Sabtu, 31 Juli 2010
Rongga Hati
tak satupun guru mampu menjawab......
Wahai penilai pilihan hatiku ...
rahasia itu hanya Kau yang tau.....
namun aku tak ingin jadi tuna cinta kini ku pasrahkan nasib cintaku
padaMU........
Askep Bartholini
TINJAUAN TEORI
A. PENGERTIAN
Bartolinitis adalah Infeksi pada kelenjar bartolin atau bartolinitis juga dapat menimbulkan pembengkakan pada alat kelamin luar wanita. Biasanya, pembengkakan disertai dengan rasa nyeri hebat bahkan sampai tak bisa berjalan. Juga dapat disertai demam, seiring pembengkakan pada kelamin yang memerah.
B. ETIOLOGI
Bartolinitis disebabkan oleh infeksi kuman pada kelenjar bartolin yang terletak di bagian dalam vagina agak keluar. Mulai dari chlamydia, gonorrhea, dan sebagainya. Infeksi ini kemudian menyumbat mulut kelenjar tempat diproduksinya cairan pelumas vagina
C. ETIOLOGI INFEKSI
1. Infeksi alat kelamin wanita bagian bawah biasanya disebabkan oleh :
a Virus : kondiloma akuminata dan herpes simpleks.
b Jamur : kandida albikan.
c Protozoa : amobiasis dan trikomoniasis.
d Bakteri : neiseria gonore.
2. Infeksi alat kelamin wanita bagian atas :
a Virus : klamidia trakomatis dan parotitis epidemika.
b Jamur : asinomises.
c Bakteri : neiseria gonore, stafilokokus dan E.coli
D. PATOFISIOLOGI
Lama kelamaan cairan memenuhi kantong kelenjar sehingga disebut sebagai kista (kantong berisi cairan). “Kuman dalam vagina bisa menginfeksi salah satu kelenjar bartolin hingga tersumbat dan membengkak. Jika tak ada infeksi, tak akan menimbulkan keluhan
E. TANDA dan GEJALA
Tanda dan gejala
1. Pada vulva : perubahan warna kulit,membengkak, timbunan nanah dalam kelenjar, nyeri tekan.
2. Kelenjar bartolin membengkak,terasa nyeri sekali bila penderia berjalan atau duduk,juga dapat disertai demam
3. Kebanyakkan wanita dengan penderita ini datang ke PUSKESMAS dengan keluhan keputihan dan gatal, rasa sakit saat berhubungan dengan suami, rasa sakit saat buang air kecil, atau ada benjolan di sekitar alat kelamin.
4. Terdapat abses pada daerah kelamin
5. Pada pemeriksaan fisik ditemukan cairan mukoid berbau dan bercampur dengan darah.
F. PENGOBATAN
Pengobatan yang cukup efektif saat ini adalah dengan: antibiotika golongan cefadroxyl 500 mg, diminum 3×1 sesudah makan, selama sedikitnya 5-7 hari, dan asam mefenamat 500 mg (misalnya: ponstelax, molasic, dll), diminum 3×1 untuk meredakan rasa nyeri dan pembengkakan, hingga kelenjar tersebut mengempis.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
2. Vullva
3. In speculo
H. PENATALAKSANAAN
TATALAKSANA INFEKSI ALAT KELAMIN WANITA
Berikut ini adalah beberapa infeksi alat kelamin wanita yang sering dijumpai di Puskesmas dan tatalaksana yang disesuaikan dengan sarana diagnosis dan obat-obatan yang tersedia.
1. GONORE (GO)
Anamnese :
- 99 kasus GO pada wanita menyerang servik uteri dan 50-75 % kasus pada wanita tidak ada gejala atau keluhan.
- Kalau ada keluhan biasanya disuria dan lekore, yang sering diabaikan oleh penderita.
- Sering anamnese hanya didapatkan riwayat kontak dengan penderita.
Pemeriksaan :
• Pemeriksaan dengan spekulum : ostium uteri eksternum bisa tampak normal, kemerahan atau erosif. Tampak vaginal discharge dengan sifat mukoid keruh, mukopurulen atau purulen. Mungkin didapatkan komplikasi seperti : bartolinitis, salpingitis, abses tubo ovarii bahkan pelvik peritonitis. Ketiga komplikasi tersebut terahir disebut Pelvis Inflamatory Disease (PID).
• Laboratorium :
Asupan servik atau vaginal discharge : Diplokokus gram negatif intraseluler lekosit.
• Kriteria Minimal :
Riwayat kontak (+).
Asupan servik atau vaginal discharge : Diplokokus intraseluler lekosit gram negatif.
Terapi :
Penisilin Prokain : 4,8 juta IU IM (skin test dulu), 2 hari berturut turut, atau Kanamisin : 2 gram IM dosis tunggal, atau Amoksisilin atau Ampisilin : 3,5 gram oral dosis tunggal (lebih poten bila ditambahkan Probenesid 1 gram), atau Tetrasiklin cap: 4 X 500 mg selama 5 hari, atau
dosis awal 1.500 mg, dilanjutkan 4 X 500 mg selama 4 hari, atau Kotrimoksasol tablet 480 : 1 X 4 tablet selama 5 hari
Bila ada komplikasi : Amoksisilin atau Ampisilin : 3,5 gram oral dosis tunggal diteruskan 4 X 500 mg selama 10 hari.
Pengamatan dan pemberian ulang dilakukan pada hari ke 3, 7 dan 14, sesudah itu setiap bulan selama 3 bulan.
Catatan :
Terapi sebaiknya diberikan juga kepada patner sex penderita (suami) secara bersamaan. Selama masa terapi sebaiknya kegiatan sex dihentikan.
2. URETRITIS NON GONORE
Anamnese :
Biasanya tidak ada keluhan. Kalau ada, keluhan biasanya adalah disuria dengan atau tanpa discharge. Sering juga dikeluhkan keluar darah pada akhir dari buang air kecil (terminal dysuria). Sering bersifat kumat-kumatan (yang membedakan dengan GO) Riwayat kontak sering (+)
Pemeriksaan :
Mungkin ada discharge uretra. Bila disertai sistitis, mungkin ada nyeri tekan suprapubis.
