurang tapi kadang-kadang masih sedikit sakit.
O : P: Luka akibat terkena bendo (benda tajam)
Q : Terasa cekot-cekot
R : Nyeri pada bagian betis kaki kiri sampai lutut
S : skala 4
T : Nyeri terkadang dalam kurun waktu 3menit
A : masalah teratasi sebagian
P : lanjutkan intervensi no 1,2,3,4,5,7

BAB IV
PENUTUP

A.KESIMPULAN
 Perawatan luka yaitu Suatu penanganan luka yang terdiri dari membersihkan luka, menutup dan membalut luka sehingga dapat membantu proses penyembuhan luka
 Tujuan
- Menjaga luka dari trauma
- Immobilisasi luka
- Mencegah perdarahan dan infeksi
- Mencegah kontaminasi oleh kuman
- Mengabsorbsi drainase
- Meningkatkan kenyamanan fisik dan psikologis

 Indikasi perawatan luka
- Balutan kotor dan basah akibat eksternal
- Ada rembesan eksudat
- Ingin mengkaji keadaan luka
- Dengan frekuensi tertentu untuk mempercepat debridement jaringan nekrotik

DAFTAR PUSTAKA

1. Akper Karya Husada.2003. Ketrampilan dan Prosedur Keperawatan Dasar. Semarang
2. Stikes An-Nur. 2002. Laboratory Basic Skills. Purwodadi
3. Oswari. 1993. Bedah dan Perawatannya. Gramedia : Jakarta
4. Hidayat,AAA dan Uliyah, M.2005. Buku Saku Praktikum Kebutuhan Dasar Manusia, Jakarta, EGC.
5. Nurrachman,E,2001. Nutrisi Dalam Keperawatan,PT Sagung Seto, Jakarta
6. Brown,RG dan Burns,T.2002. Lecture Notes On Dermatology. 8th Edition.alih bahasa M Anies Zakaria, Erlangga: Jakarta
7. Sudiharto.1996.Asuhan Keperawatan pada Pasien Nyeri. Saduran dari Fundamental of Nursing: Jakarta




DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PENGESAHAN ii
DAFTAR ISI iii
KATA PENGANTAR v
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Tujuan 2
BAB II TINJAUAN TEORI 3
A. Pengertian 3
B. Tujuan 3
C. Indikasi perawatan luka 3
D. Merawat luka 4
1. Mengganti balutan kering 4
2. Mengganti balutan basah ke kering 8
3. Irigasi luka 13
4. Perawatan luka kotor (dekubitus) 16
BAB III TINJAUAN KASUS 24
A. Pengkajian 24
B. Therapy 34
C. Diit 35
D. Asuhan Keperawatan Dengan Perawatan Luka Pada Tn. K Dengan Selulitis 36
BAB IV PENUTUP 46
A. Kesimpulan 46
DAFTAR PUSTAKA

ASUHAN KEPERAWATA DENGAN PERAWATAN LUKA
PADA Tn.K DENGAN SELLULITIS DIRUANG CEMPAKA I
RSUD KABUPATEN KUDUS


Disusun Oleh :
1. PURNAMA SARI
2. SUHARMI
3. SUKMA MUJIANI
4. TIAS AFFIDA KHOIRUN N
5. WULAN WINDRIASIH
AKADEMI KEBIDANAN AN-NUR PURWODADI
TAHUN AJARAN 2009/2010
HALAMAN PENGESAHAN
Materi ini kami susun untuk memenuhi praktik klinik di RSUD Kudus. Materi yang berjudul “ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN PERAWATAN LUKA PADA Tn.K DENGAN SELLULITIS DIRUANG CEMPAKA I “ telah diterima dan disetujui oleh pembimbing klinik RSUD Kabupaten Kudus.
Pada hari :
Tanggal :

Disahkan oleh:

Pembimbing klinik I Pembimbing klinik II

(Retno Astuti AMK ) (Masvan Yulianto, S.Kep.Ns.M Kes)


Mengetahui
Koordinator Bimbingan dan Evaluasi
Diklat RSUD Kabupaten Kudus


(H.Dody Herbowo Laksono,S.Kep )

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat,taufiq dan hidayah-Nya kepada kita semua. Sehingga kita senantiasa mendapat rahmat dan lindungannya.Amin…
Alhamdulillah atas ridho dari allah SWT kami dapat menyelesaikan penyusunan materi seminar yang berjudul’’ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN PERAWATAN LUKA PADA Tn.K DENGAN SELULITIS DI RUANG CEMPAKA 1 KABUPATEN KUDUS‘’. Materi ini di susun untuk memenuhi praktik klinik di RSUD Kabupaten Kudus, serta pembimbing Akademi kebidanan AN-NUR Purwodadi.
Semoga materi yang telah di susun ini senantiasa memberikan manfaat dan menambah pengetahuan bagi kita semua pada umumnya dan bagi para pembaca pada khususnya. Amin..,
Kami mohon maaf jika dalam penyusunan makalah ini jauh dari sempurna untuk itu saran dan pesan dari pembaca, penyusun harapkan untuk memperbaiki makalah ini.



