Jumat, 17 Desember 2010

Askep Jiwa Defisit Perawatan Diri

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA PASIEN
DENGAN DEFISIT PERAWATAN DIRI

Disusun untuk memenuhi tugas mata Keperawatan Jiwa
Dosen pengampuh : Ns. Sri Nyumirah, S.Kep




Disusun oleh
Kelompok I :
Dewi Fatmawati


PROGAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
CENDIKIA UTAMA
2010

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Pemeliharaan hygiene perorangan diperlukan untuk kenyamanan individu, keamanan, dan kesehatan. Seperti pada orang sehat dapat memenuhi kebutuhan personal hygienenya sendiri. Cara perawatan diri menjadi rumit dikarenakan kondisi fisik atau keadaan emosional klien. Selain itu,beragam faktor pribadi dan sosial budaya mempengaruhi praktik hygiene klien.
Karena perawatan hygiene seringkali memerlukan kontak yang dekat dengan klien maka perawat menggunakan ketrampilan komunikasi untuk meningkatkan hubungan terapeutik dan belajar tentang kebutuhan emosional klien.
Oleh karena itu penulis membahas makalah ini untuk mempelajari tentang defisit perawatan diri dan mengkaji pasien dengan gangguan perawatan diri.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah membuat dan mempresentasikan makalah ini diharapkan mahasiswa mengerti dan mengetahui tentang gangguan halusinasi.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mengetahui dan memahami defisit perawatan diri.
b. Mahasiswa mengetahui dan memahami etiologi defisit perawatan diri.
c. Mahasiswa mengetahui manifestasi klinis defisit perawatan diri.
d. Mahasiswa mengetahui mekanisme koping defisit perawatan diri.
e. Mahasiswa mengetahui dan memahami intervensi dari defisit perawatan diri dan dapat mengimplementasikannya.

BAB II
TINJAUAN TEORI


A. Pengertian
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi kebutuhannya guna mempertahankan kehidupannya, kesehatan dan kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien dinyatakan terganggu keperawatan dirinya jika tidak dapat melakukan perawatan diri (Depkes, 2000).
Deficit perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas perawatan diri (mandi, berhias, makan, toileting) (Nurjanah, 2004).
Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis (Potter Perry, 2005).
Kurang perawatan diri adalah kondisi di mana seseorang tidak mampu melakukan perawatan kebersihan untuk dirinya (Tarwoto dan Wartonah, 2000).
Jenis - jenis kurang perawatan diri :
1. Kurang perawatan diri = mandi / kebersihan
Gangguan kemampua untuk melakukan aktivitas mandi / kebersihan diri.
2. Kurang perawatan diri = mengenakan pakaian / berhias
Gangguan kemampuan memakai pakaian dan aktivitas berdandan diri.
3. Kurang perawatan diri = makan
Gangguan kemampuan untuk menunjukkan aktivitas makan.
4. Kurang perawatan diri = toileting
Gangguan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas toileting sendiri.

B. Etiologi
Menurut Tarwoto dan Wartonah (2000) penyebab kurang perawatan diri adalah sebagai berikut :
1. Kelelahan fisik
2. Penurunan kesadaran
Menurut Depkes (2002:20), penyebab kurang perawatan diri adalah :
1. Faktor predisposisi
a. Perkembangan
Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga perkembangan inisiatif terganggu.
b. Biologis
Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan perawatan diri.
c. Kemampuan realistis turun
Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang kurang menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk perawatan diri.
d. Sosial
Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri lingkungannya situasi lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan dalam perawatan diri.
2. Faktor presipitasi
Yang merupakan faktor presipitasi deficit perawatan diri adalah kurang penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas, lelah / lemah yang dialami individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu melakukan perawatan diri.
Menurut Depkes (2000 : 59) faktor – faktor yang mempengaruhi personal hygiene adalah :



1. Body image
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri, misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli dengan kebersihan dirinya.
2. Praktik sosial
Pada anak – anak selalu dimanja dalam kebersihan diri maka kemungkinan akan terjadi perubahan pada personal hygiene.
3. Status sosial ekonomi
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi, shampoo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk menyediakannya.
4. Pengetahuan
Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien diabetes mellitus ia harus menjaga kebersihan kakinya.
5. Budaya
Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh dimandikan.
6. Kebiasaan seseorang
Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam perawatan diri seperti penggunaan sabun, shampoo dan lain – lain.
7. Kondisi fisik atau psikis
Pada keadaan tertentu / sakit kemampuan untuk merawat diri berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya.
Dampak yang sering timbul pada masalah personal hygiene :
1. Dampak fisik
Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik, gangguan fisik yang sering terjadi adalah gangguan integritas kulit, gangguan membrane mukosa mulut, infeksi pada mata dan telinga dan gangguan fisik pada kuku.
2. Dampak psikososial
Masalah sosial yang berhubungan dengan personal hygiene adalah kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai, kebutuhan harga diri, aktualisasi diri dan gangguan interaksi sosial.

C. Manifestasi Klinis
Menurut Depkes (2000:20) tanda dan gejala klien dengan deficit perawatan diri adalah :
1. Fisik
a. Badan bau, pakaian kotor
b. Rambut dan kulit kotor
c. Kuku panjang dan kotor
d. Gigi kotor disertai mulut bau
e. Penampilan tidak rapi
2. Psikologis
a. Malas, tidak ada inisiatif
b. Menarik diri, isolasi diri
c. Merasa tak berdaya, rendah diri dan merasa hina
3. Sosial
a. Interaksi kurang
b. Kegiatan kurang
c. Tidak mampu berperilaku sesuai norma
d. Cara makan tidak teratur BAK dan BAB disembarang tempat, gosok gigi dan mandi tidak mampu mandiri.
D. Mekanisme Koping
1. Regresi
2. Penyangkalan
3. Isolasi diri, menarik diri
4. Intelektualisasi


E. Rentang respond Kognitif
Asuhan yang dapat dilakukan keluarga bagi klien yang tidak dapat merawat diri sendiri :
1. Meningkatkan kesadaran dan kepercayaan diri :
a. Bina hubungan saling percaya
b. Bicarakan tentang pentingnya kebersihan
c. Kuatkan kemampuan klien merawat diri
2. Membimbing dan menolong klien merawat diri :
a. Bantu klien merawat diri
b. Ajarkan keterampilan secara bertahap
c. Buatkan jadwal kegiatan setiap hari
3. Ciptakan lingkungan yang mendukung
a. Sediakan perlengkapan yang diperlukan untuk mandi
b. Dekatkan peralatan mandi biar mudah dijangkau oleh klien
c. Sediakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi klien
F. Pohon Masalah
