Laboratorium :
Uretral discharge : diplokokus (-), lekosit >10/lapangan pandang.
Urin : berawan atau didapat benang-benang pendek (threads)
Kriteria Minimal :
Riwayat kontak (+).
Laboratorium :
Uretral discharge : diplokokus (-)
Urin : berawan atau threads (+).
Penatalaksanaan :
Tetrasiklin : 4 X 500 mg selama 5 – 7 hari atau
Erytromisin : 4 X 500 mg selama 5 – 7 hari.
Pada kasus persisten lama pengobatan 21 hari.
3. TRIKOMONIASIS
Anamnese :
Keluhan utama biasanya adalah adanya keputihan dengan jumlah banyak, berwarna kuning atau putih kehijauan. Sakit pada saat berhubungan sex (dyspareunia) juga sering dikeluhkan. Riwayat suami kencing nanah perlu ditanyakan, karena > 50% penderita GO wanita disertai dengan trikomoniasis.
Pemeriksaan :
Pemeriksaan in speculo : terasa sakit, fluor albus cair dengan jumlah banyak dan berwarna kuning atau putih kehijauan, khas : didapat bintik-bintik merah (punctatae red spots atau strawbery cervix) di dinding vagina.
Laboratorium :
Fluor albus : dengan mikroskup cahaya Trichomonas vaginalis (+).
Kriteria Minimal :
Fluor albus : cair, banyak, warna kuning atau putih kehijauan.
Punctatae red spots (+)
Laboratorium : Puskesmas ?
Penatalaksanaan :
Metronidasol : 1 X 2.000 mg, sebagai dosis tunggal.
4. KANDIDIASIS
Anamnese :
Keluhan utama biasanya adalah keputihan dan gatal di vagina.
Mungkin juga dikeluhkan adanya rasa sakit waktu melakukan aktivitas sexual. Faktor predisposisi : diabetes militus, pemakaian Pil KB, dan pemakaian antibiotika yang tidak terkontrol serta kegemukan.
Pemeriksaan : Vulva : tampak merah, udem, adanya plak putih, mungkin didapat juga fisura atau erosi (Vulvovaginitis).
In speculo : Terasa sakit, Discharge kental, sedikit, putih seperti keju dan biasanya menutup portio.
Laboratorium :
Sel ragi (yeast cells) atau tunas (budding body) dan pseudohypha atau spora.
Kriteria Minimal :
Vuvovaginitis.
Discharge kental, sedikit, putih seperti keju dan biasanya menutup portio.
Penatalaksanaan :
Topikal : Nistatin vaginal tablet : 1 X 1, selama 7 hari, dan
Nistatin tablet : 4 X 1 tablet, selama 14 hari.
I. PENCEGAHAN
Untuk menghadang radang, berbagai cara bisa dilakukan. Salah satunya adalah gaya hidup bersih dan sehat :
1. Konsumsi makanan sehat dan bergizi. Usahakan agar Anda terhindar dari kegemukan yang menyebabkan paha bergesek. Kondisi ini dapat menimbulkan luka, sehingga keadaan kulit di sekitar selangkangan menjadi panas dan lembap. Kuman dapat hidup subur di daerah tersebut.
2. Hindari mengenakan celana ketat, karena dapat memicu kelembapan. Pilih pakaian dalam dari bahan yang menyerap keringat agar daerah vital selalu kering.
3. Periksakan diri ke dokter jika mengalami keputihan cukup lama. Tak perlu malu berkonsultasi dengan dokter kandungan sekalipun belum menikah. Karena keputihan dapat dialami semua perempuan.
4. Berhati-hatilah saat menggunakan toilet umum. Siapa tahu, ada penderita radang yang menggunakannya sebelum Anda.
5. Biasakan membersihkan diri, setelah buang air besar, dengan gerakan membasuh dari depan ke belakang.
6. Biasakan membersihkan alat kelamin setelah berhubungan seksual.
7. Jika tidak dibutuhkan, jangan menggunakan pantyliner. Perempuan seringkali salah kaprah. Mereka merasa nyaman jika pakaian dalamnya bersih. Padahal penggunaan pantyliner dapat meningkatkan Kelembapan kulit di sekitar vagina.
8. Alat reproduksi memiliki sistem pembersihan diri untuk melawan kuman yang merugikan kesehatan. Produk pembersih dan pengharum vagina yang banyak diperdagangkan sebetulnya tidak diperlukan. Sebaliknya jika digunakan berlebihan bisa berbahaya.
9. Hindari melakukan hubungan seksual berganti-ganti pasangan. Ingat, kuman juga bisa berasal dari pasangan Anda. Jika Anda berganti-ganti pasangan, tak gampang mendeteksi sumber penularan bakteri. Peradangan berhubungan erat dengan penyakit menular seksual dan pola seksual bebas.
ASUHAN KEPERWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Perubahan warna kulit
2. Udem
3. Cairan pada kelenjar
4. Nyeri
5. Benjolan pada bibir vagina
6. Bau cairan
7. Kebersihan tubuh
8. Jumlah dan warna urin
B. DIAGNOSA
1. Defisit perawatan diri b.d keterbatasan gerak
2. Kerusakkan integritas kulit b.d edem pada kulit
3. Defisit pengetahuan b.d kurangnya pemahaman terhadap sumber sumber informasi nyeri b.d keadaan luka cemas
4. Disfungsi seksual b.d proses penyakit
C. INTERVENSI
1. Membantu pasien untuk memenuhi higiene pribadi
2. Memantau keadaan luka
3. Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan diri (kebersihan alat genetal)
4. Kaji tingkat nyeri
5. Gunakan cara-cara interaktif yang berfokus pada kebutuhan untuk membuat penyesuaian dalam peraktik seksual atau untuk meningkatkan koping terhadap masalah/gangguan seksual
Tahukah kamu bahwa pada alat kelamin wanita bisa terjadi gangguan-gangguan yang … Urrrrgggghhhhhh….. Gak banget dechhhhh and bisa bahaya juga lochhhhh!!!!