Kudus,28 juli 2010

Penyusun

Askep Anosmia

1. DEFINISI DAN ETIOLOGI
Definisi
Anosmia adalah suatu tidak adanya/hilangnya sensasi penciuman, dalam hal ini berarti hilangnya kemampuan mencium atau membau dari indera penciuman. Hilangnya sensasi ini bisa parsial ataupun total.
Etiologi
a. Defek konduktif
1) Proses inflamasi / peradangan dapat mengakibatkan gangguan pembauan.
2) Adanya massa / tumor dapat menyumbat rongga hidung sehinga menghalangi aliran adorant / ke epitel olfaktorius.
3) Abnormalitas development (misalnya ensefalokel, kista dermoid) juga dapat menyebabkan obstruksi.
4) Pasien pasca laringektomi atau trakheotomi dapat menderita hisposmia karena berkurang atau tidak adanya aliran udara yang melalui hidung.
b. Defek sentral / sensorineural
1) Proses infeksi / inflamasi menyebabkan defek sentral gangguan pada transmisi sinyal.
2) Penyebab congenital menyebabkan hilangnya struktur syaraf.
3) Gangguan endokrin (hipotiroidisme, hipoadrenalisme, DM) berpengaruh pada fungsi pembauan.
4) Trauma kepala, operasi otak atau perdarahan subarachnoid dapat menyebabkan regangan, kerusakan atau terpotongnya fila olfaktoria yang halus dan mengakibatkan anosmia.
5) Toksitisitas dari obat – obatan sistemik dan inhalasi
6) Definsi gizi (vit A, thiamin, zink) terbukti dapat mempengarui pembauan.
Factor resiko
a. Proses degenerative patologi (penyakit Parkinson, Alzheimer)
b. Proses degenaratife normal (penuaan)
c. Lingkungan
o Perokok
o Pencemaran bahan kimia
o Cuaca
o Virus bakteri pathogen
d. Usia
Dengan bertambahnya usia seseorang jumlah neuron olfaktorius lambat laun akan berkurang sehingga mengurangi daya penciuman.
e. Jenis kelamin
Perempuan lebih beresiko menderita anosmia karena jumlah bulu hidung relative lebih sedikit daripada pria dan imunitas yang kurang sehingga beresiko terhadap infeksi pada hidung.
2. PATOFISILOGI
Indra penciuman dan pengecapan tergolong ke dalam system penginderaan kimia kita (chemosensation). Proses yang kompleks dari mencium dan mengecap di mulai ketika molekul – molekul dilepaskan oleh substansi di sekitar kita yang menstimulasi sel syaraf khusus dihidung, mulut atau tenggorokan. Sel – sel ini menyalurkan pesan ke otak, dimana bau dan rasa khusus di identifikasi. Sel – sel olfaktori (saraf penciuman) di stimulasi oleh bau busuk di sekitar kita. Contoh aroma dari mawar adonan pada roti. Sel –sel saraf ini ditemukan di sebuah tambahan kecil dari jaringan terletak diatas hidung bagian dalam, dan mereka terhubung secara langsung ke otak penciuman (olfaktori) terjadi karena adanya molekul – molekul yang menguap dan masuk kesaluran hidung dan mengenal olfactory membrane. Manusia memiliki kira – kira 10.000 sel reseptor berbentuk rambut. Bila molekul udara masuk, maka sel – sel ini mengirimkan impuls saraf (Loncent, 1988).
Pada mekanisme terdapat gangguan atau kerusakan dari sel – sel olfaktorus menyebabkan reseptor dapat mengirimkan impuls menuju susunan saraf pusat. Ataupun terdapat kerusakan dari sarafnya sehingga tidak dapat mendistribusikan impuls reseptor menuju efektor, ataupun terdapat kerusakan dari saraf pusat di otak sehingga tidak dapat menterjemahkan informasi impuls yang masuk.