Tanggal No. DX Diagnosa keperawatan Perencanaan Intervensi Rasional
Tujuan Kriteria hasil
Deficit perawatan diri TUM : klien dapat meningkatkan minat dan motivasinya untuk memperlihatkan kebersihan diri
TUK I : klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat Dalam berinteraksi klien menunjukkan tanda – tanda percaya pada perawat
Wajah cerah, tersenyum
Mau berkenalan
Ada kontak mata
Menerima kehadiran perawat
Bersedia mencentakkan perasaannya. Bina hubungan saling percaya dengan mengungkapkan prinsip komunikasi terapeutik
a. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun nonverbal.
b. Perkenalkan diri dengan sopan.
c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien.
d. Jelaskan tujuan pertemuan
e. Jujur dan menepati janji
f. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya.
g. Beri perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar klien. Hubungan saling percaya merupakan dasar untuk kelancaran hubungan interaksi selanjutnya.
Deficit perawatan diri TUK II : klien dapat mengenal tentang pentingnya kebersihan diri Klien dapat menyebutkan kebersihan diri pada waktu 2 kali pertemuan, mampu menyebutkan kembali kebersihan untuk kesehatan seperti mencegah penyakit dan klien dapat meningkatkan cara merawat diri. Berikan salam setiap berinteraksi
a. Diskusikan bersama klien pentingnya kebersihan diri dengan cara menjelaskan pengertian tentang arti bersih dan tanda – tanda bersih.
b. Dorong klien untuk menyebutkan 3 dari 5 tanda kebersihan diri.
c. Diskusikan fungsi kebersihan diri dengan menggali pengetahuan klien terhadap hal yang berhubungan dengan kebersihan diri.
d. Bantu klien mengungkapkan arti kebersihan diri dan tujuan memelihara kebersihan diri.
e. Beri reinforment positif setelah klien mampu menggunakan arti kebersihan diri.
f. Ingatkan klien untuk memelihara kebersihan diri seperti : mandi 2 x, pagi dan sore, sikat gigi minimal. Mempertahankan BHPS dengan klien.

Mengevaluasi pemahaman klien mengenai tanda – tanda bersih.
Reinforcement akan meningkatkan harga diri pasien / klien.

Deficit perawatan diri TUK III : klien dapat melakukan kebersihan diri. Klien berusaha untuk memelihara kebersihan diri seperti mandi pakai sabun dan disiram pakai air sampai bersih. Mengganti pakaian bersih sehari hari dan merapikan penampilan. a. Motivasi klien untuk mandi
b. Beri kesempatan untuk mandi beri klien untuk mendemonstrasikan cara memelihara kebersihan diri yang benar.
c. Anjurkan klien untuk mengganti baju setiap hari.
d. Kaji keinginan klien untuk memotong kuku dan merapikan rambut.
e. Kolaborasi dengan perawat ruangan untuk pengelolaan fasilitas perawatan kebersihan diri setiap mandi dan kebersihan kamar mandi.
f. Bekerja sama dengan keluarga untuk mengadakan fasilitas kebersihan diri.
Deficit perawatan diri TUK IV : klien dapat melakukan kebersihan perawatan diri Setelah 1 minggu klien dapat melakukan perawatan kebersihan diri secara rutin dan teratur tanpa anjuran seperti : mandi pagi / sore, ganti baju setiap hari, penampilan bersih dan rapi Monitor klien dalam melakukan kebersihan diri secara teratur, ingatkan untuk mencucui rambut, menyisir gosok gigi, ganti baju dan pakai sandal.
TUK V : klien dapat mempertahankan kebersihan diri secara mandiri Klien selalu tampak bersih dan rapi Beri reinforcement positif jika berhasil melakukan kebersihan diri.
Deficit perawatan diri TUK VI : klien dapat dukungan keluarga dalam meningkatkan kebersihan diri Keluarga selalu meningkatkan hal – hal yang berhubungan dengan kebersihan diri. Keluarga menyiapkan sarana untuk membantu klien atau menjaga kebersihan diri dan keluarga membantu dan membimbing klien dalam menjaga kebersihan diri. a. Jelaskan pada keluarga tentang penyebab kurang minatnya klien menjaga kebersihan diri.
b. Diskusikan bersama keluarga tentang tindakan yang telah di lakukan klien selama di RS atau menjaga kebersihan dan kemajuan yang telah di alami di RS
c. Anjurkan keluarga untuk memutuskan memberi stimulasi terhadap kemajuan yang telah dialami di RS
d. Jelaskan pada keluarga tentang manfaat sarana yang lengkap atau menjaga kebersihan diri klien.
e. Anjurkan keluarga untuk menyiapkan sarana dalam menjaga kebersihan diri.
f. Diskusikan bersama keluarga cara membantu klien dalam menjaga kebersihan diri.
g. Diskusikan dengan keluarga mengenai hal yang dilakukan misal : mengingatkan pada waktu mandi, sikat gigi, keramas, dll.

Askep Dekubitus Pada Lansia

ASKEP DEKUBITUS
PADA LANSIA
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Gerontik
Dosen pengampu : Anita Dyah Listiyani, S.Kep, Ns.




Disusun oleh
Kelompok I :

Dewi Fatmawati


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
CENDIKIA UTAMA KUDUS
2010

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Kita kehilangan sekitar satu gram sel kulit setiap harinya karena gesekan kulit pada baju dan aktivitas higiene yang dilakukan setiap hari seperti mandi.
Dekubitus dapat terjadi pada setiap tahap umur, tetapi hal ini merupakan masalah yang khusus pada lansia. Khsusnya pada klien dengan imobilitas.
Seseorang yang tidak im-mobil yang tidak berbaring ditempat tidur sampai berminggu-minggu tanpa terjadi dekubitus karena dapat berganti posisi beberapa kali dalam sejam. Penggantian posisi ini, biarpun hanya bergeser, sudah cukup untuk mengganti bagian tubuh yang kontak dengan alas tempat tidur.
Sedangkan im-mobilitas hampir menyebabkan dekubitus bila berlangsung lama. Terjadinya ulkus disebabkan ganggual aliran darah setempat, dan juga keadaan umum dari penderita.
Dekubitus adalah kerusakan/kematian kulit sampai jaringan dibawah kulit, bahkan menembus otot sampai mengenai tulang akibat adanya penekanan pada suatu area secara terus menerus sehingga mengakibatkan gangguan sirkulasi darah setempat.
Walaupun semua bagian tubuh mengalami dekubitus, bagian bawah dari tubuhlah yang terutama beresiko tinggi dan membutuhkan perhatian khusus.
Area yang biasa terjadi dekubitus adalah tempat diatas tonjolan tulang dan tidak dilindungi oleh cukup dengan lemak sub kutan, misalnya daerah sakrum, daerah trokanter mayor dan spina ischiadica superior anterior, daerah tumit dan siku.
Dekubitus merupakan suatu hal yang serius, dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi pada penderita lanjut usia. Dinegara-negara maju, prosentase terjadinya dekubitus mencapai sekitar 11% dan terjadi dalam dua minggu pertama dalam perawatan.
Usia lanjut mempunyai potensi besar untuk terjadi dekubitus karena perubahan kulit berkaitan dengan bertambahnya usia antara lain; berkurangnya jaringan lemak subkutan; berkurangnya jaringan kolagen dan elastin; dan menurunnya efesiensi kolateral kapiler pada kulit sehingga kulit menjadi lebih tipis dan rapuh.