Gangguan yang terjadi diluar vagina tak hanya membuat malu dan rendah diri tapi juga bisa mengancam organ reproduksi…
Munculnya keputihan yang menyebabkan gatal hingga benjolan di bibir luar vagina dapat mengganggu secara estetika yaitu mengancam kesehatan reproduksi. beberapa jenis serta deskripsi penyakit yang biasanya dikaitkan dengan keluhan pada bagian luar vagina diantaranya…
1. Condyloma
Jika menemukan keabnormalan diluar vagina, seperti tumbuhnya benjolan keras berbunggul seperti bunga kol atau jengger ayam, bisa jadi itu merupakan manifestasi dari penyakit condyloma acuminata atau dikenal sebagai kutil kelamin. penyakit ini dapat muncul dalam jumlah lebih dari satu ataupun bertumpuk.
Kutil kelamin atau condyloma merupakan penyakit menular seksual yang dsebabkan oleh human papilloma virus (HPV), atau virus yang menyebabkan keganasan pada jaringan. penyakit ini ditularkan melalui kontak langsung secara seksual dengan penderita HPV lainnya.
Munculya si jengger ayam ini bisa ditemukan dimanapun, sesuai area kulit yang terinfeksi. bisa di seputar alat kelamin bagian luar, di dalam liang vagina, di sekitar anus hingga mulut rahim. jika sampai menginfeksi leher rahim, dapat menyebabkan kanker serviks.
Kutil kelamin dapat diobati dengan obat oles, sntik ataupun tindakan operasi. untuk tindakan operasi dapat menggunakan alat alat kotter (pemotong) oleh tenaga medis. Pengobatan bisa dilakukan dengan obat topikal )oles).
Bisa juga dengan obat suntik yang diberikan pada jaringan kulit tempat tumbuhnya kutil. Namun, pengobatan ini tidak disarankan bagi wanita hamil, maupun pada kutil yang berjumlah banyak. Untuk mendapatkan penanganan yang tepat, sebaiknya konsultasikan dengan dokter terlebih dahulu.
2. Bartolinitis
Infeksi pada kelenjar bartolin atau bartolinitis juga dapt menimbulkan pembengkakan pada alat kelamin luar wanita. Biasanya pembengkakan disertai dengan rasa nyeri hebat bahkan sampai tak bisa berjalan. Juga dapt disertai demam, seiring pembengkakan pada kelamin yang memerah.
Bartolinitis disebabkan oleh kuman pada kelenjar bartolin yang terletak di bagian dalam vagina agak keluar. Kuman yang menyebabkan infeksi ini bisa bermacam-macam , mulai dari chlamydia, gonorrhea, dan sebagainya.Infeksi ini kemudian menyumbat mulut kelenjar tempat diproduksinya cairan pelumas vagina.
Akibat penyumbatan ini, lama kelamaan cairan memenuhi kantong kelenjar sehingga disebut sebagai kista (kantong berisi cairan). Untuk mengatasinya, pembengkakan antibiotik untuk mengurangi radang pembengkakan. Jika terus berlanjut, dokter akan melekukan tindakan operatif untuk mengangkat kelenjar yang membengkak.
Tak perlu khawatir vagina akan kering setelah pengangkatan, karena pada dasarnya yang diangkat hanya salah satu penghasil pelumas.
3. Candidiasis
Munculnya gumpalan seperti endapan susu berwarna putih merupakan keluhan yang paling sering dikeluhkan wanita pada kelaminnya. Gangguan yang sering disebut keputihan oleh masyarakat awam ini, biasanya disebabkan infeksi jamur candida albicans dan disebut sebagai candidiasis.
Kadangkala keputiha juga diserai rasa gatal yang memancing untuk digaruk. Akibatnya, di daerah kelaluan bisa timbul luka yang yang membuat rasa perih pada saat buang air kecil atau bersenggama. Keputihan ini dapat muncul akibat ketidakseimbangan hormonal yang disebebkanoleh kegemukan, pasca menstruasi, kehamilan, pemakaian alat kontrasepsi hormonal, penggunaan obat-obatan steroid, kondisi organ intim yang terlalu lembab, dan lainnya. Juga bisa merupakan akibat dari gula darah yang tidak terkontrol. Penanganan untuk candidiasis cukup dengan menjaga kebersihan dan kelembaban organ intim wanita.
Penggunaan sabun khusus pembersih vagina dan menjaga agar di bagian intimtak terlalu lembab bisa dilakukan. Namun, jika memang tak tertahankan dan menimbulkan gatal yang amat sangat, dapat diberikan obat antijamur misalnya triazol atau imidaol.
4. Herpes
Gangguan pada bagian luar kelamin juga dapat muncul berupa gelembung-gelembung berisi cairan. Gelembuung air akibat infeksi virus herpes (HSV2) ini munculnya bisa disertai demam. Selain demam, gelembung yang berada dekat saraf tepi ini juga menimbulkan sensai perih bila tersentuh.
Bila menginfeksi sampai bagian dalam organ intim wanita, virus ini bisa menyebabkan nyeri sendi hingga rasa pegal didaerah pinggang. Infeksi herpes yang terjadi pada bagian kelamin atau disebut juga herpes simpleks ini merupakan penyakit menular seksual. Selain menginfeksi organ kelamin,
virus herpes simpleks tipe 2 yang menyebabkan herpes kelamin juga bisa menginfeksi rongga mulut. Pada wanita, herpes simpleks yang sudah mencapai organ intim bagian dalam agak sulit disembuhkan hingga tuntas. Virus ini mampu bersembunyi dan “tidur” di dalam jaringan organ intim wanita.
