Senin, 16 Agustus 2010

Askep Appendicitis

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
DENGAN APPENDICITIS

BAB I
TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Apendiks adalah organ tambahan kecil yang menyerupai jari,melekat pada sekum tepat dibawah katup ileocecal (Brunner & Sudart 2002 :1097)
Apendiksitis adalah salah satu peradangan pada apendiks yang berbentuk cacing,yang berlokasi dekat katup ileocecal (Long,Barbara c,1996 hal 228)
Apendiksitis adalah peradangan dari apendiks vermiforis dan merupakan peyebab abdomen akut yang paling sering (Arif Mansjoer .dkk.200:307)

B. Etiologi
Apendiksitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada faktor predisposisi yaitu:
a. Faktor yang tersering adalah obstruksi lumen, pada umumnya obstruksi lumen ini terjadi karena :
1. Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.
2. Adanya fekalit dalam lumen apendiks
3. Adanya benda asing seperti biji-bijian
4. Sriktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.
b. Infeksi kuman dari kolon yang paling sering adalah E. coli dan streptokokus
c. Ascaris (cacing kermi)
d. Konsumsi rendah serat

C. Pathofisiologi
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktura fibrosa akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma.
Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mengalami keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intra lumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.
Bila sekresi terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritonium setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah akan terjadi apendisitis perforasi.
Bila semua proses diatas berjalan lambat,omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak ke arah apendiks hinga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrasi apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang.
Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang,dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah.
D. Pathway
Fekalit, benda asing, tumor apendiks
Askaris, hiperplasia jaringan limfoid

Obstruksi apendiks

Mukosa terhambat

Bendungan mukus

Elastisitas dinding apendiks terbatas
Obstruksi vena, edema bertambah,
Bakteri menembus dinding apendiks tekanan intra lumen

Peradangan meluas ke peritonium aliran limfe terhambat

Odema, diapedesis bakteri gangguan aliran arteri
Ulserasi mukosa

Peristaltik nyeri epigastrium infark

Penyerapan air pengaktifan n. vagus gangren

Konstipasi mual muntah rapuh dan pecah

Perforasi

Efek sinergik Sepsis

Kuman aerob
Kuiman aaerob

Syok sepsis



Penatalaksanaan


Pre OP intra Operasi post OP

Anastesi luka bekas operasi



Pernafasan jantung kesadaran portal terbuka
(jaringan kulit trerbuka)
kerja paru

Brakipnea
Efek anestesi

Kerja GI track peristaltik

Epigllotis
E. Manifestasi Klinis
1. Nyeri kuadran kanan bawah
2. Demam ringan
3. Mual muntah dan hilangnya nafsu makan
4. Nyeri tekan local pada titik mc. Burney
5. Nyeri tekan lepas

F. Komplikasi
1. Perforasi
- Perforasi apendiks yang dapat mengrah pada peritonitis/pembentukan abses.
- Perforasi biasanya terjadi 24 jam setelah awitan nyeri (gejala-gejalanya termasuk demam dan nyeri berlanjut)
2. Gejala peritonitis
- Cairan kaya bakteri ; cavum peritoneum
- Tanda : distensi abdomen
3. Abses apendiks
Tanda : teraba merasa lunak abdomen kanan bawah
4. Obstruksi
5. Sepsis : efek sinergi kuman aerob
6. Syok sepsis : endotoksin dalam darah

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Test diagnose
a. Gejala apendisitis di tegakkan dengan anamnesa, ada hal yang penting adalah :
- Nyeri mula-mula di epigastrium (nyeri visceral) yang beberapa waktu kemudian menjalar ke perut kanan bawah.
- Muntah karena nyeri visceral
- Panas (kerena kuman yang menetap di dinding usus).
- Gejala lain adalah badab lemah dan kurang nafsu makan, penderita Nampak sakiot, menghindarkan pergerakan di perut terasa nyeri.