B. Tujuan
1. Tujuan umum
Setelah membuat dan mempresentasikan makalah ini diharapkan mahasiswa mengerti dan mengetahui tentang asuhan keperawatan pada pasien lansia dengan gangguan dekubitus.
2. Tujuan khusus
a. Mahasiswa mengetahui dan memahami definisi dari dekubitus.
b. Mahasiswa mengetahui dan memahami etiologi dekubitus.
c. Mahasiswa mengetahui manifestasi klinis dekubitus
d. Mahasiswa mengetahui patofisiologi dekubitus.
e. Mahasiswa mengetahui dan memahami penatalaksanaan medis dekubitus.
f. Mahasiswa mengetahui dan memahami proses asuhan keperawatan dekubitus mulai dari tahap pengkajian sampai tahap evaluasi.

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Dekubitus merupakan nekrosis jaringan local yang cenderung terjadi ketika jaringan lunak tertekan di antara tonjolan tulang dengan permukaan eksternal dalam jangka waktu lama (National Pressure Ulcer Advisory Panel [NPUAP], 1989a, 1989b).
Sebuah definisi baru telah diajukan di Konferensi Nasional NPUAP ke-4 (1995a).Margolis (1995) menyebutkan “definisi dekubitus adalah kerusakan struktur anatomis dan fungsi kulit normal akibat dari tekanan eksternal yang berhubungan dengan penonjolan tulang dan tidak sembuh dengan urutan dan waktu biasa. Selanjutnya, gangguan ini terjadi pada individu yang berada di atas kursi atau di atas tempat tidur, sering kali pada inkontinensia dan malnutrisi ataupun individu yang mengalami kesulitan makan sendiri, serta mengalami gangguan tingkat kesadaran.”
Ulkus Dekubitus (Luka akibat penekanan, Ulkus kulit, Bedsores) adalah kerusakan kulit yang terjadi akibat kekurangan aliran darah dan iritasi pada kulit yang menutupi tulang yang menonjol, dimana kulit tersebut mendapatkan tekanan dari tempat tidur, kursi roda, gips, pembidaian atau benda keras lainnya dalam jangka panjang (Anonim, 2009).
Dekubitus sering disebut ulkus dermal / ulkus dekubitus atau luka tekan terjadi akibat tekanan yang sama pada suatu bagian tubuh yang mengganggu sirkulasi (Harnawatiaj, 2008).
Dekubitus adalah Kerusakan lokal dari kulit dan jaringan dibawah kulit yang disebabkan penekanan yang terlalu lama pada area tersebut (Ratna Kalijana, 2008).
Bagian tubuh yang sering mengalami ulkus dekubitus adalah bagian dimana terdapat penonjolan tulang, yaitu bagian siku, tumit, pinggul, pergelangan kaki, bahu, punggung dan kepala bagian belakang. Walaupun semua bagian tubuh beresiko mengalami dekubitus, bagian bawah dari tubuhlah yang terutama beresiko tinggi dan membutuhkan perhatian khusus.
Area yang biasa terjadi dekubitus adalah tempat diatas tonjolan tulang dan tidak dilindungi oleh cukup dengan lemak sub kutan, misalnya daerah sakrum, daerah trokanter mayor dan spina ischiadica superior anterior, daerah tumit dan siku.
Dekubitus merupakan suatu hal yang serius, dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi pada klien lanjut usia. Di negara-negara maju, prosentase terjadinya dekubitus mencapai sekitar 11% dan terjadi dalam dua minggu pertama dalam perawatan.
Dekubitus dapat terjadi pada setiap tahap umur, tetapi hal ini merupakan masalah yang khusus pada lansia. Khususnya pada klien dengan imobilitas.Usia lanjut mempunyai potensi besar untuk terjadi dekubitus karena perubahan kulit berkaitan dengan bertambahnya usia antara lain:
1. Berkurangnya jaringan lemak subkutan
2. Berkurangnya jaringan kolagen dan elastin
3. Menurunnya efesiensi kolateral kapiler pada kulit sehingga kulit menjadi lebih tipis dan rapuh.

B. Etiologi
1. Faktor Ekstrinsik
a. Tekanan
b. Kelembaban
c. Gesekan
2. Faktor intrinsic
a. Usia
b. Temperatur
c. Nutrisi
3. Adapun factor lainnya adalah :
a. Menurunnya persepsi sensori
b. Immobilisasi, dan
c. Keterbaasan aktivitas
Ketiga faktor ini adalah dampak dari pada lamanya dan intensitas tekanan pada bagian permukaan tulang yang menonjol.

C. Manifestasi klinis dan Komplikasi
a. Tanda cidera awal adalah kemerahan yang tidak menghilang apabila ditekan ibu jari.
b. Pada cidera yang lebih berat dijumpai ulkus dikulit.
c. Dapat timbul rasa nyeri dan tanda-tanda sistemik peradangan, termasuk demam dan peningkatan hitung sel darah putih
d. Dapat terjadi infeksi sebagai akibat dari kelemahan dan perawatan di Rumah Sakit yang berkepanjangan bahkan pada ulkus kecil.