Kemudian bisa sewaktu-waktu kambuh jika daya tahan tubuh sedang menurun. Jika terdiagnosa menderita herpes simpleks, dokter akan memberikan resep obat antivirus. Selain itu, tetaplah menjaga daerah organ intim agar tidak terlalu lembab dan tetap bersih. Serta diperlukan untuk selalu menjaga kondisi organ intim agar tidak semakin memburuk.
5. Chlamydia
Keputihan juga bisa disebabkan oleh infeksi bakteri chlamydia trachomatis, atau infeksi Chlamydia. Namun, berbeda dengan candidiasis ang menimbulkan gumpalan sewarna endapan susu, gumpalan keputihan yang disebabkan oleh Chlamydia berwarna kuning kehijauan dan berbau amis. Selain itu, dapat timbul keluhan pendarahan tak normal setelah berhubungan intim.
Kendati tak banyak menimbulkan keluhan pada wanita, namun infeksi bakteri ini dapat menyebabkan radang panggul hingga infertiltitas (mandul) pada wanita. Jika terdiagnosis terinfeksi Chlamydia, pengobatan dengan antibiotik jenis tetrasiklin dapat diberikan hingga 7 hari kedepan. Biasanya pengobatan dilakukan sekaligus bersama pasangan agar gangguan ini tak berpindah ke pasanganya.
Sejarah Perkembangan Ilmu Masyarakat
SEJARAH PERKEMBANGAN ILMU
KESEHATAN MASYARAKAT
A. Sejarah Kesehatan Masyarakat
Membicarakan kesehatan masyarakat tidak terlepas dari dua tokoh metologi “yunani” yakni Asclepius (dokter pertama yang tampan dan pandai meskipun tidak disebutkan sekolah atau pendidikan apa yang ditempuhnya, tetapi dapat mengobati penyakit dan melakukan bedah) dan Higiea (seorang asistennya sekaligus sebagai istrinya telah melakukan upaya – upaya kesehatan).
Beda antara asclepius dengan higiea dalam pendekatan masalah kesehatan :
1. Asclepius melakukan pendekatan (pengobatan penyakit) setelah penyakit tersebut terjadi pada seseorang.
2. Higeia mengajarkan dalam pendekatan masalah kesehatan melalui ”hidup seimbang” yaitu menghindari makanan/minuman beracun, makan – makanan bergizi (baik), cukup istirahat, dan melakukan olahraga.
Dalam perkembangannya selanjutnya terjadi pemisah antara kedua kelompok profesi, yakni :
1. Pelayanan kesehatan kuratif (curative health care)
2. Pelayanan pencegahan atau preventif (preventife health care)
Kedua kelompok ini dapat dilihat perbedaan pendekatan :
1. Pendekatan kuratif :
a. Dilakukan terhadap sasaran secara individual
b. Cenderung bersifat reaktif (menunggu masalah dating)
c. Melihat dan menangani klien / pasien lebih kepada system biologis manusia / pasien hanya melihat secara parsial (padahal manusia terdiri dari bio-psiko-sosial yang terlihat antara aspek satu dengan lainnya.
2. Pendekatan preventif
a. Sasaran / pasien adalah masyarakat (bukan peorangan).
b. Menggunakan pendekatan proaktif, artinya tidak menunggu masalah dating, tetapi mencari masalah.
c. Melihat klien sebagai makhluk yang utuh, dengan pendekatan holistic.
B. Perkembangan Kesehatan Masyarakat
1. Periode Sebelum Ilmu Pengetahuan
Dari kebudayaan yang paling luas yakni Babylonia, Mesir, Yunani dan Roma telah tercatat bahwa manusia telah melakukan usaha untuk penanggulangan masalah-masalah kesehatan masyarakat dan penyakit yaitu :
1. Adanya peraturan-peraturan tertulis yang mengatur tentang pembuangan air limbah atau drainase pemukiman pembangunan
2. Adanya tempat pembuangan kotoran (latrine)umum.
3. Masyarakat membuat sumur
Abad ke – 7 : berbagai penyakit menular mulai menyerang sebagian besar penduduk dan telah menjadi epidemi bahkan di beberapa tempat telah menjadi endemi yaitu kolera menyebar di Asia khususnya timur tengah dan
Abad ke – 14 : terjadi wabah pes di India dan China. Penyakit –penyakit lain yang menjadi wabah pada waktu itu antara lain tipus, disentri, dsb.
Dari catatan-catatan tsb dapat dilihat bahwa masalah kesehatan masyarakat khususnya penyebaran penyakit menular sudah begitu meluas dan dahsyat. Namur upaya pemecahan masalah kesehatan masyarakat secara menyeluruh belum dilakukan pada zaman itu.
2. Periode Ilmu Pengetahuan
Abad ke – 19 : masalah kesehatan adalah masalah yang kompleks yaitu secara komprehensif dan multisektoral.
Ditemukan berbagai macam penyebab penyakit dan vaksin sebagai pencegah penyakit yaitu Louis Pasteur berhasil menemukan vaksin untuk mencegah penyakit cacat, Joseph Lister menemukan asam karbol (carbolic acid) untuk sterilisasi ruang operasi, dan William Marton menemukan eter sebagai anestesi pada waktu operasi.
Penyelidikan dan upaya-upaya kesehatan ilmiah mulai dilakukan pada tahun 1832 di Inggris.
Pada akhir abad ke – 19 dan awal abad ke-20 mulai dikembangkan pendidikan untuk tenaga kesehatan yang professional.
Tahun 1893 John Hopkins dari Amerika mempelopori berdirinya universitas dan di dalamnya terdapat sekolah (fakultas) kedokteran.
Tahun 1908 sekolah kedokteran mulai menyebar ke
Tahun 1855 pemerintah Amerika membentuk Departemen Kesehatan yang pertama kali.
Tahun 1872 diadakan pertemuan orang-orang yang mempunyai perhatian kesehatan masyarakat, baik dari universitas maupun dari pemerintah di kota New York menghasilkan Asosiasi Kesehatan Masyarakat Amerika.