b. Pemeriksaan lain
Jika sudah terjadi perforasi, nyeri akan terjadi pada seluruh perut, tetapi paling terasa nyeri pada titik mc. Burney. Jika sudah infiltrasi, infeksi juga terjadi jika orang dapat menahan sakit, dan kita akan merasakan seperti ada tumor di titik mc. Burney.
1) Tes rectal
Pada pemeriksaan rectal toucher akan teraba benjolan dan penderita merasa nyeri pada daerah prolitotomi.
2) Pemeriksaan laboratorium
a) Leukosit meningkat sebagai respon fisiologis untuk melindungi tubuh terhadap mikroorganisme yang menyerap pada apendisitis akut dan perforasi akan terjadi leukosit yang lebih tinggi lagi.
b) Hb Nampak normal
c) Laju endapat darah (LED) meningkat pada keadaan apendisitis infiltrate
d) Urin penting untuk melihat apa ada infeksi pada ginjal
3) Pemeriksaan radiologi
Pada foto tidak dapat menolong untuk menegakkan diagnose apendisistis akut, kecuali bila terjadi peritonitis, tapi kadang kala dapat ditemukan gambaran sebagai berikut :
a) Adanya infeksi fluid level disebabkan karena adanya udara dan cairan
b) Kadang ada fekalit
c) Pada keadaan perforasi ditemukan adanya idara bebas dalam daifragma.
2. Diagnosa banding
Gastrointeritis akut adalah kelainan yang sering dikacauka dengan appendicitis. Pada kelainan ini muntah dan diare lebih sering. Demam dan leukosti akan meningkat jelas dan tidak sesuai dengan nyeri perut yang timbul. Lokasi nyeri tidak tidak jelas dan berpindah – pindah. Hiperperistaltik merupakan gejala yang khas. Gastriointeritis biasanya berlangsung akut, suatu observasi berkala dan dapat menegakkan diagnose.
Adenitis mesebrikum juga dapat menunjukkan gejala dan tanda yang identik dengan appendicitis. Penyakit ini lebih sering pada anak – anak, biasanya didahului dengan infeksi saluran nafas. Lokasi nyeri diperut kanan bawah tidak konstan dan menetap, jarang terjadi truemuscie guarding – divertikuli meckeli juga menunjukkan gejala yang hampir sama. Lokasi nyeri mungkin lebih ke medial, tetapi ini bukan kriteria diagnosis yang dapat di percaya. Karena ke dua kelainan ini membutuhkan tindakan – tindakan operasi, maka perbedaannya bukanlah hal yang penting. Enteritis regional, amubiasis, illeitis akut, perforasi ulkus duodeni, kolik ureter, salpingitis akut, kehamilan ektropik terganggu, dan kista ovarium terpuntir. Juga sering dikacaukan dengan appendicitis. Pnemonia lobus kanan bawah kadang – kadang, juga berhubungan dengan nyeri di kuadran kanan bawah.

H. Penatalaksanaan
1. Perawatan pra bedah perhatikan tanda – tanda khas dari nyeri kuadran kanan bawah abdomen dengan tenderness (nyeri tekan lepas), peningkatan laju endap darah, tanda psoas yang positif, nyeri tekan rectal pada sisi kanan. Pasien disuruh istirahat ditempat tidur, tidak diberikan apapun juga perorang. Cairan intravena mulai diberikan, obat – obatan laksatif dan antibiotik harus dihindari jika mungkin.
2. Terapi bedah appendicitis, komplikasi, appendiktomi segera dilakukan setelah keseimbangan cairan dan gangguan sistemik penting.
3. Terapi antibiotic, tetapi anti intravena harus diberikan selama 5 – 7 hari. Jika appendicitis telah mengalami perforasi.

BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
DENGAN APPENDICITIS

A. Pengkajian
1. Pengkajian klien (pre operasi)
a. Aktifitas atau istirahat
Gejala : malaise
b. Sirkulasi
Tanda : takikardi
c. Eliminasi
Gejala : konstipasi pada awitan
Tanda : distensi abdomen, nyeri tekan atau lepas, kekakuan penurunan atau tidak ada bising usus.
d. Makanan / cairan
Gejala : anoreksia, mual dan muntah
e. Nyeri /kenyamanan
Gejala :
1) Nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus yang berat dan terlokalisasi Mc. Burney (setengah jarak antara umbilicus dan tulang ileum kanan). Meningkat karena berjalan, bersin, batuk atau nafas dalam.
2) Keluhan berbagai rasa nyeri /gejala tidak jelas (sehubungan dengan lokasi apendiks. contoh : retrosekal, atau sebelah ureter)
Tanda :
1) Perilaku berhati – hati berbaring kesamping atau terlentang dengan kondisi lutut ditekuk, meningkatnya nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi ekstensi kaki kanan / posisi duduk tegak.
2) Nyeri lepas pada sisi kiri diduga inflamasi peritonial.
f. Keamanan
Tanda : demam ( biasanya rendah)

g. Pernapasan
Tanda : takipnea, pernapasan dangkal
h. Penyuluhan
Gejala : riwayat kondisi lain yang berhubungan dengan nyeri abdomen contohnya piclis atau akut, batu uretra salpingitis akut, ileitis regional. dapat terjadi pada berbagai usia
2. Pengkajian klien (post operasi)
a. Aktifitas atau istirahat
Gejala : kelemahan
b. Eliminasi
Gejala : ketidakmampuan defekasi, flatus diare (kadang – kadang)
c. Sirkulasi
Tanda : takikardi, berkeringat, pucat, hipertensi (tanda syock), edema jaringan.
d. Makanan atau cairan
Gejala :mual, muntah, haus
Tanda : muntah proyektil, membran mukosa kering, lidah bengkok, turgor kulit buruk.
e. Nyeri atau kenyamanan
Gejala : nyeri abdomen tiba – tiba berat, umum atau local menyebar ke bahu, terus – menerus oleh gerakan.
Tanda : distansi, kaku, nyeri tekan, lutut nyeri, perilaku distraksi, gelisah fokus pada diri sendiri.
f. Pernapasan
Tanda ; takipnea, pernapasan dangkal.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Pra operasi
a. Nyeri kuadran kanan berhubungan dengan peradangan meluas ke peritonium.
b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual muntah.
c. Hipertermi berhubungan dengan sepsis.
d. Perubahan pola eliminasi (konstipasi) berhubunan penurunan peritaltik.
e. Ansietas berhubungan dengan akan dilaksanakan operasi.
2. Intra operasi
a. Perubahan pola nafas berhubungan dengan penurunan kerja paru
b. Penurunan COP (cardiac out put) berhubungan dengan kerja jantung menurun.
c. Resiko injuri berhubungan dengan penurunan kesadaran.
3. Post operasi
a. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan luka bekas operasi.
b. Perubahan pola eliminasi (konstipasi) berhubungan dengan penurunan peristaltik.
c. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan luka terbuka.
d. Resiko infeksi berhubungan dengan portal terbuka.
e. Resiko aspirasi berhubungan dengan penurunan epiglotis.