D. Patofisiologi
Tekanan imobilisasi yang lama akan mengakibatkan terjadinya dekubitus, kalau salah satu bagian tubuh berada pada suatu gradient (titik perbedaan antara dua tekanan). Jaringan yang lebih dalam dekat tulang, terutama jaringan otot dengan suplai darah yang baik akan bergeser kearah gradient yang lebih rendah, sementara kulit dipertahankan pada permukaan kontak oleh friksi yang semakin meningkat dengan terdapatnya kelembaban, keadaan ini menyebabkan peregangan dan anggulasi pembuluh darah (mikro sirkulasi) darah yang dalam serta mengalami gaya geser jaringan yang dalam, ini akan menjadi iskemia dan dapat mengalami nekrosis sebelum berlanjut ke kulit.
Immobilisasi/terpancang pada tempat tidurnya secara pasif dan berbaring (lebih dari 2 jam),tekanan daerah sakrum akan mencapai 60-70 mmHg dan daerah tumit mencapai 30-45 mmHg (normal: tekanan daerah pada kapiler berkisar antara 16 mmHg-33 mmHg), Iskemik, nekrosis jaringan kulit selain faktor tegangan, ada faktor lain yaitu: Faktor teregangnya kulit misalnya gerakan meluncur ke bawah pada penderita dengan posisi dengan setengah berbaring. Faktor terlipatnya kulit akibat gesekan badan yang sangat kurus dengan alas tempat tidur, sehingga seakan-akan kulit “tertinggal” dari area tubuh lainnya (Heri Sutanto, 2008).
Tekanan daerah pada kapiler berkisar antara 16 mmHg-33 mmHg. Kulit akan tetap utuh karena sirkulasi darah terjaga, bila tekanan padanya masih berkisar pada batas-batas tersebut. Tetapi sebagai contoh bila seorang penderita immobil/terpancang pada tempat tidurnya secara pasif dan berbaring diatas kasur busa maka tekanan daerah sakrum akan mencapai 60-70 mmHg dan daerah tumit mencapai 30-45 mmHg.
Tekanan akan menimbulkan daerah iskemik dan bila berlanjut terjadi nokrosis jaringan kulit. Percobaan pada binatang didapatkan bahwa sumbatan total pada kapiler masih bersifat reversibel bila kurang dari 2 jam. Seorang yang terpaksa berbaring berminggu-minggu tidak akan mengalami dakubitus selama dapat mengganti posisi beberapa kali perjamnya.
Selain faktor tekanan, ada beberapa faktor mekanik tambahan yang dapat memudahkan terjadinya dekubitus;
• Faktor teregangnya kulit misalnya gerakan meluncur ke bawah pada penderita dengan posisi dengan setengah berbaring.
• Faktor terlipatnya kulit akiab gesekan badan yang sangat kurus dengan alas tempat tidur, sehingga seakan-akan kulit “tertinggal” dari area tubuh lainnya.
Faktor teragannya kulit akibat daya luncur antara tubuh dengan alas tempatnya berbaring akan menyebabkan terjadinya iskemia jaringan setempat.
Keadaan ini terjadi bila penderita immobil, tidak dibaringkan terlentang mendatar, tetapi pada posisi setengah duduk. Ada kecenderungan dari tubuh untuk meluncur kebawah, apalagi keadaannya basah. Sering kali hal ini dicegah dengan memberikan penhalang, misalnya bantal kecil/balok kayu pada kedua telapak kaki. Upaya ini hanya akian mencegah pergerakan dari kulit, yang sekarang terfiksasi dari alas, tetapi rangka tulang tetap cederung maju kedepan. Akibatnya terjadi garis-garis penekanan/peregangan pada jaringan subkutan yang sekan-akan tergunting pada tempat-tempat tertentu, dan akan terjadi penutupan arteriole dan arteri-arteri kecil akibat terlalu teregang bahkan sampai robek. Tenaga menggunting ini disebut Shering Forces.
Sebagai tambahan dari shering forces ini, pergerakan dari tubuh diatas alas tempatnya berbaring, dengan fiksasi kulit pada permukaan alas akan menyebabkan terjadinya lipatan-lipatan kulit (skin folding). Terutama terjadi pada penderita yang kurus dengan kulit yang kendur. Lipatan-lipatan kulit yang terjadi ini dapat menarik/mengacaukan (distorsi) dan menutup pembuluh-pembuluh darah.
Sebagai tambahan dari efek iskemia langsung dari faktor-faktor diatas, masih harus diperhatikan terjadinya kerusakan edotil, penumpukan trombosit dan edema. Semua inidapat menyebabkan nekrosis jarigan akibat lebih terganggunya aliran darah kapiler. Kerusakan endotil juga menyebabkn pembuluh darah mudah rusak bila terkena trauma.

E. Penatalaksanaan Medis
a. Perawatan luka decubitus
b. Terapi fisik, dengan menggunakan pusaran air untuk menghilangkan jaringan yang mati.
c. Terapi obat :
1. Obat antibacterial topical untuk mengontrol pertumbuhan bakteri
2. Antibiotik prupilaksis agar luka tidak terinfeks
d. Terapi diet
Agar terjadi proses penyembuhan luka yang cepat, maka nutrisi harus adekuat yang terdiri dari kalori, protein, vitamin, mineral dan air.
Penatalaksanaan klien dekubitus memerlukan pendekatan holistic yang menggunakan keahlian pelaksana yang berasala dari beberapa disiplin ilmu kesehatan (AHCPR, 1994; Olshansky, 1994)
Gambaran keseluruhan dekubitus akan menjadi dasar pembuatan pohon pengangambilan keputusan yang digunakan untuk menentukan rencana tindakan (AHCPR, 1994, Maklebust dan Siegreen, 1991).

F. Pengelolaan Dekubitus
Pengelolaan dekubitus diawali dengan kewaspadaan untuk mencegah terjadinya dekubitus dengan mengenal penderita risiko tinggi terjadinya dekubitus, misalnya pada penderita yang immobil dan konfusio.
Usaha untuk meremalkan terjadinya dekubitus ini antara lain dengan memakai sistem skor Norton. Skor dibawah 14 menunjukkan adanya risiko tinggi untuk terjadinya dekubitus. Dengan evaluasi skor ini dapat dilihat perkembangan penderita.
Tindakan berikutnya adalan menjaga kebersihan penderita khususnya kulit, dengan memandikan setiap hari. Sesudah keringkan dengan baik lalu digosok dengan lotion, terutama dibagian kulit yang ada pada tonjolan-tonjolan tulang. Sebaiknya diberikan massase untuk melancarkan sirkulasi darah, semua ekskreta/sekreta harus dibersihkan dengan hati-hati agari tidak menyebabkan lecet pada kulit penderita.
Tindakan selanjutnya yang berguna baik untuk pencegahan maupun setelah terjadinya dekubitus adalah:
1. Meningkatkan status kesehatan penderita; umum; memperbaiki dan menjaga keadaan umum penderita, misalnya anemia diatasi, hipoalbuminemia dikoreksi, nutirisi dan hidarasi yang cukup, vitamin (vitamin C) dan mineral (Zn) ditambahkan khusus; coba mengatasi/mengoabati penyakit-penyakit yang ada pada penderita, misalnya DM.
2. Mengurangi/memeratakan faktor tekanan yang mengganggu aliran darah;
a. Alih posisi/alih baring/tidur selang seling, paling lama tiap dua jam. Keberatan pada cara ini adalah ketergantungan pada tenaga perawat yang kadang-kadang sudah sangat kurang, dan kadang-kadang mengganggu istirahat penderita bahkan menyakitkan.
b. Kasur khusus untuk lebih memambagi rata tekan yang terjadi pada tubuh penderita, misalnya; kasur dengan gelembung tekan udara yang naik turun, kasur air yang temperatur airnya dapat diatur. (keberatan alat canggih ini adalah harganya mahal, perawatannya sendir harus baik dan dapat rusak).
c. Regangan kulit dan lipatan kulit yang menyebabkan sirkulasi darah setempat terganggu, dapat dikurangi antara lain;
• Menjaga posisi penderita, apakah ditidurkan rata pada tempat tidurnya, atau sudah memungkinakan untuk duduk dikursi.
• Bantuan balok penyangga kedua kaki, bantal-bantal kecil utuk menahan tubuh penderita, “kue donat” untuk tumit,
• Diluar negeri sering digunakan kulit domba dengan bulu yang lembut dan tebal sebagai alas tubuh penderita. Begitu tampak kulit yang hiperemis pada tubuh penderita, khsusnya pada tempat-tempat yang sering terjadi dekubitus, semua usaha-usahan diatas dilakukan dengan lebih cermat untuk memperbaiki iskemia yang terjadi, sebab sekali terjadi kerusakan jaringa upaya penyembuhan akan lebih rumit.
Bila sudah terjadi dekubitus, tentukan stadium dan tindakan medik menyesuaikan apa yang dihadapi:
1. Dekubitus derajat I
Dengan reaksi peradangan masih terbatas pada epidermis;
kulit yang kemerahan dibersihkan hati-hati dengan air hangat dan sabun, diberi lotion, kemudian dimassase 2-3 kali/hari.
2. Dekubitus derajat II
Dimana sudah terjadi ulkus yang dangkal; Perawatan luka harus memperhatikan syarat-syarat aseptik dan antiseptik. Daerah bersangkutan digesek dengan es dan dihembus dengan udara hangat bergantian untuk meransang sirkulasi. Dapat diberikan salep topikal, mungkin juga untuk meransang tumbuhnya jaringan muda/granulasi, Penggantian balut dan salep ini jangan terlalu sering karena malahan dapat merusakkan pertumbuhan jaringan yang diharapkan.