C. Definisi Kesehatan Masyarakat
Kesehatan adalah upaya – upaya untuk mengatasi masalah-masalah sanitasi yang menggangu kesehatan.
Abad ke – 18, kesehatan masyarakat adalah pencegahan penyakit yang terjadi dalam masyarakat melalui perbaikan sanitasi lingkunan dan pencegahan penyakit melalui imunisasi.
Awal abad ke – 19, kesehatan masyarakat diartikan sebagai aplikasi keterpaduan antara ilmu kedokteran, sanitasi dan ilmu social dalam mencegah penyakit yang terjadi di masyarakat.
Awal abad ke – 20 winslow (1920) akhirnya membuat batasan kesehatan masyarakat yang sampai sekarang masih relevan, yakni kesehatan masyarakat adalah ilmu dan seni : mencegah penyakit memperpanjang hidup dan meningkatkan kesehatan, melalui usaha-usaha pengorganisasian masyarakat’ untuk :
a. Perbaikan sanitasi lingkungan
b. Pemberantasan penyakit-penyakit menular
c. Pendidikan untuk kebersihan peorangan
d. Pengorganisasi pelayanan – pelayanan medis dan perawatan untuk diagnosis dini dan pengobatan.
e. Pengembangan rekayasa sosial untuk menjamin setiap orang terpenuhi kebutuhan hidup yang layak dalam memelihara kesehatannya.
D. Kesehatan Masyarakat Di Indonesia
Sejarah perkembangan kesehatan masyarakat di
Tahun 1927 wabah kolera
Tahun 1937 wabah kolera eltor
Tahun 1948 wabah cacar
Tahun 1807 Pemerintahan gubernur jenderal Daendels melakukan pelatihan dukun bayi dalam rangka penurunan AKB yang tinggi, tetapi tidak berlangsung lama karena langkanya tenaga pelatih.
Tahun 1888 Berdiri pusat laboratorium di
Tahun 1925 Hydrich, seorang petugas kesehatan pemerintah belanda mengembangkan daerah percontohan dengan melakukan propaganda (pendidikan) penyuluhan kesehatan di Purwokerto, Banyumas karena tingginya angka kematian dan kesakitan.
Tahun 1927 Berdirinya sekolah STOVIA (sekolah dokter pribumi) dan 1947 sejak berdirinya UI berubah menjadi FKUI.
Tahun 1930 Pendaftaran dukun bayi sebagai penolong dan perawatan persalinan.
Tahun 1935 Dilakukan progam pemberantasan pes, karena terjadi epidemic, dengan penyemprotan DDT dan vaksinasi missal.
Tahun 1951 Diperkenalkannya konsep bandung (Bandung Plan) oleh Dr. Y. Leimena dan dr. Patah (Patah-Leimena) yang intinya bahwa dalam pelayanan kesehatan masyarakat, aspek kuratif dan preventif tidak dapat dipisahkan, gagasan inilah yang kemudian dirumuskan sebagai konsep pengembangan system pelayanan kesehatan tingkat primer dengan membentuk unit-unit organisasi fungsional dari Dinas Kesehatan Kabupaten di tiap kecamatan yang muali dikembangkan sejak tahun 1969/1970 dan kemudian disebut Puskesmas.
Tahun 1952 Pelatihan intensif dukun bayi dilaksanakan
Tahun 1956 Dr. Y Sulianti mendirikan ”Proyek Bekasi”, sebuah model keterpaduan antara pelayanan kesehatan pedesaan dan pelayanan medis.
Tahun 1967 Seminar membahas dan merumuskan progam kesehatan masyarakat terpadu sesuai denan masyarakat Indonesia, kesimpulannya yakni sistem puskesmas yang terdiri dari puskesmas tipe A, tipe B dan tipe C.
Tahun 1968 Rapat kerja kesehatan nasional
Tahun 1969 Sistem puskesmas disepakati 2 saja, yaitu tipe A (dikepalai dokter) dan tipe B (dikelola paramedis).
Tahun 1979 Hanya ada satu tipe puskesmas saja, yang dikepalai seorang dokter dengan stratifikasi puskesmas ada 3 (Sangat baik, rata-rata dan Standard).
Tahun 1984 Dikembangkan progam paket terpadu kesehatan dan keluarga berencana di Puskesmas (KIA, KB, gizi, penanggulangan diare, imunisasi).
Awal tahun 1990-an Puskesmas menjelma menjadi kesatuan organisasi kesehatan fungsional yang merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat, selain memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok.
E. Ruang Lingkup Kesehatan Masyarakat
Disiplin ilmu yang menopang ilmu kesehatan masyarakat atau pilar utama ilmu kesehatan masyarakat antara lain :
1. Epidemiologi
2. Biostatistik / statistic kesehatan
3. Kesehatan lingkungan
4. Pendidikan kesehatan dan ilmu dan perilaku
5. Gizi masyarakat
6. Kesehatan kerja
Secara garis besar, upaya-upaya yang dapat dikategorikan sebagai penerapan ilmu kesehatan masyarakat antara lain :
1. Pemberantasan penyakit, baik menular maupun tidak menular.
2. Perbaikan sanitasi lingkungan.
3. Perbaikan lingkungan pemukiman.
4. Pemberantasan vektor
5. Pendidikan (penyuluhan) kesehatan masyarakat
6. Pelayanan kesehatan ibu dan anak.
7. Pembinaan gizi masyarakat
8. Pengawasan sanitasi tempat-tempat umum
9. Pengawasan obat dan minuman
10. Pembinaan peran serta masyarakat
Jumat, 09 Juli 2010
Askep Peritonitis
Dosen pengampuh : Ns. Nurulistyawan, S.Kep
Disusun oleh
BAB I
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Peritonitis adalah suatu peradangan dan peritoneum, pada membrane serosa, pada bagian rongga perut.
Peritonitis adalah inflamasi peritoneum – lapisan membrane serosa rongga abdomen dan meliputi visera merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronik / kumpulan tanda dan gejala, diantaranya nyeri tekan dan nyeri lepas pada palpasi, defans muscular dan tanda – tanda umum inflamasi.