C. Intervensi Keperawatan
1. Pra operasi
a. Nyeri kuadran kanan berhubungan dengan peradangan meluas ke peritonium.
Tujuan : setelah dilakukan perawatan selama 3 x 24 jam diharapkan nyeri pada epigastrium dapat hilang.
Kriteria hasil : melaporkan nyeri hilang / terkontrol.
Tampak rileks, mampu istirahat dengan tepat.
Intervensi :
1) Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik, beratnya (skakala 0 – 10), selidiki dan laporka perubahan nyeri dengan tepat.
Rasional : berguna dalam keefektifan obat, kemajuan penyembuhan, perubahan karakteristik nyari menunjukkan terjadinya abses.
2) Pertahankan istirahat dengan posisi semifowler
Rasional : Gravitasi melokalisasi eksudat inflamasi dalam abdomen bawah atau pelvis. Menghilangkan tegangan – tegangan abdomen yang bertambah dengan posisi terlentang.
3) Dorong ambulasi dini.
Rasional : meningkatkan normalisasi fungsi organ, contoh : merangsang peristaltik dan kelancaran flatus, menurunkan ketidaknyamanan abdomen.
4) Berikan aktivitas hiburan
Rasional : fokus perhatian kembali, meningkatkan relaksasi dan dapat meningkatkan kemampuan koping.
5) Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi.
Rasional : analgetik membantu menghilangkan nyeri.
b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual muntah.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam kebutuhan cairan terpenuhi sehingga tidak terjadi dehidrasi.
KH : - Turgor kulit membaik
- Membran mukosa lembab
- Input dan output seimbang
Intervensi :
1) Awasi masukan dan haluran
Rasional : memberikan informasi tentang keseimbangan cairan, fungsi ginjal dan kontrol penyakit usus juga pedoman untuk penggantian cairan.
2) Kaji TTV
Rasional : hipertensi, takikardi, demam dapat menunjukkan respon terhadap kehilangan cairan.
3) Observasi kulit kering berlebihan dan membran mukosa, penurunan turgor kulit, pengisian kapiler lambat.
Rasional : menunjukkan dehidrasi.
4) Berikan cairan parenteral
Rasional : mempertahankan istirahat usus akan memerlukan penggantian cairan untuk mengganti kehilangan.
5) Awasi hasil laboratorium, elektrolit
Rasional : menentukan kebutuhan penggantian dan kefektifan terapi.
c. Hipertermi berhubungan dengan sepsis.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 suhu tubuh menurun dan kembali normal.
KH : Suhu tubuh kembali normal (360 - 37,50)
Intervensi :
1) Kaji suhu setiap jam atau seperlunya
Rasional : pengukuran suhu tubuh dapat dilakukan lebih sering setelah upaya menurunkan suhu tubuh dilakukan.
2) Kaji faktor lingkungan dan perilaku yang menyebabkan hipertermi
Rasional : hipertensi dapat diperburuk oleh lingkungan dan perilaku yang tidak mendukung
3) Ajarkan pentingnya masukan cairan selama panas dan selama aktivitas
Rasional ; kebutuhan cairan meningkat secara fisiologis karena beraktifitas dan suhu tinggi.
4) Kolaborasi pemberian obat antipiretik.
Rasional : pemberian obat antipiretik dapat menurunkan suhu tubuh.
d. Perubahan pola eliminasi (konstipasi) berhubunan penurunan peritaltik.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam konstipasi teratasi.
KH : membuat pola eliminasi sesuai kebutuhan fisik dan gaya hidup dengan ketepatan jumlah dan konsistensi.
1) Pastikan kebiasaan defekasi pasien dan gaya hidup sebelumnya.
Rasional : membantu dalam pembentukan jadwal irigasi efektif unit pasien dengan kolostomi.
2) Auskultasi bising usus
Rasional : kembalinya fungsi gastriintestinal mungkin terlambat oleh efek depresan dan dari anestesia, ileus paralitik, inflamasi intra peritonial.
3) Tinjau ulang pola diet dan jumlah / tipe masukan cairan.
Rasional : masukan adekuat dan serat, makanan kasar memberikan bentuk dan cairan adalah faktor penting dalam menentukan konsistensi feses.
4) Berikan obat sesuai indikasi, contoh : pelunak feses.
Rasional : obat pelunak feses dapat melunakkan feses sehingga tidak terjadi konstipasi.
5) Berikan makanan tinggi serat.
Rasional : makanan yang tinggi serat dapat memperlancar pencernaan sehingga tidak terjadi konstipasi.
e. Ansietas berhubungan dengan akan dilaksanakan operasi.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x 24 jam ansietas teratasi.
KH : Melaporkan ansietas menurun sampai tingkat teratasi