3. Dekubitus derajat III
Dengan ulkus yang sudah dalam, menggaung sampai pada bungkus otot dan sering sudah ada infeksi; Usahakan luka selalu bersih dan eksudat disusahakan dapat mengalir keluar. Balut jangan terlalu tebal dan sebaliknya transparan sehingga permeabel untuk masukknya udara/oksigen dan penguapan. Kelembaban luka dijaga tetap basah, karena akan mempermudah regenarasi sel-sel kulit. Jika luka kotor dapat dicuci dengan larutan NaCl fisiologis. Antibiotik sistemik mungkin diperlukan.
4. Dekubitus derajat IV
Dengan perluasan ulkus sampai pada dasar tulang dan sering pula diserta jaringan nekrotik; Semua langkah-langkah diatas tetap dikerjakan dan jaringan nekrotik yang adal harus dibersihkan, sebab akan menghalangi pertumbuhgan jaringan/epitelisasi.
Beberapa preparat enzim coba diberikan untuk usaha ini, dengan tujuan mengurangi perdarahan, dibanding tindakan bedah yang juga merupakan alternatif lain. Setelah jaringan nekrotik dibuang danluka bersih, penyembuhan luka secara alami dapat diharapkan.
Beberapa usaha mempercepat adalah antara lain dengan memberikan oksigenisasi pada daerah luka, Tindakan dengan ultrasono untuk membuka sumbatan-sumbatan pembuluh darah dan sampai pada transplantasi kulit setempat.
Angka mortalitas dekubitus derajat IV ini dapat mencapai 40%.


BAB III
PROSES ASUHAN KEPERAWATAN PADA
PASIEN DENGAN DEKUBITUS

A. Pengkajian
1. Aktivitas/ istirahat
Tanda : penurunan kekuatan, ketahanan, keterbatasan rentang gerak.pada area yang sakit gangguannya misalnya otot perubahan tunas.
2. Sirkulasi
Tanda : hipoksia, penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas yang cidera, vasokontriksi perifer umum dengan kehilangan nadi, kulit putih dan dingin, pembentukan edema jaringan.
3. Eleminasi
Tanda : keluaran urin menurun adalah tidak adanya pada fase darurat, warna mungkin hitam kemerahan , bila terjadi, mengidentifiasi kerusakan otot.
4. Makanan/cairan
Tanda : edema jaringan umum, anoreksia, mual dan muntah.
5. Neurosensori
Gejala : area kebas/kesemutan
6. Pernapasan
Gejala :menurunnya fungsi medulla spinalis, edema medulla, kerusakan neurology, paralysis abdominal dan otot pernapasan.
7. Integritas ego
Gejala : masalah keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan.
Tanda : ansietas, menangis, ketergantungan, mmenarik diri, marah.
8. Keamanan
Tanda : adanya fraktur akibat dilokasi (jatuh, kecelakaan, kontraksi otot tetanik, sampai dengan syok listrik).

B. Diagnosa Keperawatan
1. Kerusakan integritas jaringan kulit berhubungan dengan destruksi mekanis jaringan sekunder terhadap tekanan, gesekan dan fraksi.
2. Kerusakan mobilisasi fisik berhubungan dengan pembatasan gerak yang diharuskan, kehilangan control motorik.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan pemasukkan oral,anoreksia.
4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pemajanan dasar dekubitus, penekanan respons inflamasi.
5. Nyeri berhubungan dengan proses peradangan di area dekubitus.
C. Intervensi dan Rasional
1. Kerusakan integritas jaringan kulit berhubungan dengan destruksi mekanis jaringan sekunder terhadap tekanan, gesekan dan fraksi.
Kriteria hasil : Menunjukan regenerasi jaringan
Intervensi
a. Terapkan prinsip pencegahan luka dekubitus.
R : prinsip pencegahan luka dekubitus, meliputi mengurangi atau merotasi tekanan dari jaringan lunak.
b. Atur posis pasien senyaman mungkin.
R : meminimalkan terjadinya jaringan yang terkena dekubitus.
c. Balut luka dengan balutan yang mempertahankan kelembaban lingkungan diatas dasar luka.
R : luka yang lembab dapat mempercepat kesembuhan.
2. Kerusakan mobilisasi fisik berhubungan dengan pembatasan gerak yang diharuskan, kehilangan control motorik.
Kriteria hasil :
 Menyatatkan dan menunjukan keinginan berpartisipasi dalam aktivitas
 Menunjukan teknik/perilaku yang memampukan melakukan aktivitas