Peritonitis adalah peradangan yang biasanya disebabkan oleh infeksi pada selaput rongga perut (peritoneum) lapisan membrane serosa rongga abdomen dan dinding perut bagian dalam.
B. Etiologi
Bila di tinjau dari penyebabnya, infeksi peritonitis terbagi atas penyebab primer (peritonitis spontan), sekunder (berkaitan dengan proses patologis pada organ viseral) atau penyebab tersier (infeksi rekuren atau persisten sesudah terapi awal yang adekuat). Secara umum, infeksi pada abdomen dikelompokkan menjadi peritonitis infektif (umum) dan abses abdomen.
Infeksi peritonitis relative sulit ditegakkan dan tergantung dari penyakit yang mendasarinya. Penyebab utama peritonitis adalah spontaneous bacterial peritonitis (SBP) akibat penyakit hati yang kronik. SBP terjadi bukan karena infeksi intrabdomen, namun biasanya terjadi pada pasien dengan asites akibat penyakit hati kronik. Akibat asites akan terjadi kontaminasi hingga ke rongga peritoneal sehingga terjadi translokasi bakter menuju dinding perut atau pembuluh limfe mensenterium, kadang – kadang terjadi juga penyebaran hematogen bila telah terjadi bakterimia. Pathogen yang paling sering menyebabkan infeksi ialah bakteri gram negative (40%), escheria choli (7%), klebsiella pnemunae, sepsis psedomonas, proteus dan gram negatif lainnya (20%). Sementara gram positif, yakni streptococcus (3%), mikroorganisme anaerob (kurang dari 5%) dan infeksi campuran beberapa mikroorganisme (10%).
Penyebab lain yang menyebabkan peritonitis sekunder ialah perforasi appendiksitis, perforasi ulkus peptikum dan duodenum, perforasi kolon akibat devertikulisis, volvusus atau kanker dan strangulasi colon asenden. Peritonitis sekunder yang paling sering terjadi disebabkan oleh perforasi atau nekrosis (infeksi transmural) organ – organ dalam dengan inokulasi bakteri rongga peritoneal.
Adapun penyebab spesifik dari peritonitis adalah :
1. Penyebaran infeksi dari organ perut yang terinfeksi
2. Penyakit radang panggul pada wanita yang masih aktif melakukan kegiatan seksual.
3. Infeksi dari rahim dan saluran telur, yang disebabkan oleh gonore dan infeksi clamedia.
4. Kelainan hati atau gagal jantung, dimana bisa terjadi asites dan mengalami infeksi.
5. Peritonitis dapat terjadi setelah suatu pembedahan.
6. Dialisa peritonial (pengobatan gagal ginjal)
7. Iritasi tanpa infeksi.
Peritonitis tersier dapat terjadi karena infeksi peritoneal berulang setelah mendapatkan terapi SBP atau peritonitis sekunder yang adekuat, sering bukan berasal dari kelainan organ. Pasien dengan peritonitis tersier biasanya timbul abses atau flegmen, dengan atau tanpa fistula. Peritonitis tersier timbul lebih sering pada pasien dengan kondisi komorbid sebelumnya dan pasien dengan imunokompromis.
Selain tiga bentuk diatas, terdapat pula bentuk peritonitis steril atau kimiawi. Peritonitis ini dapat terjadi karena iritasi bahan- bahan kimia, misalnya cairan empedu, barium dan substansi kimia lain atau proses inflamasi transmural dari organ dalam (mis. Penyakit crohn) tanpa adanya inokulasi bakteri di rongga abdomen.
C. Patofisiologi
Reaksi awal peritonium terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat fibrinosa, yang menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi. Bila bahan – bahan infeksi tersebar luas pada permukaan peritonium atau bila infeksi menyebar, dapat timbul peritonium umum, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul illeus paralitik, kemudian usus menjadi atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang ke dalam lumen usus, mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi dan oliguri.
Peritonitis menyebabkan penurunan aktivitas fibrinolitik intra abdomen (meningkatkan aktivitas inhibitor aktivator plasminogen) dan sekuestrasi fibrin dengan adanya pembentukan jaring pengikat. Produksi eksudat fibrin merupakan mekanisme terpenting dari sistem pertahanan tubuh, dengan cara ini terikat bakteri dalam jumlah yang sangat banyak diantara matriks fibrin.
Pembentukan abses pada peritonitis pada prinsipnya merupakan mekanisme tubuh yang melibatkan substansi pembentuk abses dan kuman – kuman itu sendiri untuk menciptakan keadaan kondisi abdomen yang steril. Pada keadaan jumlah bakteri yang banyak tubuh tidak mampu mengeliminasi kuman dan berusaha menghentikan penyebaran kuman dengan membentuk kompartemen – kompartemen yang dikenal sebagai abses. Masuknya bakteri dalam jumlah besar itu bisa berasal dari berbagai sumber, yang paling sering ialah kontaminasi bakteri transien akibat penyakit viseral atau intervensi bedah yang merusak keadaan abdomen.
Selain jumlah bakteri transien yang terlalu banyak di rongga abdomen, peritonitis juga terjadi karena virulensi kuman yang tinggi sehingga mengganggu proses fagositosis dan pembunuhan bakteri dengan neutrofil. Keadaan makin buruk jika infeksinya dibarengi dengan pertumbuhan bakteri lain atau jamur, misalnya pada peritonitis akibat koinfeksi bacteriodes fragilis dan bakteri gram negatif (E. Coli). Isolasi peritonium pada pasien dengan peritonitis menunjukkan jumlah candida albican yang relatif tinggi, sehingga dengan menggunakan skor apache ii diperoleh mortalitas tinggi akibat kandidosis tersebut.