Tampak rileks
Intervensi :
a. Evaluasi tingkat ansietas, catat verbal dan non verbal pasien.
Rasional : ketakutan dapat terjadi karena nyeri hebat, penting pada prosedur diagnostik dan pembedahan.
b. Jelaskan dan persiapkan untuk tindakan prosedur sebelum dilakukan
Rasional : dapat meringankan ansietas terutama ketika pemeriksaan tersebut melibatkan pembedahan.
c. Lindungi privasi pasien, jika terjadi kejang.
Rasional : memperhatikan kebutuhan privasi pasien memberikan peningkatan akan harga diri pasien.
d. Jadwalkan istirahat adekuat dan periode menghentikan tidur.
Rasional : membatasi kelemahan, menghemat energi dan meningkatkan kemampuan koping.
2. Intra operasi
a. Perubahan pola nafas berhubungan dengan penurunan kerja paru
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x 24jam pola napas kembali efektif.
KH : menunjukkan pola napas efektif dengan frekuensi dan kedalaman dalam rentang normal
Berpartisipasi dalam aktivitas / perilaku meningkatnya fungsi paru.
Intervensi
1) Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan dan ekspansi dada.
Rasional : kecepatan biasanya meningkat, kedalaman pernapasan bervariasi tergantung derajat gagal napas.
2) Auskultasi bunyi napas dan catat adanya bunyi napas
Rasional : bunyi napas menurun / tiak ada bila jalan napas obtruksi sekunder terhadap perdarahan.
3) Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi.
Rasional : sudut tinggi meningkatkan ekspansi paru dan memudahkan pernapasan. pengubahan posisi dan ambulasi meningkatkan pengisian udara segmen paru berbeda sehingga memperbaiki difusi gas.
4) Dorong / bantu pasien dalam napas dalam.
Rasional : untuk kenyamanan pasie dalam bernapas.
5) Berikan oksigen tambahan.
Rasional : memaksimalkan bernapas dan menurunkan kerja napas.
b. Penurunan COP (cardiac out put) berhubungan dengan kerja jantung menurun.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam tekanan darah normal.
KH : Tekanan darah normal
Irama dan frekuensi jantung stabil
1) Pantau tekanan darah, ukur pada kedua tangan / paha untuk evaluasi awal.
Rasional : perbandingan dari tekanan memberikan gambaran yang lebih lengkap tentang keterlibaan / bidang masalah vaskuler.
2) Berikan lingkungan tenang, nyaman, kurangi aktivitas
Rasional : untuk meningkatkan relaksasi.
3) Anjurkan teknik relaksasi, panduan imajinasi, aktivitas pengalihan
Rasional : dapat menimbulkan rangsangan yang menimbulkan stres, membuat efek tenang.
4) Berikan obat sesuai indikasi untuk mengontrol tekanan darah.
Rasional : respon terhadap terapi obat tergantung pada individu dan efek sinergik obat.
c. Resiko injuri berhubungan dengan penurunan kesadaran.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam injury tidak terjadi.
KH : menunjukkan perilaku penurunan resiko perdarahan.
Intervensi :
1) Catat perubahan mental / tingkat kesadaran.
Rasional ; perubahan dapat menunjukkan penurunan perfusi jaringan serebral sekunder terhadap hipovolemi dan hipoksemia.
2) Batasi aktivitas seperti menggerakkan kepala tiba – tiba membengkak.
Rasional : menurunkan stres pada area pembedahan.
3) Minta pasien untuk membedakan antara ketidaknyamanan dan nyeri tajam.
Rasional : ketidaknyamanan mungkin karena prosedur pembedahan.
4) Awasi tingkat kesadaran dan perilaku.
Rasional : anemia dapat menyebabkan hipoksia, serebral dengan perubahan mental, orientasi dan respon perilaku.
3. Post operasi
a. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan luka bekas operasi.
Tujuan : setelah dilakukan perawatan selama 3 x 24 jam diharapkan nyeri dapat berkurang atau hilang.
Kriteria hasil : melaporkan nyeri hilang / terkontrol.
Tampak rileks, mampu istirahat dengan tepat.
Intervensinya :
1) Kaji skala nyeri
Rasional : membantu menentukan derajat nyeri
2) Atur posisi tirah baring
Rasional : sebagai dinding abdomen kanan
3) Ajarkan teknik relaksasi dan distraksi
Rasional : cara efektif pengurangan nyeri dengan peralihan perhatian
4) Ciptakan kondisi lingkungan yang nyaman
Rasional : dengan kondisi lingkungan yang nyaman klien dapat istirahat dengan tenang
5) Kolaborasi dalam pemberian analgetik
Rasional : analgetik menekan stimulus syaraf pusat pada thalamus dan korteks cerebri.