Intervensi
a. Dukungan mobilisasi ketingkat yang lebih tinggi.
R : gerakan teratur menghilangkan tekanan konsisten diatas tonjolan tulang.
b. Bantu/dorong perawatan diri/kebersihan, seperti mandi.
R : meningkatkan kekuatan otot dan sirkulasi, meningkatkan control pasien dalam situasi dan peningkatan kesehatan lingkungan.
c. Berikan perhatian khusus pada kulit.
R : penelitian menunjukkan bahwa kulit sangat rentan untuk mengalami kerusakan karena konsentrasi berat badan.
d. Dorong dukungan dan bantuan keluarga/orang terdekat pada latihan rentang gerak.
R/memampukan keluarga/orang terdekat untuk aktif dlam perawara pasien dan memberikan terapi lebih konstan/konsisten
e. Dorong partisipasi pasien dalam semua aktivitas sesuai kemapuan individual
R/meningkatkan kemandirian, meningkatkan harga diri,dan membantu proses perbaikan.
3. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pemajanan dasar dekubitus, penekanan respons inflamasi.
Kriteria hasil :
 Mengidentifikasi tindakan untuk mencegah/menurunkan risiko infeksi
 Menunjukan teknik, perubahan pola hidup untuk meningkatkan keamanan lingkungan, meningkatan penyembuhan.
Intervensi
a. Gunakan tehnik yang tepat selama mengganti balutan.
R : teknik yang baik mengurangi masuknya mikroorganisme pathogen kedalam luka.
b. Ukur tanda – tanda vital .
R : peningkatan suhu tubuh, takikardia menunjukkan adanya sepsis.
c. Gunakan sarung tangan steril setiap mengganti balutan.
R : setiap ulkus terkontaminasi oleh mikroorganisme yang berbeda, tindakan ini dapat mencegah infeksi.
d. Cuci dasar luka dengan larutan NaCl 0,9 %.
R : Dapat membuang jaringan yang mati pada permukaan kulit dan mengurangi mikroorganisme.
e. Berikan obat antibiotic sesuai indikasi.
R : antibiotic pilihanpada ulkus dekubitus berguna melawan organisme gram negative dan gram positif.
4. Nyeri berhubungan dengan peradangan di area dekubitus.
Kriteria hasil
 Melaporkan nyeri berkurang/terkontrol
 Menunjukan ekspresi waja yang rileks
Intervensi
a. Kaji tingkat nyeri,catat lokasi,karateristik,durasi,dan skala nyeri (0-10)
R/membantu mengkaji kebutuhan untuk intervensi,dan dapat mengidintifikasikan terjadinya komplikasi
b. Dorong ekspresi perasaan tentang nyeri
R/pernyataan memungkinkan pengungkapan emosi dan dapat meningkatkan mekanisme koping
c. Libatkan pasien dlam penentuan jadwal aktivitas ,pengobatan, pemberian obat.
R/meningkatkan rasa control pasien dan kekuatan mekanisme koping
d. Jelaskan prosedur/berikan informasi seiring dengan tepat.
R/mengetahui apa yang diharapkan memberikan kesempatan pada pasien untuk menyiapkan diri dan meningkatkan rasa kontrol
e. Ubah posisi dengan sering dan rentang gerak pasif dan aktif sesuai indikasi
R/gerakan dan latihan menurunkan kekakuan sendi dan kelelahan otot tetapi tipe latihan tergantung pada lokasi dan luas cedera
f. Dorong penggunaan teknik relaksasi,contoh pedoman imajinasi,visualisasi,aktivitas terapeutik
R/membantu pasien untuk istrahat lebih efektif dan memfokuskan kembali perhatian,dapat meningkatkan kemampuan koping, menurunkan nyeri dan ketidaknyamanan.

D. Evaluasi
Pasien dapat mencegah dan mengidentifikasi factor penyebab luka dekubitus; menunjukkan kemajuan penyembuhan.
1. Pasien mempunyai kulit tanpa eritema dan tidak pucat.
2. Pasien menunjukkan peningkatan berat badan dan massa otot.
3. Kulit tidak akan teritasi akibat pemajanan terhadap fekal atau urine drainage.
4. Pasien dapat mengidentifikasi penyebap nyeri dan cara penangulanganya
5. Menunjukkan hasil pembelajaran yang efektif untuk tujuan pemulangan dan perawatan pasien dirumah.

DAFTAR PUSTAKA


Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Keperawatan : Pedoman Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC.

http://asuhan-keperawatan-patriani.blogspot.com/2008/12/ulcus-dekubitus.html
http://www.trinoval.web.id/2010/04/dekubitus.html
http://www.scribd.com/doc/29487653/ASKEP-DEKUBITUS
http://hidayat2.wordpress.com/2009/07/05/askep-integumen-disorder-dekubitus/

PATHWAY

Askep Endometriosis

ASKEP ENDOMETRIOSIS
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Maternitas
Dosen pengampu : Biyanti Dwi W, S.Kep, Ns.




Disusun oleh
Kelompok I :
1. Nur Hindarsih
2. Mulyani
3. Ali Zubaidi
4. Amri Qisti
5. Ending Susilowati
6. Tupik
7. Tuntiana
8. Suyono

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
CENDIKIA UTAMA KUDUS
2010


BAB I
TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Endometriosis merupakan suatu kondisi yang dicerminkan dengan keberadaan dan pertumbuhan jaringan endometrium di luar uterus. Jaringan endometrium itu bisa tumbuh di ovarium, tuba falopii, ligamen pembentuk uterus, atau bisa juga tumbuh di apendiks, colon, ureter dan pelvis. ( Scott, R James, dkk. 2002. Buku Saku Obstetri dan Gynekologi. Widya Medica: Jakarta )

B. Etiologi
Ada beberapa faktor resiko penyebab terjadinya endometriosis, antara lain:
1. Wanita usia produktif ( 15 – 44 tahun )
2. Wanita yang memiliki siklus menstruasi yang pendek (<27 hari)
3. Menstruasi yang lama (>7 hari)
4. Spotting sebelum menstruasi
5. Peningkatan jumlah estrogen dalam darah
6. Keturunan : memiliki ibu yang menderita penyakit yang sama.
7. Memiliki saudara kembar yang menderita endometriosis
8. Terpapar Toksin dari lingkungan
Biasanya toksin yang berasal dari pestisida, pengolahan kayu dan produk kertas, pembakaran sampah medis dan sampah-sampah perkotaan. (Scott, R James, dkk. 2002. Buku Saku Obstetri dan Gynekologi. Widya Medica:Jakarta.)

C. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala endometriosis antara lain :
1. Nyeri :
a. Dismenore sekunder
b. Dismenore primer yang buruk
c. Dispareunia
Nyeri ovulasi
d. Nyeri pelvis terasa berat dan nyeri menyebar ke dalam paha, dan nyeri pada bagian abdomen bawah selama siklus menstruasi.
e. Nyeri akibat latihan fisik atau selama dan setelah hubungan seksual
f. Nyeri pada saat pemeriksaan dalam oleh dokter
2. Perdarahan abnormal
a. Hipermenorea
b. Menoragia
c. Spotting sebelum menstruasi
d. Darah menstruasi yang bewarna gelap yang keluar sebelum menstruasi atau di akhir menstruasi
3. Keluhan buang air besar dan buang air kecil
a. Nyeri sebelum, pada saat dan sesudah buang air besar
b. Darah pada feces
c. Diare, konstipasi dan kolik
(Scott, R James, dkk. 2002. Buku Saku Obstetri dan Gynekologi. Widya Medica : Jakarta)

D. Patofisiologi
Endometriosis dipengaruhi oleh faktor genetik. Wanita yang memiliki ibu atau saudara perempuan yang menderita endometriosis memiliki resiko lebih besar terkena penyakit ini juga. Hal ini disebabkan adanya gen abnormal yang diturunkan dalam tubuh wanita tersebut.
Gangguan menstruasi seperti hipermenorea dan menoragia dapat mempengaruhi sistem hormonal tubuh. Tubuh akan memberikan respon berupa gangguan sekresi estrogen dan progesteron yang menyebabkan gangguan pertumbuhan sel endometrium. Sama halnya dengan pertumbuhan sel endometrium biasa, sel-sel endometriosis ini akan tumbuh seiring dengan peningkatan kadar estrogen dan progesteron dalam tubuh.
Faktor penyebab lain berupa toksik dari sampah-sampah perkotaan menyebabkan mikroorganisme masuk ke dalam tubuh. Mikroorganisme tersebut akan menghasilkan makrofag yang menyebabkan resepon imun menurun yang menyebabkan faktor pertumbuhan sel-sel abnormal meningkat seiring dengan peningkatan perkembangbiakan sel abnormal.
Jaringan endometirum yang tumbuh di luar uterus, terdiri dari fragmen endometrial. Fragmen endometrial tersebut dilemparkan dari infundibulum tuba falopii menuju ke ovarium yang akan menjadi tempat tumbuhnya. Oleh karena itu, ovarium merupakan bagian pertama dalam rongga pelvis yang dikenai endometriosis.
Sel endometrial ini dapat memasuki peredaran darah dan limpa, sehingga sel endomatrial ini memiliki kesempatan untuk mengikuti aliran regional tubuh dan menuju ke bagian tubuh lainnya.
Dimanapun lokasi terdapatnya, endometrial ekstrauterine ini dapat dipengaruhi siklus endokrin normal. Karena dipengaruhi oleh siklus endokrin, maka pada saat estrogen dan progesteron meningkat, jaringan endometrial ini juga mengalami perkembangbiakan. Pada saat terjadi perubahan kadar estrogen dan progesteron lebih rendah atau berkurang, jaringan endometrial ini akan menjadi nekrosis dan terjadi perdarahan di daerah pelvic.
Perdarahan di daerah pelvis ini disebabkan karena iritasi peritonium dan menyebabkan nyeri saat menstruasi (dysmenorea). Setelah perdarahan, penggumpalan darah di pelvis akan menyebabkan adhesi/perlekatan di dinding dan permukaan pelvis. Hal ini menyebabkan nyeri, tidak hanya di pelvis tapi juga nyeri pada daerah permukaan yang terkait, nyeri saat latihan, defekasi, BAK dan saat melakukan hubungan seks.
Adhesi juga dapat terjadi di sekitar uterus dan tuba fallopii. Adhesi di uterus menyebabkan uterus mengalami retroversi, sedangkan adhesi di tuba fallopii menyebabkan gerakan spontan ujung-ujung fimbriae untuk membawa ovum ke uterus menjadi terhambat. Hal-hal inilah yang menyebabkan terjadinya infertil pada endometriosis.
(Scott, R James, dkk. 2002. Buku Saku Obstetri dan Gynekologi. Widya Medica: Jakarta Spero f, Leon. 2005) dan (Clinical Gynecologic Endocrinology and Infertility. Lippincot Williams & Wilkins : Philadelphia. )

E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang dilakukan untuk membuktikan adanya endometirosis ini antara lain:
1. Uji serum
a. CA-125
Sensitifitas atau spesifisitas berkurang
b. Protein plasenta 14
Mungkin meningkat pada endometriosis yang mengalami infiltrasi dalam, namun nilai klinis tidak diperlihatkan.
c. Antibodi endometrial
Sensitifitas dan spesifisitas berkurang
2. Teknik pencitraan
a. Ultrasound
Dapat membantu dalam mengidentifikasi endometrioma dengan sensitifitas 11%
b. MRI
90% sensitif dan 98% spesifik
c. Pembedahan
Melalui laparoskopi dan eksisi.
(Scott, R James, dkk. 2002. Buku Saku Obstetri dan Gynekologi. Widya Medica: Jakarta )

F. Diagnosis
Diagnosis biasanya dibuat atas dasar anamnesis dan pemeriksaan fisik, dipastikan dengan pemeriksaan laparoskopi. Kuldoskopi kurang bermanfaat terutama jika kavum douglasi ikut serta dalam endometriosis. Pada endometriosis yang ditemukan pada lokasi seperti forniks vaginae posterior, perineum, parut laparotomi dan sebagainya, biopsi dapat memberi kepastian mengenai diagnosis. Pemeriksaan laboratorium pada endometriosis tidak memberi tanda yang khas, hanya apabila ada darah dalam tinja atau air kencing pada waktu haid dapat menjadi petunjuk tentang adanya endometriosis pada rektosigmoid atau kandung kencing. Sigmoidoskopi dan sistoskopi dapat memperlihatkan tempat perdarahan waktu haid. Pembuatan foto rontgen dengan memasukkan barium dalam kolom dapat memberi gambaran dengan filling defect pada rektosigmoid dengan batas – batas yang jelas dan mukosa yang utuh. Laparoskopi merupakan pemeriksaan yang sangat berguna untuk membedakan endometriosis dari kelainan – kelainan di pelvis.
G. Terapi
Terapi yang dilakukan ditujukan untuk membuang sebanyak mungkin jaringan endometriosis, antara lain:
1. Pengobatan Hormonal
Pengobatan hormaonal dimaksudkan untuk menghentikan ovulasi, sehingga jaringan endometriosis akan mengalami regresi dan mati. Obat-obatan ini bersifat pseudo-pregnansi atau pseudo-menopause, yang digunakan adalah :
 Derivat testosteron, seperti danazol, dimetriose
 Progestrogen seperti provera, primolut
 GnRH
Pil kontrasepsi kombinasi
 Namun pengobatan ini juga mempunyai beberapa efek samping
2. Pembedahan
Bisa dilakukan secara laparoscopi atau laparotomi, tergantung luasnya invasi endometriosis.
(Scott, R James, dkk. 2002. Buku Saku Obstetri dan Gynekologi. Widya Medica: Jakarta)



H. Pencegahan
Meigs berpendapat bahwa kehamilan adalah cara pencegahan yang paling baik untuk endometriosis. Gejala – gejala endometriosis memang berkurang atau hilang pada waktu dan sesudah kehamilan karena regresi endometrium dalam sarang – sarang endometriosis. Oleh sebab itu hendaknya perkawinan diusahakan supaya mendapat anak – anak yang diinginkan dalam waktu yang tidak terlalu lama. Sikap demikian itu tidak hanya merupakan profilaksis yang baik terhadap endometriosis, melainkan menghindari terjadinya infertilitas sesudah endometriosis. Selain itu jangan melakukan pemeriksaan yang kasar atau melakukan kerokan pada waktu haid, oleh karena hal itu dapat menyebabkan mengalirnya darah haid dari uterus ke tuba dan ke rongga panggul.