3. MANIFESTASI KLINIS
a. Berkurangnya kemampuan dan bahkan sampai tidak bisa mendeteksi bau.
b. Gangguan pembau yang timbul bisa bersifat total / tidak bisa mendeteksi seluruh bau.
c. Dapat bersifat parsial / hanya sejumlah bau yang dapat dideteksi.
d. Dapat juga bersifat spesifik (hanya satu / sejumlah kecil yang dapat dideteksi)
e. Kehilangan kemampuan merasa / mendeteksi rasa dalam makanan yang di makan.
f. Berkurangnya nafsu makan.

4. PENATALAKSANAAN MEDIS
a. Pengobatan yang dapat digunakan untuk memperbaiki kehilangan sesuai penciuman antara lain antihistamin bila diindikasi penderita alergi
b. Berhenti merokok dapat meningkatkan fungsi penciuman.
c. Koreksi operasi yang memblok fisik dan mencegah kelebihan dapat digunakan dekongostan nasal.
d. Suplemen zink kadang direkomendasikan
e. Kerusakan neuro olfaktorius akibat infeksi virus prognosisnya buruk, karena tidak dapat di obati.
f. Terapi vitamin A sebagian besar dalam bentuk vitamin A

5. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN PENUNJANG MEDIS
a. Merubah / menghentikan obat – obatan yang diduga menjadi penyebab terjadi kelainan.
b. Menjaga agar mulut tetap basah dengan cara mengulum permen.
c. Menunggu beberapa minggu untuk melihat perkembangan selanjutnya.

6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Temuan laboratorium
Telah dikembangkan teknik – teknik untuk biopsi neuroepitelium olfaktorius.
b. Pencitraan
CT scan dan MRI dibutuhkan untuk menyingkirkan neoplasma pada fossa kranii anterior yang tidak diduga sebelumnya, sinusitis paranasolik dan neoplasma pada rongga hidung dan sinus paranasalis.
c. Pemeriksaan sensorik
1) Langkah pertama menentukan sensasi kualitatif
Untuk menentukan derajat sejauh mana keberadaan sensori kualitatif.
2) Langkah kedua menentukan ambang deteksi
Setelah dokter menentukan derajat sejauh mana keberadaan sensasi kualitatif, langkah kedua pada pemeriksaan sensorik adalah menetapkan ambang deteksi untuk bau alkohol feniletil. Ambang ini ditetapkan menggunakan rangsangan bertingkat. Sensitivitas untuk masing – masing lubang hidung ditentukan dengan ambang deteksi untuk nil-teil metil karbonil. Tahapan hidung juga dapat diukur dengan rinomanometri anterior untuk masing – masing sisi hidung.


PATHWAY
























7. ANALISA DATA

NO DATA FOKUS ETIOLOGI PROBLEM
1 DO : pemeriksaan diagnostic
DS : kemampuan membau berkurang sehinga sulit mengenali bau makanan dan lain – lain. Kerusakan sel olfaktori akibat infeksi sinus hidung yang serius Perubahan persepsi sensasi penciuman
2 DO : data kebutuhan nutrisi / porsi makan
DS : nafsu makan berkurang karena pasien kesulitan dalam mengenali bau Anoreksia Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan

3 DO : data kebutuhan nutrisi / porsi makan
DS : kemampuan makan berkurang karena rasa makanan tidak enak Penurunan perasa Perubahan persepsi sensori






8. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Perubahan persepsi sensori penciuman berhubungan dengan kerusakan sel olfaktori akibat infeksi sinus hidung yang serius.
2. Perubahan persepsi sensori rasa berhubungan dengan penurunan perasa.
3. Perubahan pola nutrisi berhubungan dengan anoreksia
INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Perubahan persepsi sensori penciuman berhubungan dengan kerusakan sel olfaktori akibat infeksi sinus hidung yang serius.
Tujuan : gangguan persepsi berkurang / hilang
KH : meningkatkan penciuman pasien
Intervensi :
 Kaji ketajaman pembau pasien
 Kolaborasi dengan ahli fisioterapi
 Jelaskan kepada pasien dan keluarga untuk mematuhi program terapi
 Beri stimulasi bau – bau tertentu.
2. Perubahan persepsi sensori rasa berhubungan dengan penurunan perasa.
Tujuan :
KH :
 Kaji penciuman ketajaman perasa pasien
 Berikan stimulasi rasa tertentu
 Kolaborasi dengan ahli fisioterapi
 Jelaskan kepada pasien dan keluarga untuk mematuhi
3. Perubahan pola nutrisi berhubungan dengan anoreksia
Tujuan : nutrisi tercukupi
KH : menghabiskan porsi makanan
Intervensi :
 Sajikan makanan selagi masih hangat
 Berikan makanan sedikit tapi sering
 Kolaborasi pemberian diet dengan ahli gizi