D. Manifestasi klinis
Diagnosis peritonitis ditegakkan secara klinis dengan adanya nyeri abdomen dengan nyeri yang tumpul dan tidak terlalu jelas lokasinya (peritonium viseral) yang makin lama makin jelas lokasinya (peritonitis parietal). Tanda – tanda peritonitis relative sama dengan infeksi berat yaitu demam tinggi atau pasien yang sepsis dapat terjadi hipotermia, takikardi, dehidrasi hingga menjadi hipotensi. Nyeri abdomen yang hebat biasanya memiliki punctum maksimum di tempat tertentu sebagai sumber infeksi.
Dinding perut akan terasa tegang karena mekanisme antisipasi penderita secara tak sadar untuk menghindari palpitasi karena iritasi peritoneum antisipasi penderita secara tak sadar untuk menghindari palpitasi karena iritasi peritoneum. Infeksi dapat meninggalkan jaringan parut dalam bentuk pita jaringan (perlengketan, adhesi) yang akhirnya bisa menyumbat usus.
E. Komplikasi
1. Penumpukan cairan mengakibatkan penurunan tekanan vena sentral yang menyebabkan gangguan elektrolit bahkan hipovolemik, syok dan gagal ginjal.
2. Abses peritoneal
3. Cairan dapat mendorong diafragma sehingga menyebabkan kesulitan bernafas.
4. Sepsis
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Tes laboratorium
GDA : alkaliosis respiratori dan asidosis mungkin ada.
SDP meningkat kadang – kadang lebih besar dari 20.000 SDM mungkin meningkat, menunjukkan hemokonsentrasi.
Hemoglobin dan hematokrit mungkin rendah bila terjadi kehilangan darah.
2. Protein / albumin serum : mungkin menurun karena penumpukkan cairan (di intra abdomen)
3. Amilase serum : biasanya meningkat
4. Elektrolit serum : hipokalemia mungkin ada
5. X – ray
a. Foto polos abdomen 3 posisi (anterior, posterior, lateral) didapatkan :
1) Distensi usus dan ileum
2) Usus halus dan usus besar dilatasi
3) Udara bebas dalam rongga abdomen terlihat pada kasus perforasi.
b. Foto dada : dapat menyatakan peninggian diafragma
c. Parasentesis : contoh cairan peritoneal dapat mengandung darah, pus / eksudat, emilase, empedu dan kretinum.
d. CT abdomen dapat menunjukkan pembentukan abses.
6. Pembedahan
G. Penatalaksanaan
Prinsip pengobatan secara umum adalah mengistirahatkan saluran cerna dengan memuaskan pasien, pemberian antibiotik yang sesuai, dekompresi saluran cerna dengan penghisapan nasogratrik atau intestinal, penggantian cairan dan elektrolit yang hilang yang dilakukan secara intravena, pembungaan focus septic (appendik) atau penyebab radang lainnya, bila mungkin dengan mengalirkan nanah keluar dan tindakan – tindakan menghilangkan nyeri.
Prinsip umum dalam menangani infeksi intrabdominal ada 4, antara lain :
1. Kontrol infeksi yang terjadi
2. Pembersihan bakteri dan racun
3. Memperbaiki fungsi organ
4. Mengontrol proses inflamasi
Eksplorasi laparotomi segera dilakukan pada pasien dengan akut peritonitis.
PATHWAY
Interna (appendicitis perrforasi, tukak peptikum, tumor, divetikulosis) Bakteri E. Coli, Pseudomonas, Streptococus, klebsiella) Eksterna (trauma, operasi yg tidak steril)
Invasi bakteri Infeksi Leukosit meningkat Kontaminasi Bakteri Konstipasi Peristaltic menurun Usus mengalami paralysis Gangguan kebutuhan nutrisi Mual muntah Nyeri Menekan lambung Kompresi jaringan Distensi abdomen Kekurangan volume cairan Hipovolemik Dinding abdomen menjadi oedeme Penumpukan cairan dlm rongga peritoneum Permeabilitas kapiler meningkat Hipertermi Inflamasi Kebocoran isi dari organ dalam abdomen masuk ke rongga peritoneum Peritonitis Perforasi Infeksi Masuk saluran cerna
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN PERITONITIS
A. Pengkajian
1. Identitas
Identitas pasien
Nama :
Umur :
Jenis kelamin :
Diagnosa :
Alamat :
Identitas penanggung jawab
Nama :
Umur :
Jenis kelamin :
Diagnosa :
Alamat :
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
Pasien peritonitis mengalami nyeri kesakitan dibagian kanan.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Pasien peritonitis datang dengan gejala nyeri abdomen, demam tinggi, hipotermia, takikardi, dehidrasi hingga hipotensi bahkan syok.
c. Riwayat kesehatan dahulu
Riwayat penyakit perforasi appendicsitis, ulkus peptikum dan duodenum
d. Riwayat kesehatan keluarga
3. Pengkajian pola fungsional
a. Aktivitas / istirahat
Gejala : kelemahan
Tanda : kesulitan ambulasi
b. Sirkulasi
Gejala : takikardi, berkeringat, pucat, hipotensi (tanda syok)
Tanda : edema jaringan
c. Eliminasi
Gejala : ketidakmampuan defekasi dan flaktus, diare (kadang – kadang).
Tanda : cegukan, distensi, abdomen diam.
Penurunan haluaran urine, warna gelap
Penurunan atau tidak ada bising usus (ileus), bunyi keras hilang timbul, bising usus kasar (obstruksi), kekakuan abdomen, nyeri tekan.
Hiperresonan / timpani (ileus) hilang suara pekak di atas hati.
d. Makanan
Gejala ; anoreksia, mual / muntah, haus
Tanda : muntah proyektil
Membran mukosa kering, lidah bengkak, turgor kulit buruk.
e. Nyeri / keamanan
Gejala : nyeri abdomen tiba – tiba berat, umum, lokal, menyebar ke bahu, terus – menerus oleh gerakan.
f. Pernapasan
Tanda : pernapasan dangkal , takipnea
g. Keamanan
Gejala : riwayat inflamasi organ pelvic (salpingitis), infeksi pasca melahirkan.
h. Penyuluhan dan Pembelajaran
Gejala : riwayat adanya penetrasi abdomen, contoh luka tembak / tusuk atau trauma tumpul pada abdomen, perforasi kandung kemih / ruptur, penyakit saluran GI.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
- Nyeri berhubungan dengan akumulasi cairan dalam rongga abdomen
- Hipertermi berhubungan dengan proses peradangan
- Konstipasi berhubungan dengan penurunan peristaltik usus
- Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perpindahan cairan dari ekstraseluler, intraseluler ke area peritonium.
- Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan peristaltik
- Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan peradangan
C. RENCANA KEPERAWATAN
1. Nyeri berhubungan dengan akumulasi cairan dalam rongga abdomen
Tujuan : setelah dilakukan perawatan selama 3 x 24 jam nyeri hilang / terkontrol
Kriteria hasil : pasien menyatakan nyeri terkontrol / hilang
Intervensi :
a. Kaji derajat nyeri
Rasional : untuk membandingkan derajat nyeri pada kondisi sebelumnya.
b. Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi
Rasional : untuk mengontrol keluhan nyeri
c. Berikan tindakan kenyamanan
Rasional : untuk memberikan keuntungan emosional, mengurangi nyeri
d. Kolaborasi pemberian analgetik
Rasional : untuk menghilangkan nyeri
- Hipertermi berhubungan dengan proses peradangan
Tujuan : setelah dilakukan perawatan 3 x 24 jam, diharapkan hipertermia pasien dapat teratasi.
Kriteria hasil : suhu dalam batas normal (370 C)
Tidak mengalam komplikasi
Intervensi :
a. Pantau suhu tubuh pasien
Rasional : peningkatan suhu diatas 38,90C menunjukkan penyakit infeksius akut.
b. Berikan kompres hangat
Rasional : dapat membantu mengurangi demam
c. Pantau suhu lingkungan, batasi / tambahkan linen tempat tidur sesuai indikasi.
Rasional : suhu ruangan / jumlah selimut diubah untuk mempertahankan suhu mendekati normal.
d. Kolaborasi pemberian antipiretik
Rasional : digunakan untuk mengurangi demam
- Konstipasi berhubungan dengan penurunan peristaltik usus
Tujuan : setelah dilakukan perawatan 3 x 24 jam, diharapkan tidak terjadi perubahan pola eliminasi klien.
Kriteria hasil : pola BAB normal (1 – 2 x / hari)
Mengeluarkan feses tanpa mengejan
Intervesi :
a. Kaji adanya distensi danik usus
Rasional : Distensi dan hilangnya peristaltik usus menandakan bahwa fungsi defekasi hilang.
b. Anjurkan pasien untuk melakukan pergerakan sesuai kemampuan
Rasional : menstimulasi perstaltik yang memfasilitasi terbentuknya flatus.
c. Jelaskan kepada pasien untuk menghindari makanan yang membentuk gas
Rasonal : menurunkan distres gastrik dan distensi abdomen.
d. Kolaborasi berikan pelunak feses.
Rasional : untuk merangsang peristaltik dngan perlahan / evakuasi feses.
- Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perpindahan cairan dari ekstraseluler, intraseluler ke area peritonium.
Tujuan : setelah dilakukan perawatan selama 3x24 jam, diharapkan volume cairan adekuat.
Kriteria :
- TTV stabil
- Turgor kulit baik
- Mukosa lembab
- Menunjukkanperubahan keseimbangan cairan.
Intervensi :
a. Kaji TTV
Rasional : indikator keadekuatan volume sirkulasi
b. Pantau masukan dan haluran
Rasional : untuk menentukan balance cairan.
c. Kolaborasi pengawasan hasil laboratorium, elektrolit dan GDA
Rasonal : menentukan kebutuhan penggantian dan keefektifan terapi.
d. Kolaborasi berikan cairan parental
Rasional : mempertahankan penggantian cairan untuk memperbaiki kehilangan cairan.
- Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan peristaltik usus.
Tujuan : setelah dilakukan perawatan selama 3x24 jam, diharapkan kebutuhan nutrisi pasien adekuat.
Kriteria hasil :
- Menunjukkan peningkatan berat badan
- Menunjukkan peningkatan nafsu makan.
Intervensi :
a. Timbang berat badan tiap 2 hari sekali
Rasional : untuk menunjukkan keefektifan terapi.
b. Auskultasi bising
Rasional : peningkatan bising usus menandakan kembalinya fungsi usus.
c. Berikan kebersihan oral
Rasional : mulut yang bersih dapat meningkatkan rasa makanan
d. Kolaborasi rujuk dengan ahli gizi
Rasonal : untuk menentukan program diet yang tepat
- Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan peradangan
Tujuan : setelah dilakukan perawatan selama 3x24 jam ,diharapkan tidak terjadi infeksi sekunder.
Kriteria hasil :
- Tidak ada tanda / gejala infeksi
- Tidak terjadi demam
Intervensi :
a. Kaji TTV
Rasional : peningkatan suhu menandakan adanya infeksi
b. Observasi adanya peningkatan nyeri abdomen, kekakuan nyeri tekan, penurunan/ tidak ada bising usus
Rasional :di duga peritonitis
c. Kolaborasi awasi hasil kultur
Rasional : mengindentifikasi mikroorganisme dan membantu dalam mengkaji keefektifan program antimikrobal
d. Kolaborasi pemberian antibiotik
Rasional : diduga untuk mengurangi / menekan penyebaran mikroba
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medical Bedah. edisi 8 volume 2. Jakarta : EGC.
Doengoes, ME, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, EGC, Jakarta.
Mansjoer Arif, 2000, kapita Selekta kedokteran, Jilid 2, Edisi 3, EGC. Jakarta
R. Sjamsuhidayat, dkk, 2003, Ilmu Bedah, Edisi 2, EGC, Jakarta
http: //Ns. Nining. Blogspot.com/ 2008/08/ Asuhan Keperawatan. Apendicitis. Html