BAB II
PROSES ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN ENDOMETRITIS

A. Pengkajian
1. Riwayat Kesehatan Dahulu
Pernah terpapar agen toksin berupa pestisida, atau pernah ke daaerah pengolahan katu dan produksi kertas, serta terkena limbah pembakaran sampah medis dan sampah perkotaan.
2. Riwayat kesehatan sekarang
 Dysmenore primer ataupun sekunder
 Nyeri saat latihan fisi
 Dispareun
 Nyeri ovulasi
 Nyeri pelvis terasa berat dan nyeri menyebar ke dalam paha, dan nyeri pada bagian abdomen bawah selama siklus menstruasi.
 Nyeri akibat latihan fisik atau selama dan setelah hubungan seksual
 Nyeri pada saat pemeriksaan dalam oleh dokter
 Hipermenorea
 Menoragia
 Feces berdarah
 Nyeri sebelum, sesudah dan saat defekasi.
 Konstipasi, diare, kolik
3. Riwayat kesehatan keluarga
Memiliki ibu atau saudara perempuan (terutama saudara kembar) yang menderita endometriosis.
4. Riwayat obstetri dan menstruasi
Mengalami hipermenorea, menoragia, siklus menstruasi pendek, darah menstruasi yang bewarna gelap yang keluar sebelum menstruasi atau di akhir menstruasi.

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul :
1. Gangguan rasa nyaman: nyeri b.d gangguan menstruasi, proses penjalaran penyakit.
2. Resiko gangguan harga diri b.d infertilitas
3. Resiko tinggi koping individu / keluarga tidak efektif b.d efek fisiologis dan emosional gangguan, kurang pengetahuan mengenai penyebab penyakit.
4. Resiko tinggi gangguan citra tubuh b.d gangguan menstruasi
(Bobak. 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. EGC : Jakarta)

C. Intervensi Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman: nyeri b.d gangguan menstruasi, proses penjalaran penyakit.
Tujuan: setelah diberikan asuhan keperawatan selama …..x 24 jam nyeri klien akan berkurang.
Kriteria evaluasi: klien mengatakan nyeri berkurang, klien tidak memegang punggung, kepala atau daerah lainnya yang sakit, keringat berkurang.
Intervensi ;
a. Pantau/ catat karakteristik nyeri ( respon verbal, non verbal, dan respon hemodinamik) klien.
R/ untuk mendapatkan indicator nyeri.
b. Kaji lokasi nyeri dengan memantau lokasi yang ditunjuk oleh klien.
R/untuk mendapatkan sumber nyeri.
c. Kaji intensitas nyeri dengan menggunakan skala 0-10.
R/ nyeri merupakan pengalaman subyektif klien dan metode skala merupakan metodeh yang mudah serta terpercaya untuk menentukan intensitas nyeri.
d. Tunjukan sikap penerimaan respon nyeri klien dan akui nyeri yang klien rasakan.
R/ ketidakpercayaan orang lain membuat klien tidak toleransi terhadap nyeri sehingga klien merasakan nyeri semakin meningkat.
e. Jelaskan penyebab nyeri klien.
R/dengan mengetahui penyebab nyeri klien dapat bertoleransi terhadap nyeri.
f. Bantu untuk melakukan tindakan relaksasi, distraksi, massage.
R/ memodifikasi reaksi fisik dan psikis terhadap nyeri.
g. Berikan pujian untuk kesabaran klien.
R/meningkatkan motivasi klien dalam mengatasi nyeri.
h. Kolaborasi pemberian analgetik ( ibuprofen, naproksen, ponstan) dan Midol.
R/ analgetik tersebut bekerja menghambat sintesa prostaglandin dan midol sebagai relaksan uterus.
2. Resiko gangguan harga diri berhubungan dengan infertile pada endometriosis
a) Berikan motivasi kepada pasien
R/; meningkatkan harga diri klien dan merasa di perhatikan.
b) Bina hubungan saling percaya
R /: hubungan saling percaya memungkinkan klien terbuka pada perawat dan sebagai dasar untuk intervensi selanjutnya.
c) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang di miliki
R /: mengidentifikasi hal – hal positif yang masih di miliki klien.
3. Resiko gangguan citra tubuh berhubungan dengan gangguan menstruasi
Tujuan: setelah diberikan asuhan keperawatan …..x 24 citra diri klien akan meningkat.
Kriteria evaluasi: klien mengatakan tidak malu, merasa berguna, penampilan klien rapi, menerima apa yang sedang terjadi.
a. Bina hubungan saling percaya dengan klien.
R/klien dengan mudah mengungkapkan masalahnya hanya kepada orang yang dipercayainya.
b. Dorong klien untuk mengekspresikan perasaan, pikiran, dan pandangan tentang dirinya.
R/meningkatkan kewaspadaan diri klien dan membantu perawat dalam membuat penyelesaian.
c. Diskusikan dengan system pendukung klien tentang perlunya menyampaikan nilai dan arti klien bagi mereka.
R/ penyampaian arti dan nilai klien dari system pendukung membuat klien merasa diterima.
d. Gali kekuatan dan sumber-sumber yang ada pada klien dan dukung kekuatan tersebut sebagai aspek positif.
R/ mengidentifikasi kekuatan klien dapat membantu klien berfokus pada karakteristik positif yang mendukung keseluruhan konsep diri.
e. Libatkan klien pada setiap kegiatan di kelompok
R/ Memungkinkan menerima stimulus social dan intelektual yang dapat meningkatkan konsep diri klien.
f. Informasikan dan diskusikan dengan jujur dan terbuka tentang pilihan penanganan gangguan menstruasi seperti ke klinik kewanitaan, dokter ahli kebidanan.
R/ Jujur dan terbuka dapat mengontrol perasaan klien dan informasi yang diberikan dapat membuat klien mencari penanganan terhadap masalah yang dihadapinya.


DAFTAR PUSTAKA


Bobak. Lowdermik. Jensen. 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta : EGC.

Doenges, Marilynn.E.2001.Rencana Keperawatan. Jakarta: EGC.


Scott, R James, dkk. 2002. Buku Saku Obstetri dan Gynekologi. Widya Medica: Jakarta.

Winkjosastro, Hanifa. 1999. Ilmu Kandungan. Jakarta : EGC.

http://asuhan-keperawatan-patriani.blogspot.com/2008/12/ulcus-endometriosis .html


PATHWAY