b. Perubahan pola eliminasi (konstipasi) berhubungan dengan penurunan peristaltik.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam konstipasi teratasi.
KH : membuat pola eliminasi sesuai kebutuhan fisik dan gaya hidup dengan ketepatan jumlah dan konsistensi.
1) Pastikan kebiasaan defekasi pasien dan gaya hidup sebelumnya.
Rasional : membantu dalam pembentukan jadwal irigasi efektif unit pasien dengan kolostomi.
2) Auskultasi bising usus
Rasional : kembalinya fungsi gastriintestinal mungkin terlambat oleh efek depresan dan dari anestesia, ileus paralitik, inflamasi intra peritonial.
3) Tinjau ulang pola diet dan jumlah / tipe masukan cairan.
Rasional : masukan adekuat dan serat, makanan kasar memberikan bentuk dan cairan adalah faktor penting dalam menentukan konsistensi feses.
4) Berikan obat sesuai indikasi, contoh : pelunak feses.
Rasional : obat pelunak feses dapat melunakkan feses sehingga tidak terjadi konstipasi.
5) Berikan makanan tinggi serat.
Rasional : makanan yang tinggi serat dapat memperlancar pencernaan sehingga tidak terjadi konstipasi.
c. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan luka terbuka.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam gangguan integritas kulit teratasi.
KH : mencapai pemulihan luka tepat waktu tanpa komplikasi.
Intervensi :
1) Pantau TTV, perhatikan demam, takipneu, takikardi dan gemetar, periksa luka dengan sering terhadap bengkak insisi berlebihan.
Rasional : mungkin indikatif dari pembentukan hematoma / terjadinya infeksi.
2) Gunakan plester kertas / bebat montgomery untuk balutan sesuai indikasi.
Rasional : penggantian balutan sering dapat mengakibatkan kerusakan pada kulit karena perlekatan yang kuat.
3) Tutup usus yang terpajan dengan balutan steril dan lembab, siapkan untuk perbaikan bedah luka.
Rasional : mencegah kekeringan jaringan mukosa.
4) Tinjau ulang nilai laboratorium terhadap anemia dan penurunan albumin serum.
Rasional : anemia dan pembentukan edema dapat mempengaruhi pemulihan.
d. Resiko infeksi berhubungan dengan portal terbuka.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam tidak terjadi infeksi
KH : menyatakan pemahaman penyebab
Intervensi :
1) Lakukan teknik isolasi untuk infeksi enterik, termasuk cuci tangan efektif.
Rasional : mencegah transmisi penyakit virus ke orang lain.
2) Pertahankan teknik aseptik ketat pada perawatan luka insisi / terbuka, bersihkan dengan betadine.
Rasional : mencegah meluas dan membatasi penyebaran organisme infektif / kontaminasi silang.
3) Jelaskan prosedur isolasi pada pasien / orang terdekat.
Rasional : pemahaman alasan untuk diri mereka sendiri dan orang lain isolasi berakhir 2 – 3 minggu / tergantung lamanya gejala.
4) Awasi / batasi pengunjung dan siap kebutuhan.
Rasional : menurunkan resiko terpajan.
5) Berikan antimikroba, contoh gentamicin (garamycin), amikasin (amikin)
Rasional : terapi ditunjukkan pada bakteri anaerob dan hasil aerob gra negatif.

e. Resiko aspirasi berhubungan dengan penurunan epiglotis.



DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medical Bedah. edisi 8 volume 2. jakarta : EGC.
Doengoes, ME, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, EGC, Jakarta.
Mansjoer Arif, 2000, kapita Selekta kedokteran, Jilid 2, Edisi 3, EGC. Jakarta
R. Sjamsuhidayat, dkk, 2003, Ilmu Bedah, Edisi 2, EGC, Jakarta
http: //Ns. Nining. Blogspot.com/ 2008/08/ Asuhan Keperawatan. Apendicitis. Html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar